Monday, September 14, 2020

It's Time for JAPAN - The story in 2020

 

Instagram @harry_mdj

Where do I start? It’s JAPAN! One of the most wanted destinations in Asia for the past few years. “Have you been to Japan?”, “You have to go to Japan, Har!”, “You will love Japan! I know you”, “One time is not enough for Japan.”

So when a good friend of mine asked me to join him for Japan, I said “Count me in, bud!”

And here we go, months later, in Japan.

Kali ini, dikarenakan kesibukan ala-ala, dari moving for good from Republik Tangerang tercinta ke Bali. Plus penyesuaian jam kerja hingga budaya kerja dan industry serta bisnis yang berbeda dari yang biasa gue tangani di Tangerang, maka gue akan merangkum 2 kali kunjungan gue ke Jepang. Bulan Mei 2019 dan Bulan Februari 2020. Yes! One time is not enough!

Bukan sok sibuk tapi emang sibuk banget.

Note: semua catatan bisa saja tidak valid setelah masa waktu tertentu. Catatan ini murni pada apa yang terjadi saat hari kunjungan gue.

***

Prolog

2020

Tahun 2020 ini gue terbang dengan maskapai Japan Airlines. Harganya cukup murah bagi rute direct dan untuk sekelas full board airlines. Rute yang kami ambil adalah Jakarta (Soekarno Hatta) – Tokyo (Narita) – Jakarta.

JEPANG 2020

Hari 1 – 2020 (Bali – Jakarta)

Pukul 13:20 WITA gue (sendiran banget) terbang dari bali ke Jakarta dan tiba sekitar pukul 15:00 WIB (delay dikit). After that? Gue muter-muter dari terminal 2 dan terminal 3 Soekarno Hatta International Airport (untuk JAL tidak bisa web check in dan counter baru buka 3 jam sebelum jadwal terbang). Pukul 21:25 WIB gue dan 1 orang teman (janjian ketemuan di Jakarta) terbang deh ke Tokyo.

Hari 2 – 2020 (Tokyo – Osaka)

06:10 Waktu Setempat, landing juga di Narita International Airport. After that, standard activities: ke toilet, aktifin wireless modem JavaMifi, antri imigrasi, ambil bagasi, bingung bentaran, nanya sini situ, akhirnya turun ke lantai bawah untuk tukar JR Pass.

Tips: siapin bukti pembelian JR Pass, antri sambil isi formulir singkat dari petugas yang jaga dan dapat deh JP Pass-nya dan bisa langsung digunakan (sesuai tanggal pengaktifan yang kita kehendaki).

Setelah mengantri sebentar di Shinkansen Counter, kami pun melaju ke Shinagawa dan berganti Shinkansen menuju ke kota destinasi pertama kami yaitu Osaka.

Tujuan pertama setiba di Osaka adalah AirBnb Hotel – Takuto Stay Osaka Uehommachi (Tanimachi 9-chome - exit 7), tapi berhubung belum juga jam 15:00 (waktu check in di Jepang rata-rata pukul 15:00), maka kami putuskan untuk makan siang dang ngopi-ngopi dulu sambil melepas penat dan lapar. Untungnya dekat lokasi ada beberapa resto dan coffee shop. Jadi dari tempat nongki ke Takuto hanya tinggal menyeberang jalan kecil.

Done check in dan refreshment, kami siap menjelajah Osaka dengan waktu yang tersisa hari itu. Berbekal Osaka Pass yang kami beli untuk masa 2 hari, Umeda Sky Building (Umeda/Osaka Station) adalah pilihan utama kami.

Umeda Sky Building adalah commercial building yang mempunyai area roof top terbuka. Very popular baik utuk turis maupun local ketika ingin menikmati sunset di Osaka.

Fun Facts: gedungnya bersebelahan dengan gedung menuju ke Koji Kinutani Tenku Art Museum (tiket masuk tercover Osaka Pass).

Tips: jam kedatangan perlu diperhatikan ketika menggunakan Osaka Pass, jangan datang mepet sunset time karena Osaka Pass hanya berlaku hingga jam tertentu (lewat dari jam tersebut meski masih buka maka OsakaPass tidak berlaku). Tetapi durasi kalau sudah masuk, unlimited time hingga area tersebut tutup untuk pengunjung.

