“Pulang
ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu, masih seperti dulu, tiap sudut
menyapaku
bersahabat penuh selaksa makna, terhanyut aku akan nostalgi, saat kita sering luangkan waktu, nikmati bersama suasana Yogya, di persimpangan langkahku terhenti, ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera orang duduk bersila, musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu merintih sendiri ditelan deru kotamu …”
bersahabat penuh selaksa makna, terhanyut aku akan nostalgi, saat kita sering luangkan waktu, nikmati bersama suasana Yogya, di persimpangan langkahku terhenti, ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera orang duduk bersila, musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu merintih sendiri ditelan deru kotamu …”
sebait
lagu monumental yang sangat terkenal di tahun 1990-an oleh KLa Project yang
akhirnya menjadi music icon dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY/Yogya/YK) itu
sendiri.
Sebait
lagu itu pula yang saya dengarkan pagi ini dalam Voice Note (VN via Blackberry)
dari seorang troopers yang ada di YK #ree_cyntara dan sebait lagu itu pula yang
membuat saya tersenyum lebar penuh kerinduan kepada kota yang sudah lebih dari
6 tahun saya tinggalkan. Entah kapan saya akan bisa kembali lagi ke kota dimana
setiap sudutnya menyapa bersahabat penuh selaksa makna.
Akhir Juli
Tahun 2002 saya memberanikan diri untuk keluar dari kenyamanan lingkungan
keluarga dan merantau seorang diri ke kota yang dulunya sempat menjadi incaran
saya untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S1, yang kemudian kandas pada saat
masih menjadi mimpi haha.
Berbekal 1
buah koper dan 1 dus compo JVC, sore di hari Kamis, saya pun menginjakkan kaki
saya di YK dengan was-was karena saya belum dapat kost dan hari Senin saya
sudah harus masuk kerja di tempat yang notabene, saya tidak tahu letaknya
(waktu interview dijemput oleh mobil kantor dan pulangnya juga diantar ke hotel).
Secepat
mungkin, setelah menaruh barang-barang saya di hostel di Jalan Sosrowijayan
(area Mailoboro) dan berbekal sebuah peta YK yang saya beli sebelumnya serta
informasi beberapa teman, maka saya pun menjelajah YK seputaran area Tugu untuk
mencari kost (it was kind of my first solo traveling haha) dengan berjalan kaki
karena saya tidak tahu apakah ada angkutan umum dan harus pilih yang mana dan
bagaimana serta kemana?, sedang untuk naik becak, ojek atau taxi kok uang saya
juga “tipis”
Senja
berganti malam dan dalam keputus-asaan, akhirnya saya menginjakkan kaki untuk
pertama kalinya di Jalan Kranggan dan menemukan kost-kostan dengan sebuah kamar
kosong di lantai 2 dan cerita hidup saya di YK pun dimulai dari sini dalam
lembaran bab baru dalam buku kehidupan saya.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang tenang dengan area downtown yang relative
kecil. Mall-mall yang ada pun relative kecil jika dibandingkan dengan mall-mall
yang ada di Jakarta dan Surabaya.
Jalanan utama yang mulai terlihat lengang pada hari-hari biasa, ketika jam
masih belum menyentuh angka 21.00 WIB.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang aman, dimana saya tidak merasa cemas atau
was-was jika berjalan dengan seorang teman atau kadang sendiri ketika malam
mulai larut dan jalanan mulai sepi.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang tingkat diversity-nya sangat tinggi,
dimana saya tidak pernah sekalipun disebut/dipanggil “cina” dimana pada saat
itu (awal tahun 2000-an) masih ada kota-kota yang lebih maju dari YK yang
sometime masih memanggil warga keturunan cina dengan literally using word
“cina”
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang menyajikan menu khas Gudeg, selain
menu-menu kuliner lain yang menggeliurkan, dimana pun dan kapan pun, well I
love gudeg, so I was okay with it haha ( Beberapa referensi saya di kota DI Yogyakarta ).
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang memiliki banyak sekali tempat-tempat
wisata yang eksotis dan memiliki sejarah yang menarik, dari Taman Sari hingga
Candi Prambanan ( Beberapa referensi saya di kota DI Yogyakarta ).
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang masyarakatnya ramah, murah senyum, senang
bercengkrama, ringan tangan dan sangat welcome terhadap pendatang (include
turis yah, baik domestik dan internasional).
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang memiliki arus lalu lintas yang cukup
simple, tidak rumit dan memiliki tingkat kemacetan yang masih tolerable,
meskipun memang perlu diakui juga bahwa YK memiliki tingkat kepadatan motor
yang sangat tinggi dan sedikit “hutan rimba” dalam menghadapi kerumunan pengguna
motor.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang mempertemukan saya dengan begitu banyak
wonderful people and lucky me some of them became my best friends or at least
they passed to my path.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota dimana terdapat banyak moment-moment kehidupan
saya dengan teman-teman maupun *uhuk* (yang saya kadang dapatkan), di
sudut-sudut dan dinding-dinding kota yang seolah merekamnya tanpa suara.
YK yang
pernah saya tinggali adalah kota yang mana saya merasa nyaman dan hidup di
tengah keramaian Jalan Mailoboro, Pasar Ngasem, Klitikan Jalan Mangkubumi atau
di Pasar Pathuk.
Entah YK
yang sekarang seperti apa?
Apakah YK
yang sekarang akan sehangat yang dulu?
Yes, I would
like to find out.
Yes, I
will come back … soon, even if only just for one night in Yogyakarta.
“…walau kini kau t'lah tiada tak kembali, mamun
kotamu hadirkan senyummu abadi, ijinkanlah aku untuk s'lalu pulang lagi, bila
hati mulai sepi tanpa terobati”
Kapan ke yogya maneh ? Jangan lupa bawa camera yah...
ReplyDelete