Monday, September 05, 2016

Jelajah Turki - Goreme, Cappadocia






Jarum-jarum di jam tangan saya serentak merambat ke arah pukul 6 sore. Hari ini cuaca sangat cerah dan meski waktu sudah beranjak ke petang, tetapi terangnya mentari seolah seperti masih tengah hari. Seharian sang mentari bersinar tanpa penghalang awan sama sekali, menyorot tajam di bumi Fairytale Chimney ini. Untungnya angin sejuk pegunungan seolah mem-balance-kan suhu di dataran ini. Musim panas yang indah dan pas sekali untuk menikmati semua yang ada di sepetak sisi bumi yang ini.

Saya duduk dalam diam dan menyerap semua yang terjadi di sekeliling saya. Suara bocah-bocah berlari dan tertawa; obrolan para pria dan wanita yang asik duduk bercengkrama  sembari sesekali menyesap cay dan menghisap rokok di tangan mereka. Suara deru kendaraan bermotor yang lewat, kibasan ekor dari seekor anjing tambun yang berjalan santai melewati saya. Menyerap kenikmatan naungan teduh dari pohon-pohon besar yang berdiri kokoh di sisi-sisi luar kumpulan bangku taman kayu yang diatur membentuk kotak saling berhadapan dengan square lapang kecil di tengah-tengahnya. Menyerap desiran angin yang sejuk membelai kulit telanjang saya, yang agak perih akibat terbakar matahari. Memandang tanpa penghakiman kepada pohon-pohon willow besar yang melambai-lambaikan ranting-ranting berdaunnya sepanjang sisi-sisi sungai kota yang tampak mengering.

Ini adalah moment-moment terakhir saya di Goreme, Cappadocia (Kapadokya), Turki. Pukul 8 malam nanti, saya dan ketiga teman seperjalanan akan melanjutkan kisah Jelajah Turki kami ke Pamukkale.

“Saya di Turki, saya di Kapodakya” benak saya kembali menghentak, “Inilah saya yang hidup, inilah diri saya yang sesungguhnya.” 

 ***
Perjalanan panjang kami tempuh dari Soekarno Hatta International Airport pada tanggal 13 Agustus kemarin. Sekitar pukul 6 petang kami terbang menuju ke Kuala Lumpur untuk berlanjut ke Istanbul (via Doha) dan langsung berlanjut ke Kayseri. Akhirnya, almost 24 jam kemudian, kami bisa melepas penatnya pantat pada saat check in di Shoestring Cave Hotel di Goreme, Kapadokya, Turki.

Istanbul from above, heading to Kayseri
“Keren! Worth it!” kalimat itu yang ada di benak saya, saat melihat hotel pilihan kami.
“Nice, pelayanannya sangat friendly dan helpful” kalimat itu yang terlintas di benak saya, saat mengamati proses check in.
“Wow, nyaman juga. Kamar mandinya luas banget dan cukup mewah” kalimat itu yang tercetus di benak saya, saat memasuki kamar kami.

Shoestring Cave Hotel
Private Room (bukan Dormitory) Shoestring
Dan setelah rehat sejenak, kami berjalan santai ke luar hotel yang berada di pusat kota kecil ini. Menyusuri jalanan utama Goreme yang sarat dengan toko souvenir, toko karpet dan restaurant yang menyajikan menu khas Turki. Tak lama kami berjalan sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk di meja sisi luar sebuah restaurant. Mencoba mencicip budaya asing melalui menu lokal untuk makan malam. Sambil menunggu pesan kami masak, sekeranjang roti complementary dihidangkan bersama dengan cay pesanan kami. Cay adalah teh dalam Bahasa Turki (Turkish) yang biasanya dihidangkan dalam gelas kaca kecil tak bertangkai berbentuk bunga tulip. Sangat cocok sebagai teman santap di udara dingin dan angin sepoinya Kapadokya. Meski musim panas, suhu di Goreme akan turun hingga 15° pada malam hari.

suasana malam Goreme
roti gratis dan cay aka. teh
Malam pertama di Goreme dan saya telah jatuh cinta terhadap kota kecil ini. Entah kenapa? Tetapi kota kecil ini mempunyai vibe yang berbeda. Dan meski nantinya kami menjelajah juga ke Pamukkale, Selcuk dan Istanbul, bagi saya Goreme tetap kota kecil dimana saya jatuh cinta tentang Turki.

***
Pagi tiba dan setelah sarapan ala Turki yang didominasi oleh roti, keju, telur rebus, olives, selai dan buah-buahan; sekitar pukul 10 pagi, kami dijemput untuk mengikuti Green Tour.

Breakfast-nya buffet dan setelah babak 1 ini masiha da telor rebus, sosis dan kentang goreng :9
Di Kapadokya, terdapat beberapa jenis one day tour dan short tour. One day tour mempunyai 3 jenis yaitu green, red dan blue. Sedangkan Short Tour biasanya hanya berdurasi 3 jam dengan tujuan aktivitas trekking dan hiking.

Green Tour sendiri menurut kami, mempunyai tujuan-tujuan yang menjadi highlight dari jelajah Kapadokya. Tour ini juga menjangkau tempat-tempat wisata yang jauhnya hingga 1.5 jam perjalanan dengan mobil. Selain itu angkutan umum di Kapadokya, bernama domus, tidaklah ada setiap saat dan tidaklah sangat mudah ditemui layaknya angkutan umum di Istanbul. Belum lagi, domus terkadang tidak mempunyai rute ke semua tempat wisata. Sehingga mengambil paket Green Tour adalah the best option in our opinion untuk jelajah Kapadokya. Green Tour sendiri memakai sebuah mobil besar berkapasitas 17+1 dan dipandu oleh seorang local guide yang fluent dalam berbahasa Inggris.

nyaman, sayang AC di Turki, khususnya di Kapadokya di-set kurang dingin
Pemberhentian pertama adalah Goreme Panorama Point. Sebuah tempat terbuka di ujung tebing yang menghadap ke kota Goreme sebagai lembahnya. Di sisi kanan tempat saya duduk, samar terlihat bayangan Uchisar Castle dan disebelah kiri (adalah favorite saya) tampak Table Mountain mendominasi layaknya peran utama dalam almost 225° panoramic view. Meski matahari bersinar cerah tanpa tabir awan tetapi angin yang bertiup cukup sejuk sehingga suhu menjadi hangat dan ideal untuk duduk dan menikmati pemandangan yang indah ini dalam diam.

my fave Table Mountain

Uchisar Castle-nya lebih kanan lagi dari frame foto ini
Dari puncak ketinggian, kami menuruni puluhan anak tangga menyusuri sebuah sungai di Ihlara Valley. Ihlara adalah sebuah lembah yang cukup luas di Aksaray. Lembah yang seolah adalah bekas cungkilan pisau dari permukaan roti yang datar. Ihlara Valley juga sangat terkenal dengan sejarahnya, terutama ratusan gereja yang ada di gua-gua batu, lengkap dengan penggalan-penggalan lukisan religius di dinding dan kubah batu yang tersisa. Tempat ini adalah salah satu tempat pelarian orang-orang Kristen dari kejaran Tentara Romawi. Setelahnya tempat ini masih menjadi tempat huni dari para pertapa Kristen. Sangat menyenangkan dan sekaligus menenangkan, berjalan menyusuri meter demi meter sebuah jalan setapak tanah di tepi sungai yang sangat jernih, yang seolah mengundang kami untuk sejenak mencicip segar dan sejuknya air bening menggoda itu.
Ujung awal dari Ihlara Valley
tangga turun ke Ihlara Valley dari pintu masuk
trekking santai
trekking menyusuri sungai ini
Jalan setapak di Ihlara Valley berkelok dan sedikit bertekstur sebelum akhirnya melintas pada sebuah kumpulan penjualan snack dan minuman ringan sebagai pos rehat di sepanjang jalur trekking Ihlara. Perjalanan trekking kami kali ini tidak sampai ujung dari trekking path Ihlara dan berakhir di Belisirma Village. Sebuah perkampungan yang tidak lain merupakan kumpulan dari restaurant dimana kami akan makan siang.

