Duh kerjaan ini semakin lama semakin bertumpuk-tumpuk seolah tak ada
habisnya.
“Anak ayam turun seratus, mati satu tumbuh seribu, jadi seribu sembilan
puluh sembilan”, dendangku ngaco, sambil terus memeriksa dokumen-dokumen
perjanjian kerja yang membentuk bukit-bukit kecil di meja kerja sampingku.
Secangkir kopi tidak lupa menemaniku dalam lembur hari ini, SENIN bro
SENIN INI!
Kutarik nafas, mendesah panjang sembari kutarik satu bundel lagi dan
tanpa sadar aku mendesah semakin panjang takala kubaca sepotong post it dengan
tulisan “Pak, ini urgent” dengan gambar smiley face mengakhiri pesan singkat
itu.
Ah work hard play hard lah, dengan load kerja seperti ini, aku harus
ikut lagi acara Boys Night Out, Jumat ini. Hahaha pikiranku sejenak menjadi
berseri mengingat acara yang digagas oleh salah seorang teman di kantor. Boys
only with beer, cigarette and random topic buat diomongin ngalor-ngidul, yang
ga auh dari cewek tentunya.
SEMANGAT, batinku sambil secara tak sadar mengangkat kedua tangan ini
dengan jari tergenggam dan bunyi ping kecil mengalihkan pikiranku.
“Suennnn weekend ini aku ke Jakarta haha, kosongkan jadwal hari Sabtu
siang dan kamu harus temuin aku nanti yah”, bunyi pesan darimu dan segera
kubalas, “SIAPPPPPPPP.”
Lha sudah lama juga ga nongkrong di sini dan ternyata sudah direnovasi.
Hm… bagus nih hasil renovasinya, nih café jadi lebih cozy and cool abies.
“Hot cappuccino venti buat Kak Swen,” seru barista.
Huh apaan sih, why ga ada barista yang bisa ngeja namaku dengan benar!
Swan Swen Swan Swen, dikira aku penari Swan Lake apa, gerutuku dalam hati.
Mana dia kok belum nongol, bah ngaret nih.
***
Asap rokok ini bermain-main didepan mukaku, meliuk-liuk tanpa cita-cita
yang jelas seperti aku yang masih menunggumu dengan bengong.
***
“Haloooooo,” suara cewek terdengar jelas tertangkap pendengaranku dan
membuatku menolehkan kepala yang sudah hampir kaku ini kesisi empunya.
Kamu berdiri disebelahku dengan senyum riang dan poni rambut menutupi
sebagian sisi keningmu.
“Hi Fi,” sahutku sambil membalas senyummu dengan senyum lebarku yang
konon cukup mempesona.
“Sorry telat Suen, maciatttttt banget. Eh aku beli minum dulu yah.”
Timpalmu sembari segera melenggang ke kasir tanpa menunggu jawabanku.
***
Kamu dan segelas Ice Caramel Macchiato, tidak lama kemudian telah
menjadi pemandangan didepan mataku. Matamu bersinar-sinar ceria menceritakan
perjalananmu, kabar teman-temanmu yang juga sempat kukenal, tertawa
memborbadirku dengan pertanyaan seputar kabarku dan kamu pun bercerita tentang
cinta barumu.
Oh jadi itu yang membawa kamu kembali ke kota ruwet nan ngangenin ini. Dia juga yang ternyata membuatmu ingin meninggalkan kota
yang dulu ceritanya sulit kamu tinggalkan meski berakhir happy ending.
***
Walah kamu masih saja bercerita dan bertutur semua yang ada dalam kepala
lucu itu dan cappuccinoku sudah berkurang lagi sementara asap rokok masih
meliuk-liuk lenggak-lenggok bak penari tanpa cita-cita.
***
Duh aku sih ga terlalu dengar semua cerita dan celotehmu. “Dudududu
dudidam dudidam jreng jreng”, dendangku dalam hati.
***
“Iya kebetulan dia ada ketemu client deket sini haha.” Imbuhmu, menutup
cerita tentang dia sang musim semimu yang baru.
***
Hm musim semimu baru yah. Ah dulu, akulah musim semimu. Akulah yang
mampu membuatmu tertawa, akulah yang bisa meronai pipimu dengan semburat merah
sipu malumu. Laki-laki dengan segelas cappuccino yang hanya terisi separuhnya
inilah yang bisa bikin kamu gemas dan memuja. Laki-laki dengan liuk-liuk asap
rokok inilah yang bisa bikin kamu kehilangan kata-kata dalam nafas
pendek-pendekmu, saat bibirnya melumat dalam bibir mungilmu.
Nama musim semiku yang kamu serukan tertahan saat kamu menanjaki dan ada
dipuncak gesekan tubuh ini. Nama musim semiku yang kamu erangkan dengan
ketidaksabaran saat peluhmu bercampur dengan peluhku.
Bentuk inilah yang kamu desahkan manja berulang, berulang dan berulang.
***
Dulu, ah dulu kamu inginkan musim hanyalah semi tidak tergantikan dengan
yang lain dan musim dingin itu pun datang saat kamu hanya bisa meneteskan air
mata saat bentukku tidak lagi untukmu. Dalam musim dingin yang panjang
percikan-percikan bunga es ibaratnya hiasan-hiasan bola kaca pada pohon terang
dan … mati.
Dalam sedihmu yang lama, aku tahu dan tidak akan berharap akan senyummu
lagi untuk laki-laki dengan cappuccino yang terisi seperempat gelas dan liuk
asap rokok.
***
Disini aku kembali menikmati senyummu dan kerling matamu yang riang.
***
“Eh dia udah selesai ketemu client-nya. Yakin nih ga mau gabung ama
kami?” tanya Fi.
“Ga ah Fi, ntar jadi kambing congek aku.” Jawabku dengan raut muka
mengrenyit (bayanganku) lucu.
“Iya deh, ntar kalau aku sudah pindah Jakarta lagi, kudu jalan bareng
yah Suen.” Kata Fi, sembari berdiri.
“Mam yes mam.” Jawabku sambil menghormat.
“Haha… bye Suen, see you when I see you.” Tutup Fi.
“Bye Fi, I see you when I see you.” Desahku perlahan sambil menatap Fi menjauh.
Masih sintal dan cantik si Fi ini dan kutangkap tolehannya sekali lagi
untuk laki-laki dengan cappuccino yang terisi seperempat gelas dan liuk asap
rokok.
Ah bahagia rasanya ketika Fi menemukan cinta barunya. Semoga dia bisa
membuatmu bahagia Fi, seperti laki-laki dengan cappuccino yang terisi
seperempat gelas dan liuk asap rokok ini membahagiakanmu dulu, dulu sekali.
***
Bunyi ping kecil mengalihkan pikiranku dan kubaca sebaris pesan singkat.
Kuhisap rokok yang tinggal segaris itu dan kuteguk habis cappuccino yang
sudah dingin ini, berdiri dan meninggalkan café cozy nan cool ini.
Yak saatnya setor muka dan tubuh ke musim semi nomor tujuhku. Musim semi
yang dihujat dari segala penjuru dan digenitin oleh sesama pemilik musim semi
yang sama.
Baca 2 kali,eh 3 kali... (Lagi mencari makna kata yang terselubung nih) keyeeen sih. Ga bs langsung ketebak. Wakakakak...(Numpang ngakak yah) secara aku kl baca sering gampang nebaknya. Lah ini,masa kudu 2 x baca #merasagagaljadipembaca
ReplyDeletekya dikomen ama penulis Heitz
Deletethank you sudah mampir :*