Wednesday, December 30, 2015

Sofa Berpola Kotak, The Sequel



Duduk membaca buku, dalam diam tanpa kata dan hanya bersentuhan sekali atau dua. Terkira tak perlu ada percakapan panjang untuk membuat kita nyaman dengan keberadaan masing-masing. Tanganku kadang merengkuh bahumu, kepalamu terkadang mampir bersandar sejenak di bahuku, kepalaku terkadang mencari hangatnya sentuhan kulit kakimu, jemari kakimu terkadang bermain usil di dadaku. Tersanding dengan sebuah kue kesukaan dan simple ice tea, kita berdua asik dengan dunia cerita masing-masing.

Fungsi shuffle yang aktif pada music player, sedari tadi secara acak memutar beberapa lagu koleksi kita. Dari lagu mellow kesukaanmu sampai lagu pop opera kegemaranku … dan lagu itu terputar, Lady Marmalade, soundtrack dari film Moulin Rouge. Ketenangan ruangan ini mendadak tersentak. Tercengang saat tubuh mungilmu melompat turun dari sofa yang kita duduki, melepas lilitan jemarimu di rambutku yang mulai panjang.

Kamu berjalan perlahan membelakangiku, berhenti dan menyisakan jarak 2 meter di antara kita. Secara dramatis kamu menolehkan kepalamu sedikit, mencoba melirik mencuri pandang ke arahku dengan kerling nakal. Tanganmu mulai terangkat tinggi dan bergerak perlahan bermain dengan jemarimu sendiri dan perlahan turun menelusuri lekuk tubuhmu. Meliuk mengikuti dentuman ketukan lagu itu.

Tuesday, December 22, 2015

Ambon Manise in less than 48 hours




“Okay guys, kami berdua pisah di sini yah”
“Have fun yah di Raja Ampat”
“Byeeee”

Saya dan Herlina, seorang teman dari trip Banda Neira akhirnya memisahkan diri dari rombongan yang akan meneruskan pergerakan ke Misool (Raja Ampat) dan Takabonarate.

Misool telah saya kunjungi setahun sebelumnya, tapi Takabonarate adalah salah satu wish list saya yang belum terkabul. Beberapa tugas corporate dan keterbatasan lain membuat saya tidak available untuk meneruskan pergerakan ke Takabonarate.

Jadi di sinilah kami berdua terdampar menunggu esok hari. Untuk saya, bertolak balik ke Jakarta dan untuk Tante Herlina, bertolak ke Pulau Kei. Damn! Hanya saya yang tidak memiliki kemungkinan melanjutkan pergerakan kemana pun selain kembali ke belakang meja di Jakarta.

Kami berdua berdiri di lobby Bandara Internasional Pattimura, Ambon dan berusaha mencari persewaan mobil.

***

Sunday, November 22, 2015

Kota Kecil dengan Segudang Sejarah dan Keindahan Taman Bawah Lautnya, Banda Neira, Maluku Tengah, Indonesiaku

“Penumpang yang terhormat, Selamat datang di Banda Neira” ucap sang kapten disela-sela riuhnya tepuk tangan kami, para penumpang. Sedikit norak? Yes! But who care?

Thank God, meski sedikit menegangkan, kami landing dengan sempurna. Jeda sunyi sempat menghampiri saat pesawat terbang, berkapasitas penumpang 12 orang ini, bermanuver tajam dan terguncang cukup keras mengarah ke landasan Bandara Banda Neira.

“Akhirnya sampai juga gue di sini” benak saya berujar sambil melihat tulisan Banda Neira. Impian untuk berkunjung akhirnya terwujud juga dari setahun yang lalu.

“Halo, halo selamat datang” suara seorang pria memecah perhatian saya sesaat kami memasuki ruang kedatangan di bandara kecil di Pulau Neira.
“Perkenalkan ini Abba, our host” kata Dwi, dari Tukang Jalan, dan bertemulah kami dengan Abba Rizal yang akan menjadi tuan rumah kami selama kunjungan kami di Banda Neira.

Tuesday, November 10, 2015

Sebidang Surga sedikit di Bawah Air, Pulau Hatta - Banda Neira



Kugerakan fin melaju perlahan, menjelajah petak-petak taman laut di pulau ini. Menikmatinya tanpa bosan dari balik google snorkeling. Mencetak ratusan moment dalam benak dan mencoba mengabadikan beberapa melalui camera underwater.

Underwater di Pulau Hatta sangat indah, dengan ragam jenis coral dan ribuan ikan yang merong-rong coral-coral itu. Area landai yang sempit, berujung pada wall yang tajam dan dalam. Hal ini mengingatkan saya pada kontur underwater di Pantai Sebanjar, Alor.

