more pictures in Instagram @harry_mdj |
Ladakh
atau Tibet Kecil adalah suatu wilayah bagian dari Pemerintahan Jammu dan
Kashmir (semacam propinsi) di India Utara, dengan ibukota Leh. Penduduk asli
Ladakh (Ladakhi) mayoritas beragama Buddha dan konon nenek moyang mereka lebih
cenderung ke Mongolian. Ketika teman seperjalanan mengajak gue ke Ladakh, tanpa
berpikir panjang, gue langsung mengiyakan ajakan itu. Sialnya, karena beberapa
kondisi akhirnya kami membeli tiket PP dengan durasi yang kurang lama, sehingga
kami hanya punya waktu meng-explore sebagian kecil Ladakh saja.
Ladakh
merupakan salah satu dataran tertinggi di dunia, maka umumnya bagi turis (baik
domestic maupun mancanegara) diharuskan menyediakan waktu aklimatisasi (dalam
hal ini, merupakan waktu tubuh untuk penyesuaian dengan kadar oksigen yang
sangat rendah). Commonly dibutuhkan waktu 1 sampai dengan 2 hari untuk proses
ini dengan kegiatan istirahat, santai dan aktivitas-aktivitas ringan. Mountain
sickness akibat gagalnya proses aklimatisasi, akan membuat perjalananan
meng-explore Ladakh menjadi sangat tidak nyaman.
Best
season untuk mengunjungi Ladakh adalah pada saat musim panas karena cuaca
dinginnya tidak se-extreme pada musim-musim lainnya. Saat musim panas, di siang
hari cenderung hangat sejuk dan di beberapa tempat, pada malam hari suhu bisa
drop hingga 5ºC. Tetap saja dingin yah buat kita orang tropis.
Ini
dia cerita jelajah Ladakh singkat gue bersama 3 teman seperjalanan.
What
about Ladakh? Baca dulu ini 101-nya: It's Time for Ladakh - 101
Note:
semua catatan bisa saja tidak valid setelah masa waktu tertentu. Catatan ini
murni pada apa yang terjadi saat hari kunjungan gue.
***
Hari ke 1.
Gue
memulai perjalanan kali ini dari Soekarno Hatta International Airport (11:00
WIB) menuju ke Indira Gandhi International Airport dengan 1x transit di Kuala
Lumpur International Airport 2. Gue dan 3 orang teman seperjalanan akhirnya
landing juga di New Delhi, India, pada pukul 22:00 waktu setempat (waktu di
India 90 menit lebih lambat dari WIB).
Welcome to India |
Lepas
tetek bengek imigrasi, kami berjalan menuju ke Domestic Departure (masih di
Indira Gandhi International Arirport) dan pada pukul 05:40, kami melanjutkan
perjalanan kami, terbang ke Leh. Tepat pukul 07:00, pesawat kami mendarat di
Kushok Bakula Rinpoche Airport aka. Airport of Leh. Kota Leh berada di
ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut. Kurang lebih sama dengan
ketinggian Mahameru (Gunung Semeru di Jawa Timur, Indonesia).
Welcome to Ladakh |
Visa
India: https://indianvisaonline.gov.in/evisa/tvoa.html
Hari ke 2.
Dari
airport, tujuan pertama kami adalah Smanla Guest House. Setelah proses check in
dan isi form untuk pengurusan ILP, kami memulai aktivitas aklimatisasi dengan
tidur. Kamar yang cukup nyaman dengan hawa yang sejuk membuai kami sejenak
hingga rasa lapar yang akhirnya memaksa kami bangun dan berjalan santai, kurang
lebih 15 menit, menuju ke Leh Market.
Smanla Guest House |
Leh
Market or Leh Main Market adalah bazar terbesar di Leh. Leh Market juga
merupakan pusat keramaian bagi kota kecil Leh. Resto-resto berjajar-jajar
bersambungan dengan segala toko-toko pashmina, karpet, souvenir, fashion,
antique, money changer, Tibetan Market dan banyak lagi.
