30 Januari
2013 petang hari,
Berdiri di
teras rumah dan menikmati semilir angin yang menghempas menari kecil di kulit
telanjang saya.Segurat senyum nampaknya sering melipir ke wajah saya minggu ini, setelah kerut-kerut di wajah,
akhir-akhir ini seperti sudah paten saja.Weekend
ini saya akan do traveling! kemana?
yang dekat saja ke Bali. Meski hanya semalam, weekend getaway ini jelasnya sangat saya tunggu-tunggu dengan
gembira, pasalnya kegiatan traveling
yang saya gandrungi terpaksa harus terhenti dulu karena saya memutuskan untuk
pindah tempat kerja dan anak baru mana bisa cuti. Meski baru dua bulan lebih
saya cuti traveling tapi seolah sudah
lama banget absen, apalagi hampir setiap hari racun-racun destinasi dan promo ticket disuntikkan dalam pikiran
saya oleh oknum-oknum tertentu (oh I’m
sure you know who you are, love you and hate you guys).
Weekend getaway ke Bali, saya rasa saat
ini sudah cukup untuk menambal kerinduan saya akan traveling dan yang membuat lebih fun adalah karena saya tidak sendiri tapi ditemani oleh beberapa
teman-teman traveling.
02 Februari
2013,
“Woy, ini
belok mana? Kanan atau kiri?” pertanyaan ini yang sering sekali saya tanyakan
kepada teman-teman saya, yang kadang dijawab dengan pasti tetapi kadang juga dengan
keraguan, bahkan terjawab dengan diam haha.
3 orang plus
3 orang dengan tema GET LOST in Bali
(Area Kuta, Denpasar, Sanur).
“…” andaikan
ada reaksi ini atau “jadi makannya gimana?” andaikan ada pertanyaan ini, maka
jawabannya adalah dengan jurus kolaborasi haha. Sambil menikmati nasi babi guling
Bu Chandra yang melegenda, kami mencuil potongan besar dari nikmatnya (seriusan
nikmat banget) ikan goreng yang terpoles dengan sambal khas Mak Beng dan
sesekali si sendok melenceng ke mangkuk sop ikan dan menyeruput segar gurihnya
kuah sop ikan.
Note:
Kami
menyewa mobil selama weekend getaway dengan sistem lepas kunci dengan harga Rp
175.000 per hari untuk jenis Toyota Avanza dan dapat antar jemput mobil ke/dari
Ngurah Rai International Airport.
Harga
seporsi nasi babi guling Bu Chandra terakhir ini adalah Rp 30.000,- (lengkap)
ada juga dijual paket murah seharga Rp 8.000,- sebungkus.
Harga
seporsi nasi, ikan goreng dan sop ikan di Warung Mak Beng adalah Rp 34.000,-
(porsi ikan jumbo nih bisa untuk sharing berdua, jadi tinggal tambah nasi putih
satu haha).Jam ideal makan di Warung Mak Beng adalah around 11 am.
Kami
bawa bungkusan Bu Chandra ke Mak Beng, karena teman ada yang tidak makan babi
sehingga kami putuskan santap bareng di Mak Beng.
Dengan perut
penuh dan helaan puas, kami memutuskan untuk menurunkan beban di tenggorokan
dengan berjalan-jalan santai di Pantai Sanur yang saat itu benar-benar sedang
duet dengan sinar matahari yang menyengat. Tak lama kami habiskan waktu di
Pantai Sanur karena memang niatnya ke sana cuma untuk ke Warung Mak Beng.
So perjalanan
dari Sanur ke Kuta kami tempuh dengan garis besar yang sama seperti perjalanan
dari airport ke Sanur, yaitu penuh dengan pertanyaan dan nyasar *sigh*. Dengan
sedikit perjuangan, muka badak untuk sering bertanya, dan tebar senyum sana
sini, kami pun tiba di Jalan Legian untuk check in ke Hotel.
Hotel yang
lebih tepatnya adalah hostel ini terletak di district turis kere (baca: budgethostel haha) yang kondang yaitu Poppies. Dengan kondisi
seadanya, kipas angin, kasur sepon, kamar mandi yang cukup memprihatinkan, maka
kami bisa memperoleh harga Rp 70.000,- per malam untuk satu orang satu kamar
dan Rp 100.000,- per malam untuk dua orang satu kamar. Yah sudahlah, toh saya
hanya akan memakai kamar ini sekejab saja. Dipikir-pikir sayang juga sewa kamar
mahal tapi dipakai hanya less than 6 hour.
Sehabis
mandi kami segera bertolak ke Discovery Mall untuk menghabiskan sebagian waktu senja
yang masih terang benderang itu di pantai belakang mall tersebut sambil nyeruput pearl milk tea dingin. Dua
orang teman bahkan sempet bermain air di pantai tersebut sebelum waktunya untuk
melipir kembali ke airport guna menjemput teman yang datang
paling akhir.