Betah rasanya berlama-lama snorkeling di sini, apalagi Moorish Idol berseliweran dimana-mana. Jika kebanyakan pencinta foto underwater berburu clownfish, maka moorish idol adalah buruan saya. Warnanya yang cerah kuning, hitam dan putih membuat moorish idol tampak mencolok di habitatnya. Tubuh berbentuk segitiga dengan ujung sirip atas yang panjang dan moncong yang cukup panjang mengerucut, membuatnya menjadi salah satu ikan yang sangat anggun dan berkharisma. Jarang saya melihat moorish idol yang berkeliaran sendirian, dan kali ini pun terlihat beberapa group kecil yang terdiri dari 2 sampai dengan 4 ekor moorish idol. Mereka berenang dengan tenang, tapi gesit, mencari beberapa suap makanan pada petak-petak coral yang terhampar panjang sekali mengikuti garis pantai Pulau Hatta, di Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah, Indonesia.

Saya terus melaju mengepakan fin perlahan dan di sana, hampir tersamarkan oleh warna coral, dia diam memandang saya.

Monday, August 24, 2015

Mengintip keindahan Pulau Sangiang di peta Selat Sunda, Serang, Jawa Barat - Indonesiaku


Pantai Pasir Panjang

Perahu kayu ini bergerak membelah Selat Sunda. Tujuan kami tidaklah terlalu jauh, hanya sekitar satu setengah jam saja. Perahu bergerak perlahan dan pasti meninggalkan sisi-sisi ujung barat pulau Jawa yang penuh dengan pipa-pipa industri raksasa.

Terik matahari menyengat mencoba menembus celah-celah perahu yang tak terlindungi oleh atap terpal. Saya dan beberapa teman seperjalanan terbuai oleh ayunan ombak yang cukup keras. Tatapan saya mengarah lurus ke birunya langit tanpa noda awan di atas. Menantang dan menikmati hujaman panas sang mentari yang tercampur percikan air laut yang sejuk dan saya tersenyum. Saya siap, hati saya siap untuk perjalanan kali ini, menuju ke Pulau Sangiang.

"Flight attendants prepare for landing" Wamena, Lembah Baliem, Papua - Indonesiaku #FBLB26



Bulan mulai muncul dari balik arak-arak awan di pagi buta ini. Long john dan jaket windproof yang saya pakai lumayan cukup melindungi tubuh saya dari hawa dingin yang semakin lama semakin terasa dingin. Arakan awan memantulkan cahaya bulan dan mempertegas bentukan-bentukannya, menyembunyikan pijar kecil bintang-bintang di langit yang lebih tinggi.

Saya dan 2 orang teman duduk di bak belakang mobil Estrada yang kami sewa, menanjak terus menyusuri jalanan berkelok menuju ketinggian 3.305 meter di atas permukaan laut. Saat ini menjelang pukul 4 dini hari dan saya merasakan kebahagiaan karena Tuhan mengijinkan saya disini memiliki moment ini.

Lebih tepatnya lagi memiliki moment-moment indah selama penjelajahan saya bersama 7 orang teman lainnya. Menghadiri Festival Budaya Lembah Baliem yang ke 26 dan tentunya mencoba mengintip beberapa celah keindahan di Lembah Baliem.
***

Monday, July 27, 2015

Anak Laut Naik Gunung - Sebuah Moment di Gunung Prau, Dieng Plateau




Peluh mengalir dari gumpalan rambut yang basah. Tarikan-tarikan pendek nafas menderu, berdengung di gendang telinga. Degup jantung sangat cepat dan memacu memompa aliran oksigen.

Saya berkata pada diri sendiri, “Ayo pasti bisa, ayo pasti kuat” dan pendakian saya berlanjut perlahan menanjak, meninggalkan Pos Cacingan semakin di belakang. Perlahan bergerak menuju puncak Gunung Prau.

Teriang celetuk teman saya disela-sela pendakian kami, “Anak pantai menanjak gunung.”

Gunung Prau adalah salah satu gunung di gugusan pegunungan yang terletak di Dataran Tinggi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah dengan ketinggian puncaknya 2.565 meter di atas permukaan laut. Dataran tinggi Dieng sendiri terletak di 2.100 meter di atas permukaan laut. Penanjakan kami ke Gunung Prau tidaklah tinggi sebenarnya, hanya sekitar 465 meter saja dengan jalur yang menanjak terus. Konon bagi anak gunung, Gunung Prau adalah jalur penanjakan untuk pemula. Sedangkan bagi saya yang seringnya ke pantai dan tempat-tempat atau kota-kota heritage, Gunung Prau merupakan tantangan tersendiri.

Tuesday, June 30, 2015

Sudut-sudut Tersembunyi dari Kepulauan Seribu - Jakarta - Indonesia




Subuh menjelang pada hari Sabtu itu, dan meski mata ini masih ingin terpejam, saya harus bangun. Dengan imin-imin bayangan penjelajahan singkat selama akhir pekan, saya memupuk kekuatan jiwa untuk tetap membuka mata, mengabaikan bujuk rayu kasur bantal guling, menyeret diri ke bawah pancuran shower kamar mandi.

