Saturday, October 26, 2013

Nyemplung yuk di area Pulau Harapan - Kepulauan Seribu DIJ



Sunset - Harapan Island
Cuaca cerah, matahari bersinar ceria menghunjamkan berkas-berkas hangat pijarnya. Hujan angin yang konon melanda sehari sebelumnya tampak tinggallah cerita dan kenangan yang cepat berlalu. Riak-riak landai nan tenang menina-bobokan sebagian besar penumpang kapal yang seolah tertumpuk-tumpuk dari lambung kapal hingga ke atas atap kapal.

Pandangan saya menebar, menangkap begitu banyak kepala yang tergolek pasrah atas goncangan-goncangan kecil kapal dan tak kalah banyak pula kepala yang terangguk-angguk mencoba mencari tempat bersandar yang tak ada. Jendela-jendela mata hati yang tertutup, berkelana dalam dunia angan, seolah menjanjikan perjalanan selama 3 jam meninggalkan Teluk Jakarta dan menyusuri Laut Jawa menuju ke Pulau Harapan, menjadi lebih singkat.

“Mas, bisa pinjam koreknya?” tanya bapak yang duduk disebelah saya, meminjam korek untuk teman di sebelahnya.
“Oh silahkan.” jawab saya sembari menyodorkan pematik api saya.
Dan dari sana maka sebagian besar dari setengah perjalanan, saya isi dengan berbincang-bincang dengan sang bapak, yang ternyata adalah penduduk asli di Pulau Harapan. Lain kisah dari yang bapak tersebut ceritakan, inilah cerita saya di Pulau Harapan.

***

“Ta, adain dong Pulau Harapan” ujar saya ke Octa, “paling ga nih, aku ama temanku sudah ada 3 yang ikut” imbuh saya.
“Ok, Oktober aja gimana? Tanggal 19 dan 20?” jawab Octa datar (mungkin keseringan ke Kepulauan Seribu dia).

Dan disinilah kami ber -19 berkumpul di Pom Bensin Muara (B)Angke, setelah bergelut dengan jalanan becek dan bau busuk menyengat dari pintu depan Muara Angke. Formasi lengkap dan kami bergerak beriringan menuju dan memasuki Kapal Milles (Harapan Express) yang mulai penuh dan tampaknya karena kemujuran saja kami mendapatkan 2 space kosong yang cukup untuk kami ber-19. Berang-berang pake kancut, berangcuttttt.
direction
3 jam kami habiskan dengan termangu-mangu sebelum akhirnya berlabuh juga kapal kami di Pulau Harapan. Sedikit menyusuri lorong-lorong pemukiman di pulau kecil ini (yang cukup membingungkan bagi saya), maka sampailah kami di sebuah rumah dengan 4 kamar tidur, 2 kamar mandi, satu ruang serba guna dan satu ruang tv, yang menghadap langsung ke pantai, WOW!
the guest house
the view from guest house's terrace
Sembari beberes dan meluruskan kaki, kami mulai menikmati makan siang yang (thank God) disajikan lebih awal dengan bonus pemandangan pantai. Perut kenyang dan kostum telah berganti, maka kami siap untuk menjelajah dunia air dangkal di sekitar Pulau Harapan.
lunchy dulu
Kurang lebih satu jam kami kembali terangguk-angguk dipermainkan ombak, dalam sebuah kapal kayu motor tempel, sebelum kami melompat dan menjejak pada sebuah dermaga kayu di Pulau Kelor Barat untuk sekedar berfoto-foto di dermaga kayunya yang panjang dan indah, yang mengarahkan kami dari laut dangkal jernih, berhiaskan coral-coral cantik dengan tarian ikan disekelilingnya. Kunjungan kami ke Pulau Kelor Barat memang hanya untuk meminta ijin pada penjaganya supaya diijinkan untuk ber-snorkeling ria di beberapa spot Kelor Barat.
Kelor Barat Island
Siang hari pertama, completely kami habiskan dengan berkecipak-kecipuk ber-snorkeling di beberapa spot dalam area Kelor Barat, Melinjo dan Macan Gundul. Terjun ke sejuknya air laut, riwa riwi, naik ke perahu, berlayar sejenak, terjun ke laut, riwa riwi, naik ke perahu dan berulang-ulang kembali.
One of Snorkeling Spots in Kelor Barat Island Area
Belum puas ber-snorkeling dan stamina tubuh kantoran kami memberontak menyudahi acara wira wiri kami di perairan dangkal yang tak henti menggoda kami. Kapal berlabuh ke Pulau Bulat untuk kami melepas lelah, mengisi perut dengan pop mie dan minuman hangat, sembari memperhatikan bulatan mata Apollo yang mulai bergerak semakin dekat ke garis horizon.
snack dulu
Sunset - Bulat Island
Malam hari kami habiskan dengan saling melempar olokan, canda dan cerita sembari menikmati hidangan makan malam dan ikan bakar, yummy.