Yang takut ketinggian mungkin butuh bawa teman supaya ga terlalu nervous saat menaiki escalator yang menghubungkan 2 gedung dengan pemandangan clear ke lebih dari 100 meter ke bawah. Tetap lihat ke atas, jangan kepo lihat-lihat ke bawah yah.

Sunset dari Umeda Sky Building

Twilight over Osaka

Night View from Umeda Sky Building

Dari Umeda Sky Building, kami memutuskan untuk menghabiskan petang itu di Dotonbori/Dontonbori (Kintetsu Nippombashi/Namba/Nihombashi 1 Chome Station). Apa yang kami lakukan di Dotonbori? Of course foto di Glico Sign! Selain itu juga jajal salah satu penganan khas Jepang yang berasal dari area Dotonbori yaitu Okonomiyaki.

Fun Facts: Okonomiyaki konon berasal dari Dotonbori dan area tersebut menjadi sangat popular akan penganan khas tersebut. Salah satu jembatan yang berada di atas Dotonbori River, tepat tempat biasanya turis mengambil foto diri dengan Glico Sign as background, mempunyai ornament hiasan yang dibuat sesuai dengan bentuk spatula yang biasa digunakan untuk memotong Okonomiyaki.  

Jika beli Osaka Pass dan ga punya preference specific di area Dotonbori, maka gue saranin ikutan Japan Nite Walk Tour (biayanya covered by Osaka Pass). Tour ini kurang dari 45 menit dan dipandu oleh Local Japanese, yang isinya lebih banyak rekomendasi tempat makan di area Dotonbori (bukan endorse, tetapi lebih ke selera pribadi tour guide-nya). Beberapa cerita sederhana dan fun facts about Dotonbori juga tentunya ada disampaikan oleh guide-nya.

Hari 3 – 2020 (Osaka)

Pagi ini kami buka dengan sarapan di Yoshinoya di dekat Osaka Castle (Tanimachiyonchome Station), sebelum melangkah ke salah satu iconic castle di Jepang. Kembali berbekal Osaka Pass, maka kami tidak perlu antri membeli tiket dan langsung menunjukkan pass ke petugas di entrance gate castle. Saat memasuki bangunan utama, maka antrian akan terbagi menjadi 2, yaitu elevator dan stairs. Trust me! Pilih antrian elevator. Meski panjang tetapi antriannya cepat bergerak kok, dan elevator membawa kami ke lantai atas (lupa nomor lantainya) dan dilanjutkan dengan tangga biasa untuk ke titik tertinggi dari Osaka Castle. Setelahnya untuk turun kami harus menggunakan tangga biasa per lantai hingga ke lantai dasar. Di setiap lantai terdapat museum baik menampilkan barang-barang kuno peninggalan jaman shogun maupun modern digital museum. Tetapi pada dasarnya Osaka Castle adalah museum modern dan tidak menyisakan scene asli dari castle itu sendiri pada masanya.

Tips: perhatikan di beberapa lantai pengunjung dilarang mengambil foto.

Cukup lama kami habiskan waktu di Osaka Castle dan setelahnya (masih di area yang sama), kami sempat berteduh dari hujan lebat di gedung commercial di sebelah castle. Gedung tersebut lebih bergaya eropa dan memiliki beberapa restoran dan coffee shop serta beberapa toko oleh-oleh dan kebutuhan sehari-hari.

Fun Facts: di gedung ini pula ada museum sulap yang bisa dimasuki dengan akses Osaka Pass. Museum-nya lumayan menghibur tetapi tidak dengan pertunjukkan sulapnya karena sulap amatir standard banget (bayar lagi!).


Tempat ke 2 yang kami kunjungi terletak tak jauh dari Osaka Castle, hanya berjalan kurang dari 500 meter saja dari gerbang depan Osaka Castle, yaitu Osaka History Museum.

Osaka History Museum terletak di beberapa lantai pada sebuah gedung highrise. Konsepnya tetap modern museum, tetapi lebih menampilkan sejarah dan budaya Jepang secara general. Sangat menarik, bagus, nyaman dan menghibur lho museum-nya. Recommended untuk dikunjungi.


Museumnya ada di building ini

Penghabisan petang hingga malam ke 3, kami berkeliaran di Dotonbori (Kintetsu Nippombashi/Namba/Nihombashi 1 Chome Station). Kembali berbekal Osaka Pass, kami join dengan Dotonbori River Cruise dan Japan Nite Walk Tour.

River Cruise ini tidak memakan waktu lama dan sebenarnya hanya menyusuri Sungai Dotonbori. Cukup menghibur. Tetapi sangat tidak gue sarankan jika curah hujan tinggi, karena cruise ship-nya tanpa atap. Ada beberapa pilihan sih sebenarnya, karena Osaka Pass cover cruise ship dari yang termurah sampai dengan yang cukup mahal.


Japan Nite Walk Tour ini cukup gue sarankan jika kita tidak punya preferensi apa pun di Dotonbori, karena tournya lebih banyak ke rekomendasi tempat makan di Dotonbori. Tour dalam Bahasa Inggris (cukup bagus Bahasa-nya) dan di-guide oleh satu orang dan dengan berjalan kaki di area Dotonbori.

Hari 4 – 2020 (Osaka – Kyoto – Osaka)

Hari ini kami akan menjelajah ke Kyoto (tidak menginap). Dengan menggunakan Shinkansen, kami mencapai Kyoto dengan mudah, cepat dan nyaman.

First stop in Kyoto adalah Fushimi Inari Taisha Shrine (Fushimi Inari/Inari Station). Kuil Shinto ini sangat terkenal dengan ribuan torii (Japanese red holy gate) yang sangat indah. Gue sendiri dulu mengetahui kuil ini dari film Memoir of Geisha, dimana Zang Ziyi (Chiyo kecil) berlari melintasi lorong-lorong torii. Kuil ini sangat ramai dikunjungi turis dan warga local yang ingin beribadah. Di area luar Fushimi juga terdapat beberapa tenda-tenda menjual penganan-penganan street food sedap yang bisa kita nikmati sambil berjalan menyusuri pertokoan yang berderet di sepanjang jalan area luar Fushimi. Semakin menjauhi Fushimi (tetapi masih di area yang sama) akan semakin banyak kita temui toko-toko oleh-oleh/pernak pernik, toko-toko roti/kue/cemilan dan restoran yang menarik untuk dicoba.

Tips: Hendaknya kita mematuhi aturan-aturan dalam berkunjung ke kuil dan mengenakan baju yang sopan. Jangan lupa dalam mengambil foto agar menghargai dan menjaga privacy umat yang datang buat berdoa.

Fun Facts: tidak ada admission fee untuk memasuki Fushimi Inari.


2x ke Fushimi Inari, selalu belanja di sini. Bagus-bagus souvenirs-nya.

Second stop adalah Arashiyama Bambo Forest (Saga-Arashiyama Station). Tempat ini adalah salah satu dari tempat yang “harus” dikunjungi while you were in Kyoto (selain Fushimi Inari dan Gion District). Terdiri dari labirin lorong-lorong yang membelah-belah hutan bamboo yang tingginya puluhan meter menjulang ke atas. Kunjungan tahun ini gue ga terlalu banyak menghabiskan waktu menyusuri lorong-lorong bamboo. Melainkan lebih meng-explore taman dan sungai serta kota kecil yang ada di area Arashimaya. Terdapat taman-taman luas dan sungai besar yang indah di sisi lain Arashimaya. Daerah sungai juga banyak terdapat restoran-restoran dan toko-toko oleh-oleh/pernak Pernik, dan lain-lain. Salah satunya adalah Percetage Arabica Coffee. Yes! Salah satu coffee shop yang lately sangat happening di Jepang, Singapore dan konon akan segera buka di Bali dan Jakarta untuk Indonesia. Kopinya memang enak (well at least based on my personal taste) dan antriannya memang panjang, dengan harga start dari 400Yen.

Fun Facts: tidak ada admission fee untuk measuki Arashimaya.

Kalo males jalan kaki bisa pakai "becak" Jepang


Sisi river di Arashimaya Bamboo Forest

Minum KOpi % Arabica-nya di sini

Di area pertokoan yang cukup padat, kami pun singgah ke Tenryu-Ji Temple dan dengan membayar 800 Yen, kami memperoleh 2 tiket untuk temple dan untuk taman (pintu masuknya bersebelahan tetapi berbeda). Temple-nya sendiri sangat khas Jepang yang terdiri dari ruangan-ruangan kosong ber-tatami (alas lantai khas Jepang) dengan sedikit sekali ornament. Sedangkan taman-nya indah dan enjoyable untuk disusuri.