Beranjak
dari airport, kami melongok sebentar
ke salah satu toko pusat oleh-oleh terbesar di Bali. Ribuan items dari makanan, pakaian, souvenir, sampai dengan lukisan dijual
disana. Praktis karena kami bisa mendapatkan barang-barang dengan harga
murahterjangkau (major relatively) tanpa
harus repot-repot melakukan tawar-menawar.Tetapi personally belanja souvenir
dan oleh-oleh di toko besar ini sungguh membosankan (feel-nya ga masuk gitu) dengan pelayanan yang buruk!
Next stop is Rumah Makan Plengkung.
Rumah Makan
yang terletak tak jauh dari Toko Joger ini menyajikan makanan khas Jawa (ada
sih plecing kangkung).Nikmat sekali, apalagi sambelnya lumayan nampol bagi saya, penggemar masakan
pedas.Pelayanan ramah dengan suasana rumah makan yang okay.
Perut
kenyang hati senang (lawas), kami
putuskan untuk kembali ke hotel dan menghabiskan malam itu dengan
berjalan-jalan santai dari Poppies ke Kuta, menikmati malam minggu dengan
santai di Beachwalk dan berlanjut (sedikit galau) ke Pantai Kuta menatap
(nanar) kearah bintang-bintang kecil di langit kelabu, yang masih terlihat satu
atau dua, sementara sang bulan seolah malu untuk show off.
Berbagi
cerita, berbagi canda dan berbagi kebahagian dengan kawan lama dan baru, for sure malam minggu di Kuta Bali ini
menjadi salah satu malam minggu yang paling awesome.
03 Februari
2013,
“Bangun
oey…” *bbm* “woy udah bangun belom?”
*bbm* “cepetan, udah jam berapa nih?”
dan dengan perlahan kepala-kepala yang masih sedikit dibayangi aura kantuk
mulai terkumpul di lobby hostel.
SET and GO! 6 orang menuju ke Sanur kembali
untuk bertemu dengan 2 orang lagi dan segera menuju ke Ubud #yeehaw.
Perjalanan
ke Ubud kami lalui dengan cepat dan thanks
untuk jalan tol baru yang membuat kami mencapai perbatasan Ubud dari Sanur
hanya dalam (kurang lebih) 30 menit saja.
Sempat bingung
sebentar di Ubud dan mobil kami pun terparkir dengan tenang di sepanjang jalan
deretan Nasi Babi Guling Bu Oka yang terkenal itu. Kurang lebih pukul 10 pagi,
kami mulai berjalan memasuki Puri Ubud yang terbuka dengan cukup banyak
anak-anak putra dan putri yang sedang rehat pada latihan tari mereka. Sungguh
senang melihat generasi muda masih mau dan diwarisi dengan baik akan adat serta
budaya, sehingga tidak hilang tertimbun modernisasi.
Sejenak
melongok sana sini di area Puri Ubud yang terbuka untuk umum, sebelum kami
lanjutkan langkah bayangan ini masuk ke dalam Pasar Seni Ubud, yang personally merupakan salah satu tempat favorite saya di Bali.Begitu banyak
ragam budaya yang ditawarkan di dalamnya, dari souvenir biasa, baju, lukisan, patung sampai dengan topeng-topeng
eksotik dan barang-barang unik lainnya.Sungguh surga bagi saya haha.
Tak luput
dari jepretan camera kami, adalah
area sembayang yang selalu ada untuk berdoa dengan “sesajenan” yang biasa
disebut canangsebagai alat
penyampaian doa, seperti dupa pada agama Buddha. Seolah-olah tak pernah
berhenti orang berdoa datang silih berganti dengan segunung kecil canang di tangan sebagai perwujudan rasa
bersyukur yang biasa dilakukan 2 kali dalam sehari.
Matahari
perlahan dan pasti bergerak ke titik tengah langit biru dan kami putuskan untuk
melipir sebentar ke Ceking yang terkenal dengan sawah teraseringnya.Ambil mobil
dan cus ke Ceking dengan waktu tempuh kurang lebih 30 menit dari Pasar Seni
Ubud.
Note:
Eh…
saya kembali menyempatkan diri bungkus Babi Guling Bu Oka yang heits abies
dengan harga yang heits abies juga haha. Seporsi Babi Guling Bu Oka dibandrol
dengan harga Rp 44.000,- dan jika pakai nasi kurang lebih menjadi Rp 50.000,-
seporsinya.