Leh Market |
Resto-resto
di Leh Market sangat beragam tetapi mostly menyajikan menu intercontinental,
dari menu India, Tibetan, Asia sampai ke Europian seperti pizza, pasta, sampai
nasi goreng. Resto-resto di Leh Market juga banyak sekali yang berada di roof
top, sehingga mempunyai atmosphere yang lebih nyaman, sejuk dan menyenangkan. Buka
dari pagi hingga malam, Leh Market juga merupakan pusat bisnis dari Kota Leh,
baik yang berhubungan dengan traveling maupun tidak.
late lunch |
Sehabis
menyantap hidangan late lunch di sebuah roof top resto, alih-alih kembali ke
hotel dan melanjutkan “proses” aklimatisasi, kami malah mengunjungi Shanti
Stupa dan Leh Palace.
Shanti
Stupa.
Stupa
Shanti adalah stupa Buddha berkubah putih yang terletak di puncak bukit di
Chanspa, Leh. Dibangun pada tahun 1991 oleh Bhikshu Buddha Jepang, Gyomyo
Nakamura dan merupakan bagian dari misi Pagoda Perdamaian. Stupa ini juga
menyimpan relic dari Sang Buddha pada dasarnya dan disakralkan oleh Dalai Lama
ke 14. Stupa ini sangat terkenal di Ladakh karena selain menjadi tempat suci,
juga mempunyai pemandangan landscape Leh
yang sangat indah.
Shanti Stupa |
Leh
Palace.
Leh
Palace adalah bekas istana kerajaan yang menghadap ke Kota Leh. Mempunyai model
yang serupa dengan Istana Potala di Lhasa, Tibet. Istana ini dibangun oleh Raja
Sengge Namgyal pada abad ke 16 dan mempunyai 9 lantai, dimana lantai atas
diperuntukkan untuk keluarga kerajaan, sementara lantai bawah untuk kandang
kuda dan gudang.
Leh Palace |
Petang
menjelang dan sebelum kembali ke hotel, kami menyempatkan diri dulu untuk
bersantap malam dengan menu Tibetan di sebuah resto di Leh Market (lagi).
Leh Market di petang hari |
Catatan kecil: malam itu juga
tumbang 2 korban mountain sickness yang dimulai dari sakit kepala hingga
muntah-muntah. Proses aklimatisasi itu sangat penting dan crucial, jangan
dianggap remeh yah. Untungnya kami pergi ber-4 dan hanya 2 yang tumbang, jadi
gue dan seorang teman masing-masing dapat jatah merawat 1 “pasien”.
Hari ke 3.
Dari
Smanla Guest House, kami melanjutkan perjalanan yang cukup panjang menuju ke
Nubra Valley (berada di ketinggian 3.048 meter di atas permukaan laut).
Perjalanan panjang ini, melintasi salah satu jalan-jalan yang masuk dalam
kategori deadly road in the world. Why? Karena selain melintasi gunung-gunung
batu yang rawan longsor, jalan-jalan yang digunakan untuk 2 arah juga sangat
sempit sekali tanpa ada rail guards sama sekali. Bagi yang takut ketinggian,
gue saranin duduk di tengah saja yah.
Deadly Roads |
Dalam
perjalanan ke Nubra Valley, kami melalui dan melintasi the highest motorable pass
in the world, yaitu Khardung La (Khardung Pass), yang berada di ketinggian
5.481 meter di atas permukaan laut. Hampir 600 meter lebih tinggi dari Puncak
Jaya (Carstensz) di Papua. Ada apa di Khardung La? Ga ada apa-apa sih, selain
stone signages, kuil, medical center, dan beberapa bangunan lainnya. It’s kind
of like a rest area terpencil.
Stone
signages Khardung La ada 2 dan selalu ramai antri foto dari para turis baik
dari domestic maupun mancanegara, khususnya rombongan konvoi motor.
Antri buat photo ginian |
Catatan kecil: salah seorang
teman (salah satu pasien di malam sebelumnya) harus ke tenda medical center
karena kadar oksigen drop hingga dibawah 50 (normal di atas 90). Bayar? Iya
dong. Terjangkau kok, 200 INR per 10 menit.
Tak
lama kami habiskan waktu di Khardung La, karena selain angin dingin yang
menusuk, juga nafas yang sudah tersenggal-senggal menjadi semakin sesak. Dan
perjalanan kami pun berlanjut ke dataran yang jauh lebih rendah. Diskit adalah
satu daerah di Nubrah yang pertama kami singgahi.
The
Statue of Maitreya Buddha.