Tips: jika tidak suka arsitektur bangunan Jepang kuno, maka gue saranin beli tiket untuk tamannya saja.



Bukan pohon sakura tapi pohon plum


Dari Arashimaya, kami bergerak ke Gion District (Gion-Shijo Station). Sebuah jalanan kecil (khusus pejalan kaki) disamping sebuah sungai besar yang membelah Kyoto, dengan ratusan restoran. Apa yang membuat Gion menarik? Dulunya Gion District ini sangat terkenal dengan Geisha-Geisha-nya. Hingga saat ini beberapa restoran tersebut masih memperkerjakan geisha. Dan jika kita beruntung, kadang kita bisa berpapasan dengan real Geisha. Gue cukup beruntung pernah berpapasan dengan seorang Geisha pada saat kunjungan gue ke Gion tahun 2019 lalu.


Nah ini baru pohon Sakura

Hari 5 – 2020 (Osaka – Shirakawa-Go)

Pagi yang cerah dan dingin mengiringi kami meninggalkan Osaka dan menuju ke Kanazawa (Kanazawa Station/Bus Terminal). Sesampai di sana kami mencari locker coin untuk menitip koper kami sehingga perjalanan ke Shirakawa-Go cukup dengan membawa tas kecil (kami hanya akan menghabiskan 1 malam saja di Shirakawa). Cukup lama kami mencari locker coin yang available. Locker coin di dalam Kanazawa Station penuh dan setelah bertanya ke security, kami dihantarkan ke locker coin di sisi luar gedung (tidak jauh kok).

Perjalanan ke Shirakawa Go (Shirakawago Bus Terminal) kami tempuh dengan cepat, nyaman dan tepat waktu. Untuk menuju ke Bus Terminal, kami harus keluar dari Kanazawa Station karena letak Bus Terminal ada di sisi luar entrance/exit gedung Kanazawa Station.

Sesampai di Shirakawa, kami berjalan kurang lebih 20 menit unutk mencapai penginapan traditional kami (Shimizu Inn) yang ternyata letaknya paling selatan, hampir diujung desa. Sebuah guset house gassyo-style dengan kamar ryokan. Jika sebelumnya di hotel dan Airbnb kamar dilengkap dengan warm AC, maka di ryokan jika membayar lebih akan diberi heater portable (pastikan sudah mati yah sebelum meninggalkan kamar karena heater ini ada apinya beneran).

Tips: jangan lupa ambil peta Desa Shirakawa gratis di dalam gedung Bus Terminal Shirakawa-Go. Jika menginap di Shirakawa, ambilah paket menginap dengan makan malam dan makan pagi di guest house gassyo-style yang dipilih karena pukul 17:00 semua restoran, warung, toko, dan lain lain akan tutup hingga pukul 10.00 keesokan harinya (kecuali onsen yang baru tutup pukul 21:00).

Untuk explore Shirakawa, kita tidak perlu menginap sebenarnya. Cukup datang pagi karena explore seluduh desa hanya butuh kurang dari setengah hari saja. Harga menginap di gassyo pun cukup mahal. Untuk 1 malam per orang akan dienai biaya 10.700 Yen (include heater, makan malam dan makan pagi). Worth it? For me, Yes banget! Kita akan menikmati jamuan makam malam dan makan pagi dengan menu set tradisional Jepang selain merasakan tinggal di rumah tradisional Jepang.

Explorasi di Shirakawa basically melingkupi semua area dan semua bangunan, jalan, yang ada di desa kecil itu, tetapi memang ada beberapa landmark mereka (non temple) yang biasanya menjadi center kerumunan turis.

Suspension Bridge (Jembatan Gantung) yang menjembatani sebuah sungai besar nan jernih yang membelah Shirakawa.

Wada House adalah sebuah gassyo style legendaris di Shirakawa. Berusia lebih dari 300 tahun, Wada House saat ini merupakan museum dari gassyo house yang sangat iconic Shirakawa.

Observatory adalah sebuah dataran yang lebih tinggi, yang cukup sempit, dimana kita bisa melihat pemandangan panoramic sekaligus keseluruhan Shirakawa.