Hujaman titik-titik air menhempas pada permukaan kulit, yang sedikit terkejut dengan sensasi sejuk, mendongkrak kesadaran diri kembali penuh. Sambil menikmati bulir-bulir sejuk air, teriring dendang sebuah melodi absurd dari pita suara saya.

Riang rasanya hati ini, membayangkan sejenak lagi langkah kaki saya akan bergerak dalam penjelajahan baru. Bahagia bahwa langkah yang biasa dibalut dengan sepatu kulit dalam salah satu gedung bertingkat perkantoran, akhirnya kembali melangkahkan kaki dalam sandal jepit nyaman sebagai seorang pejalan biasa.

Penjelajahan kali ini adalah penjelajahan pertama saya di tahun 2015, setelah rehat sejenak selama 7 bulan sejak terakhir kali saya menjelajah, ke Kerajaan Misool. Penjelajahan untuk mengobati rindu saya pada perjalanan. Penjelajahan yang saya paksa ada untuk mencoba sedikit mengobati luka di hati akibat kehilangan cinta suci dalam hidup saya untuk selama-lamanya di bulan Maret kemarin.

Wednesday, June 17, 2015

100 comments about street food (first 47 comments)


Street food istilah kerennya! Di Indonesia tercinta ini, street food lebih dikenal dengan julukan warung tenda aka. abang-abang. Dari warung tenda seafood sampai warung tenda nasi uduk. Dari abang siomay sampai abang jual kopi instant. Di luar negeri juga ga jauh beda, dari warung ini sampai warung itu dan dari “abang” ini sampai “abang” itu.

Street food identik dengan makanan/minuman orang lokal dengan harga yang relative bersahabat bagi pembelinya, terutama untuk takaran konsumen lokal. Menjual beraneka ragam makanan dan minuman yang cenderung bernuansa khas/common dan yang lagi populer, dari area dimana street food tersebut ditemui. Ambil contoh di Yogyakarta, tentunya banyak ditemui ibu-ibu penjual gudeg di pinggir jalan. Contoh lain di Hanoi, Vietnam, akan banyak ditemui penjual pho di tepi-tepi jalan raya, di sepenjuru kota.

Bagi saya street food adalah jati diri dan inti dari budaya suatu bangsa. Kenapa? Karena street food adalah makanan yang dikonsumsi dari semua lapisan masyarakat pada umumnya, dari yang muda sampai yang tua, dari yang kekurangan sampai yang kaya raya. Street food adalah sesuatu yang nyata, dimana penikmatnya tidak perlu banyak berlagak dalam menyantapnya, tidak perlu memenuhi aturan etika tertentu dalam menyantapnya. Nyata karena penikmat street food melakukan apapun yag mereka mau dalam menyantap sajian budaya tersebut. Penikmat street food tak peduli dengan segala ke-fancy-an dan keanggunan dalam menikmatinya. Jilatan bumbu yang meleleh di jemari adalah menjadi pelengkap nikmat dalam menyantap street food.

Berikut adalah kalimat pertama yang terlintas dari 99 teman, begitu mendengar kata-kata street food. Penasaran dengan pendapat para teman yang terdiri dari beragam background, beragam profesi? Yuk kita tengok komentar-komentar mereka.

Friday, April 24, 2015

Turning Point - Coffee Shop



Sebuah siang yang berangin di belahan sisi wilayah Gading Serpong.

Selepas makan siang, atas rekomendasi seorang teman, kami memutuskan untuk meneguk kopi pahit yang menyegarkan demi melawan reaksi kantuk dari perut yang penuh. Atas dasar rekomendasi teman yang sama pula, kami memasuki sebuah coffee shop yang cukup luas. Awalnya kami tidak memperhatikan adanya coffee shop di area itu karena coffee shop itu tidaklah mencolok di antara deretan ruko-ruko berlantai 2 yang berjajar panjang memagari jalan raya boulevar.

Tulisan “Turning Point” dan informasi operating hour, kami lihat tertulis kecil di samping pintu masuk.

Tampak depan, Turning Points, merupakan sebidang tembok dengan cat warna putih polos di lantai dasar dengan hiasan jendela yang lebar berkusen hitam dengan kaca-kaca bening yang sekelumit memperlihatkan interior dalam coffee shop.

Wednesday, April 22, 2015

My "27 Things You Need To Do Before You Settle Down"



This morning I watched some random awesome video on my smart phone about 27 Things You Need To Do Before You Settle Down and here is my achievement,

1.  Travel with your BFFs - done (couple times)
Mostly I traveled with at least one of my BFFs.
2.  Learn to cook - done (since teens)
I learnt and have cooked since I was a teenager.
3.  Be financially independent - done (I am)
I have been 100% financially independent since I was 24 years old.
4.  Face one of your biggest fears - done (snorkeling, and now i love it!)
I never wanted to do some snorkeling. Deep water was too frightening for me. In October 2012, one of my best friends finally convinced me to put my life vest on, and jumped into the water and never moved from boat’s stair. I did snorkeling with one of my hands always holding onto the stair.  
5.  Live alone - done (since 2002)
I have lived alone since year 2002.