Kenapa
saya beli lagi?Karena kali ini saya mau apple to apple dengan Bu Chandra dan
bagi saya tetap jawaranya adalah Bu Chandra, dimana variance isi dan
bumbu-bumbuannya lebih mantap dan lebih berani dibanding Bu Oka. Ditambah lagi
Bu Chandra juga lebih okay di bagian kulit babi yang benar-benar tidak berasa
lemaknya. Well ini masalah selera sih.
Wilayah
Ceking yang cukup kecil memang cukup memukau dengan keindahan sawah terasering dan hawanya yang sejuk.Di atas jalan banyak sekali kami
temui bistro-bistro unyu yang bisa buat nongkrong lucu sambil menikmati alam
hijau dan sejuk.
Sayangnya
waktu kami tidak banyak dan belum puas kami mereguk pemandangan ijo royo-royo tersebut dan hujan pun
mulai turun dengan derasnya (bukan teks lagu), sehingga kami putuskan untuk
turun kembali ke Ubud dan makan siang. Perjalanan kembali ke Ubud untuk makan
siang sedikit tersendat karena beberapa dari kami memutuskan untuk singgah dan
berburu Dream Cacther yang katanya
lagi happening. Yang membikin saya bingung kenapa ornament lingkaran dan bulu ini bisa kondang (konon katanya) dan
banyak dicari di Bali, jika asalnya sebenarnya adalah dari Suku Indian - Benua
Amerika, yang menciptakannya dengan tujuan menjaring mimpi-mimpi yang tidak
baik. Well… apapun itu karena bentuknya yang menarik saya jadi ikut tertarik
untuk membeli satu yang ukurannya sedang dengan harga Rp 15.000,- saja. Dream Catcher juga ditawarkan dalam
bentuk kalung, anting dan dari ukuran mini hingga ukuran yang gede banget kayak
tampah dengan variance harga yang beragam juga tentunya.
Menu makan
siang kami adalah Nasi Kedewatan Bu Mangku (halal) yang sebenarnya mirip dengan
nasi abi guling tetapi dengan bahan halal yaitu ayam dan tentu saja ikan utuk
sate lilitnya. ENAK! Bikin nagih dan tentu maunya nambah mulu meski satu porsi
nasi kedewatan disajikan dalam porsi yang cukup besar.
Note:
Satu
porsi nasi kedewatan campur dibandrol dengan harga hanya Rp 17.000,- murah
meriah kan! Nasi Kedewatan Bu Mangku (dalam perjalanan ditemui beberapa warung
yang menawarkan nasi kedewatan) dapat
ditemui dengan arahan: dari Bu Oka belok ke kanan kearah Nuri’s Pork Ribs,
lurus terus hingga ada Tugu di pertigaan dan ambil ke kanan lagi, nanti Bu
Mangkunya ada di sebelah kanan jalan.
Lepas rehat leyeh-leyeh sebentar di Bu Mangku yang
tempatnya wokay banget buat nge-lunchawesome,
kami dengan berat hati harus kembali ke Denpasar karena saya dan seorang teman
lain harus kembali ke Jakarta di malam yang sama pula.
Sore hari di
Pantai Kuta lagi,
Lho kok ga
jadi balik? Jadi sih tapi masih sempat leha-leha bentaran di Flapjack Bistro
karena pesawat kami di reschedule 1
jam lebih lama. Baru sekali ini dapat kabar delay ga ngomel haha.
Tapi pada
saatnya kami pun harus berpisah dengan teman-teman yang masih akan melanjutkan
jalan-jalan hore di Bali dan melaju kembali ke Ngurah Rai International Airport
dan bersiap-siap terbang kembali ke ibukota.
Bukan weekend getaway yang penuh dengan cerita
ala turis, bukan weekend getaway yang
ter-itinerary dengan baik, bukan weekend getaway yang dibayangi dengan
budget.
It was just weekend getaway, nothing
fancy, nothing serious and it was all about nyantai, doingapa saja yang kita mau dan suka. It was a quick getaway but for sure it was a great getaway.
Woi, foto pesertanya kurang jelas. Ada yang terang, ada yang gelap gelapan. Wahaha. Lumayan tulisan ini buat referensi buat yang mau buma.
ReplyDeleteiya mangap masih belum paham photography low light :')
Deletebtw buma apaan sik?
boelan madoe
Deletekok "drama" selama 4 jam di Bandara Ngurah Rai gak diceritain Har? wkkkkk
ReplyDeletemasih banyak drama2 lainnya :)) but anyway, nice touch om. dream catchernya masih disimpen kan? hahahaha.
DeleteHardi: eh iya, ga gue masukin tuh drama citilink haha. bingung ceritanya mo gimana X)
DeleteEmmil: iya singkat aje nih ceritanya muahahaha and masih lah gue gantung depan kamar DC nya
thanks for coming guys
Uwuwuwuwuuuuu ~
ReplyDelete