***

“Hoam” bangun, menggeliat sedikit dan melihat waktu yang ada pada handphone saya. Hm … pukul 4.45 dini hari.
“HOAMMMM” menguap lebar, menggeliat lebih seru dan saya siap untuk berburu sunrise, di tepi dermaga utama Pulau Harapan, dimana masih saya temui sang bulan bersinar memantulkan gurat cahaya sang empunya, dalam bulatan sempurna.
Full Moon at The Dawn
Ah sial, langit lagi berawan dan hanya membiaskan sedikit sinaran emas sang surya. Di sini saya belajar dalam berburu sunset dan sunrise harus gigih dan sabar. Sang surya keluar dari kelambu awan dan menunjukkan sejatinya bentuk sang dewa pijar, saat saya sedang menyusuri jalanan berkelok kembali ke guest house.
Apollo's Eye
Terang menjelang di Pulau Harapan dan usai menikmati makan pagi, kami kembali memasuki kapal kayu motor tempel untuk mengunjungi 2 pulau di area Pulau Harapan, yaitu Pulau Kotok Besar dan Pulau Opak.

Pulau Kotok Besar adalah sebuah pulau kecil yang didedikasikan sebagai tempat rehabilitasi burung Elang (www.jakartaanimalaid.com) dan panti bagi burung-burung elang juga. Sedih dan mata ini pedih menyaksikan seekor burung elang yang diselamatkan dari pemilik liar, yang mematahkan sayapnya hanya agar si elang tidak bisa terbang. Sedih melihat beberapa elang kecil yang harus menghabiskan sisa umur mereka di dalam sangkar karena kondisi mereka yang tidak memungkinkan untuk dilepas lagi ke alam liar. Dari sisi terjauh pulau sering kami dengar suara elang-elang bersahutan sebagai tanda kehidupan mereka di pusat rehabilitasi yang tak bisa kami kunjungi, karena elang-elang tersebut diasingkan dari manusia supaya bisa dilepas lagi ke alam liar yang bebas. Pertanyaannya adalah: apakah kita mau kaki kita dipatahkan supaya kita tidak bisa bergerak bebas dan hanya terdiam dalam keterbatasan itu?
Kotok Besar Island
Hawk's Sanctuary
The One with Broken Wings :'(
Pulau Opak adalah sebuah pulau kecil yang padat akan flora, sehingga hanya bisa kami susuri garis pantainya yang cukup panjang pada sisi kami merapat. Pasirnya putih lembut dan air jernih 3 warna terhidang dalam tangkapan 180° pandangan kami, sungguh indah.
The Beach at Opak Island
Sum Glasses and The Beach
Pemandangan pantai sepi nan damai Pulau Opak sekiranya menjadi pemandangan penutup dalam kunjungan ke Kepulauan Seribu kali ini.
Ingin rasanya menghabiskan beberapa hari lagi dalam buaian dewi angin Kepulauan Seribu, tetapi apa daya, kami harus kembali ke dunia fana yang nyata. Mungkin, yah mungkin saya, kami akan kembali lagi ke laut yang sama meski rasa takut di hati bahwa kami tak akan menemukan kondisi yang sama. Mari jaga dan lindungi serta nikmati bersama-sama keindahan bumi pertiwi ini.

5 comments: