Saturday, April 27, 2013

Musim Semiku


Duh kerjaan ini semakin lama semakin bertumpuk-tumpuk seolah tak ada habisnya.
“Anak ayam turun seratus, mati satu tumbuh seribu, jadi seribu sembilan puluh sembilan”, dendangku ngaco, sambil terus memeriksa dokumen-dokumen perjanjian kerja yang membentuk bukit-bukit kecil di meja kerja sampingku.
Secangkir kopi tidak lupa menemaniku dalam lembur hari ini, SENIN bro SENIN INI!
Kutarik nafas, mendesah panjang sembari kutarik satu bundel lagi dan tanpa sadar aku mendesah semakin panjang takala kubaca sepotong post it dengan tulisan “Pak, ini urgent” dengan gambar smiley face mengakhiri pesan singkat itu.
Ah work hard play hard lah, dengan load kerja seperti ini, aku harus ikut lagi acara Boys Night Out, Jumat ini. Hahaha pikiranku sejenak menjadi berseri mengingat acara yang digagas oleh salah seorang teman di kantor. Boys only with beer, cigarette and random topic buat diomongin ngalor-ngidul, yang ga auh dari cewek tentunya.
SEMANGAT, batinku sambil secara tak sadar mengangkat kedua tangan ini dengan jari tergenggam dan bunyi ping kecil mengalihkan pikiranku.

“Suennnn weekend ini aku ke Jakarta haha, kosongkan jadwal hari Sabtu siang dan kamu harus temuin aku nanti yah”, bunyi pesan darimu dan segera kubalas, “SIAPPPPPPPP.”

***

Lha sudah lama juga ga nongkrong di sini dan ternyata sudah direnovasi. Hm… bagus nih hasil renovasinya, nih café jadi lebih cozy and cool abies.
“Hot cappuccino venti buat Kak Swen,” seru barista.
Huh apaan sih, why ga ada barista yang bisa ngeja namaku dengan benar! Swan Swen Swan Swen, dikira aku penari Swan Lake apa, gerutuku dalam hati.

Mana dia kok belum nongol, bah ngaret nih.

***

Asap rokok ini bermain-main didepan mukaku, meliuk-liuk tanpa cita-cita yang jelas seperti aku yang masih menunggumu dengan bengong.

***

“Haloooooo,” suara cewek terdengar jelas tertangkap pendengaranku dan membuatku menolehkan kepala yang sudah hampir kaku ini kesisi empunya.
Kamu berdiri disebelahku dengan senyum riang dan poni rambut menutupi sebagian sisi keningmu.
“Hi Fi,” sahutku sambil membalas senyummu dengan senyum lebarku yang konon cukup  mempesona.
“Sorry telat Suen, maciatttttt banget. Eh aku beli minum dulu yah.” Timpalmu sembari segera melenggang ke kasir tanpa menunggu jawabanku.

***

Kamu dan segelas Ice Caramel Macchiato, tidak lama kemudian telah menjadi pemandangan didepan mataku. Matamu bersinar-sinar ceria menceritakan perjalananmu, kabar teman-temanmu yang juga sempat kukenal, tertawa memborbadirku dengan pertanyaan seputar kabarku dan kamu pun bercerita tentang cinta barumu.
Oh jadi itu yang membawa kamu kembali ke kota ruwet nan ngangenin ini. Dia juga yang ternyata membuatmu ingin meninggalkan kota yang dulu ceritanya sulit kamu tinggalkan meski berakhir happy ending.

***

Walah kamu masih saja bercerita dan bertutur semua yang ada dalam kepala lucu itu dan cappuccinoku sudah berkurang lagi sementara asap rokok masih meliuk-liuk lenggak-lenggok bak penari tanpa cita-cita.

***

Duh aku sih ga terlalu dengar semua cerita dan celotehmu. “Dudududu dudidam dudidam jreng jreng”, dendangku dalam hati.

***

“Iya kebetulan dia ada ketemu client deket sini haha.” Imbuhmu, menutup cerita tentang dia sang musim semimu yang baru.

***

Hm musim semimu baru yah. Ah dulu, akulah musim semimu. Akulah yang mampu membuatmu tertawa, akulah yang bisa meronai pipimu dengan semburat merah sipu malumu. Laki-laki dengan segelas cappuccino yang hanya terisi separuhnya inilah yang bisa bikin kamu gemas dan memuja. Laki-laki dengan liuk-liuk asap rokok inilah yang bisa bikin kamu kehilangan kata-kata dalam nafas pendek-pendekmu, saat bibirnya melumat dalam bibir mungilmu.
Nama musim semiku yang kamu serukan tertahan saat kamu menanjaki dan ada dipuncak gesekan tubuh ini. Nama musim semiku yang kamu erangkan dengan ketidaksabaran saat peluhmu bercampur dengan peluhku.
Bentuk inilah yang kamu desahkan manja berulang, berulang dan berulang.

***

Dulu, ah dulu kamu inginkan musim hanyalah semi tidak tergantikan dengan yang lain dan musim dingin itu pun datang saat kamu hanya bisa meneteskan air mata saat bentukku tidak lagi untukmu. Dalam musim dingin yang panjang percikan-percikan bunga es ibaratnya hiasan-hiasan bola kaca pada pohon terang dan … mati.
Dalam sedihmu yang lama, aku tahu dan tidak akan berharap akan senyummu lagi untuk laki-laki dengan cappuccino yang terisi seperempat gelas dan liuk asap rokok.

***

Disini aku kembali menikmati senyummu dan kerling matamu yang riang.

***

“Eh dia udah selesai ketemu client-nya. Yakin nih ga mau gabung ama kami?” tanya Fi.
“Ga ah Fi, ntar jadi kambing congek aku.” Jawabku dengan raut muka mengrenyit (bayanganku) lucu.
“Iya deh, ntar kalau aku sudah pindah Jakarta lagi, kudu jalan bareng yah Suen.” Kata Fi, sembari berdiri.
“Mam yes mam.” Jawabku sambil menghormat.
“Haha… bye Suen, see you when I see you.” Tutup Fi.
“Bye Fi, I see you when I see you.” Desahku perlahan sambil menatap Fi menjauh.

Masih sintal dan cantik si Fi ini dan kutangkap tolehannya sekali lagi untuk laki-laki dengan cappuccino yang terisi seperempat gelas dan liuk asap rokok.

Ah bahagia rasanya ketika Fi menemukan cinta barunya. Semoga dia bisa membuatmu bahagia Fi, seperti laki-laki dengan cappuccino yang terisi seperempat gelas dan liuk asap rokok ini membahagiakanmu dulu, dulu sekali.

***

Bunyi ping kecil mengalihkan pikiranku dan kubaca sebaris pesan singkat.

Kuhisap rokok yang tinggal segaris itu dan kuteguk habis cappuccino yang sudah dingin ini, berdiri dan meninggalkan café cozy nan cool ini.

Yak saatnya setor muka dan tubuh ke musim semi nomor tujuhku. Musim semi yang dihujat dari segala penjuru dan digenitin oleh sesama pemilik musim semi yang sama.

2 comments:

  1. Baca 2 kali,eh 3 kali... (Lagi mencari makna kata yang terselubung nih) keyeeen sih. Ga bs langsung ketebak. Wakakakak...(Numpang ngakak yah) secara aku kl baca sering gampang nebaknya. Lah ini,masa kudu 2 x baca #merasagagaljadipembaca

    ReplyDelete
    Replies
    1. kya dikomen ama penulis Heitz
      thank you sudah mampir :*

      Delete