Semilir angin berhembus
mencoba membujuk kelopak mata agar menutup dan menghantar jiwanya berkelana
dalam dunia lelap. Debur air terhempas ke lambung kapal bercampur dengan suara
dari mesin kapal yang halus dan celoteh para penumpang-penumpang kapal ini,
menciptakan melodi monoton yang membius. Saya berjuang untuk melawan lelap
dalam diam dan mencoba menyerap semua kenikmatan sensasi ini. Saya bahkan
enggan untuk bergerak dari bangku yang saya duduki. Meski sesekali saya bidikan
camera dengan malas-malasan kepada beberapa obyek yang menarik, tanpa merubah
posisi duduk.
“Cay? Cay?” seru
pramusaji menawarkan gelas-gelas bening mungil berbentuk tulip khas Turki yang
berisikan teh panas. Pramusaji-pramusaji ini berkeliling terus tanpa henti
membawa segala barang dagangan dari kapal pesiar ini bergerak menuju ke
calon-calon pembeli impulsive. Cay, orange
juice, penganan lainnya, silih berganti bersliweran sesekali melewati saya
secara berkala.
Pemandangan yang
ditawarkan oleh jalur kapal pesiar ini sangat menarik dan menggugah rasa ingin
tahu. Kantuk yang sempat menggoda, timbul tenggelam dan gagal membuat lelap,
terkalahkan dengan pesona Selat Bosphorus dan bangunan serta landscape yang mengapitnya. Ini saatnya
Jelajah Turki Istanbul, dilanjutkan.
***
Pagi kedua di Istanbul kami
buka dengan menikmati breakfast sederhana. Setelahnya kami mulai bergerak
melangkahkan kaki dan memainkan Istanbul Kart menuju ke pemberhentian pertama,
yaitu: Dolmabahce Palace.
|
card sakti, bisa buat belanja di mini market dan pipis di WC umum |
Dolmabahce adalah
istana baru dan terakhir dari masa-masa pemerintahan kesultanan hingga tahun
1924. Istana ini kemudian juga menjadi pusat administrasi dan tempat tinggal
pribadi dari Presiden pertama dan kedua Republik Turki. Dolmabahce mempunyai 2
bagian gedung utama, yaitu: harem yang merupakan tempat tinggal pribadi dari
sultan dan presiden yang berkuasa bersama dengan keluarganya; dan kantor
kenegaraan dimana sultan dan presiden yang berkuasa menjalankan tugasnya dan
menerima tamu kenegaraan. Saat ini istana telah menjadi museum dan dibuka bagi umum yang ingin menikmati keindahannya. Di bagian
kantor kenegaraan, saya hanya melongo dan melongo melihat keindahan konstruksi
dan interior dalam istana tersebut. Chandelier-chandelier
yang terbuat dari kristal mendominasi langit-langit ruangan-ruangan besar.
Sementara itu, guratan ukir-ukiran bersepuh emas seolah menantang menunjukkan
keanggunannya yang angkuh dan berkilau. Sayangnya di bagian dalam semua ruangan
di Dolmabahce tidak diijinkan untuk mengoperasikan camera dalam bentuk apapun. Sungguh sayang, saya tidak bisa
mengabadikan Bohemian Crystal Chandelier terbesar di dunia, seberat 4,5 ton,
yang sangat indah dan bagaikan ratu bertahta di tempatnya, menjadi bintang dari
Ceremonial Hall.
|
gerbang utama Dolmabahce |
|
gerbang tengah istana |
|
gerbang samping Dolmabahce |
Beranjak ke bagian
Harem, ruangan-ruangan tampak lebih sederhana dibandingkan dengan kantor
kenegaraan. Layaknya istana, Dolmabahce di bagian Harem juga banyak sekali
memiliki ruangan-ruangan, kamar-kamar, dari peruntukan ibu suri, permaisuri,
selir-selir sampai dengan ruangan-ruangan pribadi para sultan. Di bagian Harem
ini pula terdapat kamar yang menjadi tempat meninggalnya seorang pria yang
paling dicintai oleh rakyat Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Dolmabahce juga
memiliki taman-taman, air mancur-air mancur, dan gerbang-gerbang yang indah.
Tak ketinggalan pula indahnya pemandangan Selat Bosphorus menjadi sebuah
pemandangan panoramic yang susah
untuk diabaikan keindahannya.
|
salah satu taman di Dolmabahce |
|
sisi istana yang menghadap Bosphorus |
Dari Dolmabahce, kami
melanjutkan jelajah kami menyusuri sebuah jembatan yang sangat terkenal dan
menjadi landmark di Istanbul, yaitu:
Galata Bridge. Sebuah jembatan yang melintasi Golden Horn, di mana dari pagi
hingga sore banyak sekali orang-orang yang memancing dari atas jembatan. Di
lantai bawah jembatan juga berjajar restaurant-restaurant
yang buka dari sejak menjelang tengah hari. Sementara itu di sisi Eminonu juga
terdapat 3 perahu kayu yang berlabuh di sisi dermaga yang sangat ramai
dikunjungi. Perahu-perahu kayu tersebut tak lain tak bukan adalah penjual fish sandwich legendaris Istanbul yang
bernama Balik Ekmek.
|
pemancing di Galata Bridge |
|
Perahu kayu penjual Balik Ekmek |
Sejengkal dari
kerumunan pembeli balik ekmek, terdapat loket yang menjual tiket river cruise di Selat Bosphorus yang
memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Sesaat kemudian kami telah duduk di deck paling atas dari kapal pesiar ini
dan menikmati pemandangan dan semilir angin segar Bosphorus. Dari cruise ini kami bisa melihat Dolmabahce
Palace secara utuh dari sisi Bosphorus, kami juga melewati jembatan-jembatan
yang menghubungkan benua Eropa dan benua Asia di Istanbul, menyaksikan
rumah-rumah di pinggiran Bosphorus yang sangat indah dengan dermaga pribadi dan taman
kecilnya, melihat kegagahan tembok-tembok kuno pertahanan kota, deretan
rumah-rumah penduduk yang berdiri menyusuri lembah dari kontur daratan, dan
bahkan bangunan-banguna lain di sisi selat yang tampak mulai terlupakan.
|
benteng pertahanan kota |
|
another palace di Istanbul |
|
Maiden's Tower |
|
Dolmabahce Palace |
1,5 jam yang menyenangkan
dan 1,5 jam untuk telapak kaki ini beristirahat total. Dari sini kami mencoba
menjajal balik ekmek sebagai menu makan siang. Enak, segar dan very healthy.
|
Balik Ekmek |
|
rame bener yang makan |
Perut kenyang dan kami
siap untuk berbelanja, dimana lagi jika bukan, di Grand Bazaar. Grand Bazaar
adalah salah satu pasar tertutup (di dalam gedung) yang terbesar dan tertua di
dunia, dengan 61 lorong dan lebih dari 4.000 toko, yang dibangun mulai dari
tahun 1455. Sangat cocok sekali untuk shopping
mulai dari souvenir, kaos,
penganan-penganan khas Turki, karpet, chandelier,
dan masih banyak lagi. Ah saya seolah tak ingin beranjak pergi dari pasar ini.
Lorong-lorong yang bersih tanpa bau, dimana semua orang nampaknya menyapa kita
untuk singgah di tokonya, jajaran souvenir
beraneka ragam dan warna, sangat-sangat indah. Meski tidak berbelanja banyak
tapi saya sangat menikmati berjalan perlahan-lahan melalui lorong-lorong yang literally menyesatkan ini. Tak cukup
rasanya bagi saya untuk hanya menghabiskan waktu selama 2 jam saja.
|
salah satu Gate masuk ke Grand Bazaar |
|
kaos-kaos murah dengan kualitas lumayan |
|
labirin Grand Bazaar |
|
fountain untuk umum di dalam Grand Bazaar |
|
crowded tetapi udara tetap sejuk dan tidak pengap |
Meski tak ingin beranjak,
tetapi Grand Bazaar tutup pada pukul 7 malam dan saya (berpisah dengan teman
seperjalanan) menggunakan tram untuk menuju
ke Sirkeci. Lokum atau Turkish Delight adalah penganan manis yang sangat khas
dan identk dengan Negara Turki. Di Sirkeci saya bisa menemui 2 toko yang sangat
terkenal dengan lokum-nya yaitu: Ali Muhiddin Haci Bekir (sejak 1777) dan Hafiz
Mustafa (sejak 1864). Lokum di kedua tempat ini jelas mempunyai harga yang
lebih mahal daripada yang ditemukan dan dibeli di Grand Bazaar, tetapi jelas
lebih enak. For me, yang paling enak
adalah lokum delima yang saya beli di toko penganan (dalam itinerary Green Tour) yang saya kunjungi di Cappadocia.
|
Haci Bekir, Lokum |
|
Hafiz Mustafa, dessert house |
***
Dengan membawa beberapa
kantong belanja, sejenak saya duduk di Hippodrome, mencoba meredakan penat di
telapak kaki saya.
|
Hippodrome Square |
|
Obelisk di Hippodrome |
“Ah ga sempat lagi deh
masuk ke Blue Mosque. Besok pagi deh sebelum ke airport” benak saya berbicara
kepada diri saya sendiri.
|
di dalam Blue Mosque |
|
latar belakanga da hall utama Blue Mosque |
“Malam terakhir di
Istanbul, malam terakhir di Turki dan malam terakhir dari liburan kali ini”
batin saya, “semoga bisa kembali ke sini, entah kapan, entah bagaimana. Tapi
harus!”
Matahari semakin
condong ke barat dan bergerak menuju timur di sisi bumi yang lain. Sayap-sayap
pijar api mulai bertebaran dan menyisakan saputan cahaya keemasan yang
terkadang bersemu ungu di langit Istanbul. Saya menghisap kembali rokok di
tangan dan menghembuskannya perlahan, sementara mata saya dengan santai
menikmati pemandangan di Hippodrome yang sarat akan insan-insan dengan gelak
tawa dan aktivitas petang di hari minggu ini.
Esok saya dan teman
seperjalanan akan terbang dan meninggalkan Turki untuk kembali ke tanah air.
Secuil hati ini akan tertinggal di Turki, dan akan tetap di sana. Biarlah
demikian, karena itu akan menjadi alasan bagi saya untuk kembali lagi ke sini.
Mencari secuil hati yang tertinggal entah di mana? Di Istanbul atau di Goreme.
***
No comments:
Post a Comment