Belisirma Village
Lepas dari makan siang, kami kembali berkendara membelah jalanan Kapadokya. Melahap semua pemandangan alam yang sangat indah. Petak-petak kebun penduduk setempat, latar belakang pegunungan batu, gugusan batu-batu kerucut yang menjadi khas dari area ini. Rasa ingin tahu saya tergugah memandang desa-desa kecil yang biasanya terletak cukup jauh dari jalanan utama yang kami lewati. Bertanya-tanya apa yang mungkin saya temui di sana, jika saja saya mempunyai waktu untuk bertamu di desa-desa kecil itu.

salah satu desa yang kami lewati

Pemberhentian berikutnya adalah Selime Monastery. Tepat terletak di seberang Selime Monumental Tomb, Selime Monastery ini merupakan komplek tinggal religius yang terbesar di Kapadokya. Sangat mengesankan bagaimana mereka membuat ruangan-ruangan tersebut dari sebuah bukit batu. Gereja, sekolah, dapur, kapel dan banyak ruangan untuk gudang serta tempat tinggal. Saya sendiri sangat kagum pada bangunan Cathedral-nya, lengkap dengan pilar-pilar raksasa. Semacam mini Cathedral dengan gaya gothic, kelam tetapi agung. Cukup lama kami menghabiskan waktu di sini, mencoba menyusuri lorong-lorong dan ruang-ruang yang saat ini kosong melompong tetapi yakinnya penuh cerita dan moment-moment sejak lebih dari 12 abad yang lalu. Dinding-dinding batu putih kelam kasar yang telah menjadi saksi tertinggal dari semua rahasia bahagia dan tangis penghuninya.

Selime Monastery
ruang-ruang

The Cathedral
pose dulu
Selime Monumental Tomb (Royal Family)
Beranjak dari ruang-ruang puncak salah satu bukit batu terbesar di Kapdokya, kami menyusuri, literally, ke dinginnya ruang-ruang yang ada hingga 60 meter di bawah permukaan dataran Nevsehir. Derinkuyu Underground City adalah sebuah komplek tempat tinggal yang dibangun berlapis-lapis di dalam tanah. Komplek ini merupakan salah satu dari puluhan kota bawah tanah dan merupakan yang terbesar di Turki. Ruang-ruang dibangun layaknya sebuah kota kecil, lengkap dengan gereja, sekolah, tempat tinggal, tempat ternak, gudang, honeymoon suite, kuburan, dan lain-lain. Lorong-lorong dibuat sangat sempit dengan lebar satu orang. Hal ini untuk tujuan keamanan sehingga musuh tidak bisa berbondong masuk. History dari kota abwah tanah ini adalah pernah menjadi tempat pengungsian kuno bagi warga Kristen dari penguasa Muslim awal di Turki.

Cruciform Church
public space
stone gate

public space
Ya, seperti ChuChi Tunnel di Vietnam tetapi tak sesempit dan serendah itu, baik lorong-lorongnya maupun ruangan-ruangannya. Udara di bawah juga relative segar dan sejuk, sehingga, bagi saya, lebih nyaman Derinkuyu daripada di Chu Chi Tunnel.

Kembali ke terang dan kami meneruskan jelajah kami ke sebuah lembah yang entah kenapa, merupakan tempat tinggal dan tempat singgah dari ribuan bahkan jutaan burung dara, yaitu Pigeon Valley. Sangat lucu dan cukup jinak meski tetap tidak mau disentuh. Terlihat bahwa dalam merawat burung-burung dara tersebut, penduduk sekitar yang membuka toko souvenir di sana juga mengharapkan sumbangan dari pengunjung dalam sebuah kotak amal untuk membantu membeli pakan burung. So much fun!

pigeons
pigeon valley
Berpisah dengan burung-burung dara itu, kami mengakhiri jelajah Kapadokya hari itu. Tour berakhir setelah mampir sdi toko lokum yang juga menjual souvenir serta sebuah toko batu-batuan yang tampaknya cukup khas dan terkenal di Turki. Di toko lokum (saya lupa memfotonya) tersebut akhirnya saya membeli sekotak 250 gram lokum pomegranate dengan kacang-kacangan serta sekotak teh pomegranate. Sebenarnya pembelian itu hasil “terbujuk” dari segala macam sample lokum yang disajikan yang bisa kami cicip “sepuasnya” dan, bagi saya, ternyata lebih enak daripada lokum yang saya beli di Istanbul dari brand terkenal, Haci Bekir.  