Patung
Buddha ini adalah salah satu destinasi utama di Diskit yang berdiri setinggi 32
meter, menghadap ke arah Shyok River dan Pakistan. Destinasi ini terletak tak
jauh dari Diskit Monastery yang merupakan monastery tertua dan terbesar di
Diskit (dari abad 14). Pembangunan patung ini dimulai dari tahun 2006 dan
disakralkan oleh HH Dalai Lama pada tahun 2010. Patung ini didirikan untuk
perlindungan Diskit, pencegahan perang berkelanjutan dengan Pakistan dan
perdamaian dunia.
Patung Buddha Maitreya |
The
Sand Dunes of Hundar.
Dari
diskit kami menuju ke Hundar. Hundar adalah sebuah desa kecil di Nubra yang
merupakan bekas pusat pemerintahan Kerajaan Nubra di masa lalu. Pemberhentian
kami kali ini adalah sand dunes atau padang pasir kecil (bukit-bukit pasir)
yang terletak antara Hundar dan Diskit. Bukit-bukit pasir yang kami kunjungi
(ada banyak sand dunes di Hundar) tampaknya merupakan yang terfavorit. Selain
bukit-bukit pasir, area ini juga dipagari oleh tebing-tebing gunung batu tinggi
yang seolah merengkuh menawarkan perlindungan. Sand dunes ini juga dilintasi
oleh sebuah sungai kecil yang sangat jernih dan bersih alami. Sangat indah.
Padang pasir mini |
Perjalanan
di Nubra Valley kami tutup dengan singgah di Sumur dan menginap di sana (The
Kesar Hotel). Sebuah hotel kecil yang nyaman alami dengan resto kecil yang
menyajikan hidangan yang nikmat (ada Beer di sini *love*).
Kesar Hotel |
Catatan kecil: 2 pasien kami
kondisinya sangat membaik selama di Nubra Valley.
Hari ke 4.
Pagi
hari ke 4, kami awali dengan bangun santai dan menikmati breakfast yang
melimpah ruah dan nikmat. Setelahnya kami duduk manis di dalam mobil yang
hangat dan kembali menyusuri lereng-lereng gunung batu menuju Pangong Tso.
Sebelum
mencapai Pangong Tso, kami melewati apa yang disebut sebagai wetland
conservation area. Area padang rumput yang dipenuhi area rawa-rawa dan berbatu
sebagai area konservasi bagi binatang liar, misalnya kuda, kiang (looks like
donkey/kedelai), yak dan Himalayan Marmot yang cukup jinak dan lucu untuk
diajak berfoto bersama. Please do notice bahwa pengunjung diperkenankan
mendekat tetapi dilarang menyentuh dan memberi makan.
Himalayan Marmot |
Kuda Liar |
Pangong
Tso.
Pangong
Tso yang berarti high grassland lake adalah sebuah danau endorheic yang berada
di ketinggian 4.250 meter di atas permukaan laut. Hingga saat ini Danau Pangong
sedang dalam proses identifikasi di bawah Konvensi Ramsar sebagai lahan basah
yang penting secara internasional. Ini akan menjadi lahan basah lintas batas pertama
di Asia Selatan di bawah Konvensi Ramsar. Pada musim dingin, danau seluas
604km² ini akan beku secara keseluruhan. Pada musim panas pun suhu di malam
hari masih mencapai 5ºC.
Pangong Tso |
Pangong
Tso mempunyai jarak tempuh yang cukup jauh dari Leh, kurang lebih 6 sampai dengan
7 jam berkendara. Dan oleh karenanya kami memutuskan untuk menginap satu malam
di Pangong. Pilihan kami adalah penginapan tenda di sisi Danau Pangong, Tso
Camp. Tendanya besar dan nyaman, dilengkapi dengan kamar mandi pribadi serta
pemandangan memukau birunya air Danau Pangong dan gugusan gunung-gunung batu
raksasa yang menjadi latar belakang danau. Sayangnya, karena keterbatasan
listrik, maka listrik hanya tersedia dari petang (around 19:00) sampai dengan
pukul 23:00. Setelahnya? Gelap total, hanya berteman terang bulan saja.
Tso Camp |
Catatan kecil: 2 pasien kami
tumbang kembali dan salah satunya hingga membutuhkan perawatan khusus. Pihak
staf hotel Tso Camp sangat-sangat membantu kami.
Hari ke 5.
Pagi
hari menyambut dan kondisi pasien kami belum membaik secara significant, maka
kami putuskan untuk segera menuju ke daratan yang lebih rendah, dengan rencana
secepat mungkin kembali ke Kota Leh.
Selama
perjalanan kembali kami disuguhi dengan pemandangan alam yang sangat-sangat
indah dan majestic. Tak pernah bosan gue menolehkan pandangan gue ke
pemandangan di luar sana, sementara yang lain mengembara ke dunia utopia
masing-masing.
Another wild life di pinggir jalan |
Truly,
ketika sedang meng-explore Ladakh, gue berasa kecil banget atas ciptaan Tuhan
lain yang agung. Anyway, karena Ladah merupakan wilayah yang dipersengketakan
antara India dan Pakistan, maka India menempatkan dan mempunyai base camp
tentara yang sangat banyak di Ladakh. Tak heran perjalanan kami kembali ke Kota
Leh, memakan waktu karena harus berkali-kali terhambat iring-iringan truk-truk militer
India yang jumlahnya bisa mencapai puluhan.
Dalam
perjalanan kembali ke Leh ini, kami juga sempatkan berhenti beberapa menit di
Changla Pass, yang mempunyai jargon sebagai second highest pass dengan
ketinggian kurang lebih di 5.391 meter di atas permukaan laut.
Chang La |
Sesampai
kembali di Leh, kami langsung menuju ke Morning Sky Guest House. Rencananya
kami hanya akan menaruh barang dan akan melanjutkan kembali perjalanan menuju
ke tempat-tempat wisata yang cukup dekat dari Leh. Rencana tinggal rencana,
apalagi guest house yang kami pilih ternyata memiliki roof top dengan
pemandangan yang indah serta taman bunga yang cantik. Oh hell yeah setengah
hari kami habiskan hanya untuk berleha-leha di guest house yang pemilik dan
stafnya sangat ramah sekali.
Modest roof top with gorgeous view |
Catatan kecil: kondisi 2
pasien kami sangat membaik dan happily ever after.
Hari ke 6.
Hari
terakhir kami di Ladakh tiba dan saat kota kecil itu masih sedikit terlelap,
kami sudah ada di Airport of Leh. Pukul 08:25 kami terbang kembali ke New Delhi
dan akan melanjutkan kembali penerbangan kami meninggalkan India pada pukul
23:00.
Bonus
places:
Selama
di New Delhi, kami sempatkan menjelajah beberapa landmark-landmark di New
Delhi.
Parliament
House
Sebuah
komplek parlemen India yang sangat luas dan terdiri dari beberapa gedung serta
sebuah istana kepresidenan.
Abaikan bapak-bapak yang keukeuh ga mau gantian photo |
India
Gate
Monumen
yang sering sekali dibandingkan dengan Arc de Triomphe (Paris) ini adalah
sebuah monumen peringatan bagi 70.000 tentara Angkatan Darat India Inggris yang
meninggal pada periode tahun 1914 samapai dengan 1921 dalam Perang Dunia
Pertama.
Indian Gate |
Qutub
Minar
Qutub
Minar atau Qutab Minar atau Qutb Minar adalah menara tertinggi di dunia yang
terbuat dari batu bata, dengan tinggi 73 meter. Menara yang mulai didirikan
pada tahun 1192 ini merupakan bagian dari komplek Qutub yang merupakan Situs
Warisan Dunia UNESCO. Desain dari menara ini diperkirakan terinspirasi dari
Minaret of Jam di Afghanistan Barat.
Qutub Minar |
***
Try this! |
“What
is it?” gue menunjuk ke penganan ice cream yang ada dalam kotak pendingin, di
sebuah corner, sisi boarding lounge Indira Gandhi International Airport.
“It’s
a traditional India’s ice cream sir. It calls kulfi. You should try it sir.”
“Okay.
Give me two sticks of traditional flavor.”
“Here
you go, sir. Enjoy your kulfi.”
“Thanks.”
Sebuah
cuplikan moment kecil sesaat sebelum gue meninggalkan India.
Mungkin
ada saat di masa yang akan datang untuk gue kembali ke negara ini dan mencoba
meng-explore sesuatu yang sedikit main stream, like Agra dan Jaipur. It (looks
like) has many exotic and interesting destinations. I love to go there someday.
Namaste.
***
No comments:
Post a Comment