Sisa hari kami habiskan dengan refreshment, menyusuri jalanan Goreme, makan malam dan tentunya mampir ke beberapa toko souvenir guna membeli satu atau dua cinderamata. Kota dari Goreme sangat kecil dan pada akhirnya akan bertemu jalanan dan toko yang itu dan itu lagi. Tapi tiada bosan bagi saya untuk menyusuri jalanan yang itu lagi itu lagi. Saya suka akan vibe dan kehidupannya. Saya nikmati waktu dengan berjalan-jalan santai maupun duduk di sebuah restaurant lokal, mencoba menu kebap yang lain dan menyesap cay apple yang hangat.

pottery kebap dan apple cay
Terkadang tak butuh destinasi yang wow dan teman seperjalanan yang sempurna untuk bisa menciptakan moment bahagia sederhana. Moment yang sampai tulisan ini saya tulis masih saya rindukan. Yah saya jatuh cinta berat dengan kota kecil bernama Goreme.

***
“Ke Turki? Ke Cappadocia ga?”
“Jangan lupa naik balon udara.”
“Kudu naik balon udara lho yah di Turki.”
“Agak mahal tapi IT’S A MUST naik balon udara di Cappadocia.”

Dan segala amanat itu kami realisasikan di pagi berikutnya. Well lebih tepatnya, pukul 4 subuh pagi buta berikutnya, kami dijemput untuk dikumpulkan di kantor Butterfly Balloons. Selesai menyelesaikan pembayaran, kami dipersilakan untuk breakfast dulu di sisi samping kantor sembari menunggu konfirmasi pilot balon udara yang sedang ada di lokasi departure.

Sembari mengunyah chocolate cake dan black cherries, saya memperhatikan wajah-wajah yang masih dibayangi oleh kantuk dan kegembiraan akan aktivitas ini. Kurang lebih ada 32 orang yang akan dibagi dalam 2 mobil dengan nama pilot yang berbeda pada setiap mobil. Kami mengambil paket yang sedikit lebih mahal karena 1 balon udara akan diisi 16 orang instead of 24 orang.

Beranjak ke tempat departure balon udara, setelah mendapat konfirmasi pilot, kami melihat proses persiapan balon udara dari nol. Seru! Dan tak lama setelahnya secara perlahan dan mulus, kami mulai melambung, meniti meter demi meter ke arah langit. Pilotnya pun sangat interactive dengan joke ringan dan sekaligus sebagai guide kami dalam melihat Kapodakya dari atas. It’s Kapodakya from Above! Awesome activity

starting
pada nongol
up and up

boleh pakai tongsis




Dalam diam, saya bertopang siku sambil memandang ke bawah dan ke kejauhan, ke arah balon-balon udara lain yang ikut bermunculan dari balik tebing-tebing tinggi. Dan dia muncul! Sang pijar api besar, menggeliatkan sayap sayap cahayanya. Perlahan lampu alamnya merambat semakin jauh menyinari sisi bumi yang ini untuk 15 jam ke depan. Saya mendesah puas dan masih memperhatikan lekuk-lekuk gunung, guratan-guratan alam atas tebing-tebing batu, menafsir apa yang sedang ada di bawah sana. Kadang kami melambung sangat tinggi dan kadang turun menjadi sangat rendah dan bisa melihat aktivitas pagi yang mulai bergeliat di permukaan. Memantau pergerakan mobil-mobil mengikuti jalan raya berliku di bawah sana. Andai jelajah ini bisa lebih dari 1 jam. I wish.

***
Cheers” dan gelas-gelas tinggi berisikan champagne mengeluarkan bunyi dentingan saat mereka beradu. Sebuah champagne toast pasca landing, setelah balon udara telah rapi dan rebah di atas permukaan tanah. Turut serta juga saya bersama beberapa penumpang lain, membantu merapikan balon udara itu. Sebuah toast untuk merayakan perjalanan balon udara selama 1 jam yang sangat mulus, didukung oleh cuaca yang sangat bersahabat dan ketrampilan pilot tentunya.   

sunrise
Kapadokya from above
landing

Setelahnya kami kembali ke hotel untuk refreshment dan dengan bantuan berbayar staff hotel, kami mengunjungi Uchisar Castle. Sebuah castle yang dipahat dan dibuat pada sebuah bukit batu dan merupakan titik tertinggi dari wilayah Kapadokya. Sebuah castle yang merupakan pusat pertahanan Kapadokya pada masanya. Bagi saya, castle ini tidaklah terlalu menarik dibandingkan dengan Selime Monastery, tetapi yang tidak bisa dipungkiri adalah pemandangan dari atas castle yang sangat indah. 360° panoramic view yang menampilkan keselurahan wilayah Kapadokya. Something that I don’t want to miss.

Uchisar Castle
Uchisar Castle

pemandangan dari puncak Uchisar Castle

Next stop adalah Goreme Open Air Museum. Sebuah komplek yang luas sekali dan masih terus dalam pengembangan. Sebuah tempat landscape yang luar biasa dari bentukan natural oleh alam. Museum ini sebenarnya berpusat kepada bekas tempat hunian yang memiliki luas lebih kecil dari keseluruhan wilayahnya. Dimana pada wilayah hunian ini banyak sekali gereja-geraja dan kapel yang dibuat di dalam gua batu atau bukit-bukit batu kerdil. Beberapa gereja terlihat masih dalam kondisi bagus dan lengkap dengan lukisan-lukisan dindingnya, dari abad ke 11. Bahkan di beberapa gereja tampak makam-makam orang suci atau terpandang pada masanya, lengkap dengan tengkorak satu badan. Di wilayah ini pula kami melihat sekumpulan fairy chimney dari jarak yang sangat dekat dan merupakan icon dari Kapadokya. Sangat indah!

Goreme Open Museum
jalan masuk modern ke dalam gereja yang masih mempunyai lukisan dinding dengan kondisi yang cukup baik

another gereja dan ruangan
Beranjak dari masterpiece ibu bumi atas landscape yang tidak biasa dari Kapadokya, kami putuskan untuk berjalan santai menyusuri pedestrian di samping jalan kembali ke kota. Dalam perjalanan kembali, saya memperhatikan ada beberapa aktivitas lain yang menarik, yaitu camel ride dan horse ride. Seru kayaknya dan cukup menarik membayangkan menunggang kuda atau onta, menyusuri jalan-jalan setapak diantara kerucut-kerucut batu dan fairy chimneys.

***
Makan siang terakhir di Kapadokya kami nikmati di restaurant lokal yang berada di lantai 2. Dengan pemandangan air mancur kota, saya sesap dua, tiga kali Turkish Coffee yang saya pesan. Turkish coffee yang lebih seperti kopi tubruk dengan ampas yang banyak, yang disajikan dalam gelas kopi yang kecil. Kopinya cenderung pahit tanpa rasa asam, tetapi memiliki aroma dan rasa yang unik. Entah, tidak bsia saya gambarkan dengan kata, tetapi seperti percampuran rempah dan gosong. Unik!

“Kalian mau kemana dari sini?”
“Gue balik hotel deh.”
“Gue jalan-jalan daerah sini aja.”
“Yah udah mencar yah. gue mau duduk di taman tadi aja sambil ngerokok.”
“Okay, ketemu di hotel jam 7 yah. bus kita ke Pamukkale jam 8 lho.”


***
Bus Metro yang kami tumpangi, dengan cepat menambah kecepatan dan semakin jauh meninggalkan Goreme di belakang kami. Menyusuri gelapnya jalan antar kota menuju Pamukkale.

“Ah hati saya masih tertinggal di Goreme, semoga suatu saat nanti saya bisa kembali ke kota kecil itu” batin saya dengan sedikit sedih. Tapi Pamukkale, Selcuk dan Istanbul menanti di depan saya. Yakinnya, di sana bakalan banyak sekali moment-moment seru yang bakal terjadi.

Sebagian hati saya tertinggal di Kapadokya dan sebagian lagi tak sabar menanti apa yang menunggu saya.
***


DetailItinerary, Tips and Fun Facts
More pictures on my Instagram Harry_Mdj








No comments:

Post a Comment