Tips: jelasnya perjalanan ke observatory cukup menanjak, dan memakan waktu normal kurang lebih 30 menit saja. Jika males jalan, kaki sakit, membawa manula atau anak-anak, bisa juga menggunakan jasa shuttle berbayar (letaknya tak jauh dari Shirakawago Bus Terminal, around berjalan santai 5 menit ke selatan) yang ada setiap 20 menit dari pukul 09:00 sd 15:40.



Hari 6 – 2020 (Shirakawa-Go – Tokyo)

Pagi hari setelah menikmati makan pagi, kami langsung check out dan kembali berjalan ke Shirakawago Bus Terminal dan menuju kembali ke Kanazawa. Perjalanan langsung kami lanjutkan ke Tokyo setelah mengambil koper kami di locker coin.

Tiba di Tokyo lewat siang hari, kami langsung menuju ke hotel tempat kami menginap selama 4 malam, Hotel MyStays Asakusa-Bashi (Asakusabashi Station). Setelah refreshment sebentar gue ama temen gue tanpa menunggu waktu segera mulai meng-explore Tokyo dengan waktu yang cukup singkat untuk malam pertama kami di Tokyo.

First stop is Sensoji Temple (Asakusa Station). Sebuah temple yang sangat besar dan sangat ramai dikunjungi baik oleh warga local yang beribadah maupun tumpah ruahnya turis baik domestic maupun international.

Area Sensoji Temple jelasnya ramai sekali dengan turis karena selain salah satu destinasi wisata di Tokyo, area depan adalah area perbelanjaan yang terdiri dari ratusan kios. Dari berjualan souvenirs, ragam street food, resto, oleh-oleh sampai ke pernak Pernik kebutuhan sehari-hari. Area tersebut bernama Asakusa Nakamise Shopping Street.

Tak lama kami habiskan di sini karena waktu sudah beranjak dari petang dan kami sudah membeli tiket untuk destinasi lain yaitu Tokyo Skytree Tower (Tokyo Skytree Station). Di tower ini, kami memutuskan hanya membeli tiket hingga ke observatory floor 350 (Tembo Deck). Sedangkan titik tertinggi yang bisa dikunjungi pengunjung adalah observatory floor 450 (Tembo Galleria).

Di Tembo Deck kita bisa menikmati pemandangan Tokyo dengan lampu-lampu yang menyala disetiap lekuk dan kelokan Tokyo (saat gue berkunjung adalah malam hari). Di lantai ini pula terdapat glass floor area yang menjadi salah satu photo spot di Tokyo Skytree Tower.

View from Tembo Deck

What you see now dan ilustrasi kondisi jaman dulunya

Hari 7 – 2020 (Tokyo – Miyagi – Tokyo)

Sepekan sudah di Jepang dan kali ini gue dan temen gue bertekat untuk menuju ke Miyagi, ke sebuah kota kecil bernama Shiroishizao. Di kota kecil ini terdapat Fox Village yang lebih mirip suaka atau kebun binatang mini dari rubah-rubah. Malangnya, begitu sampai di Shiroishi Zao Station, kami diinformasikan setiap hari rabu, Fox Village ini tutup untuk pengunjung umum.

Tips: bisa di-check dulu sebenarnya. Karena keesokan harinya saat kami ke sana lagi. Pihak Fox Village bilang selama musim dingin mereka buka setiap hari. BAH!

Berbekal sedikit kekecewaan kami memutuskan untuk menjajal sensasi di salah dua pusat perbelanjaan di Tokyo yang sangat terkenal yaitu Shibuya dan Shinjuku.

Shibuya (Shibuya Stasion) selain sebagai pusat belanja juga sangat terkenal akan Shibuya Crossing-nya dimana sebenarnya hanya beberapa zebra cross saja yang menghubungkan beberapa trotoar yang berseberangan jalan. Entah kenapa menjadi sangat iconic tetapi memang cukup seru bergerombolan dengan ratusan orang menyeberang secara bersamaan setiap lampu merah secara bersamaan berwarna hijau untuk pejalan kaki.

Tepat di samping Shibuya Crossing ada juga landmark kecil yang menjadi mandatory photo spot di Shibuya yaitu patung Hachiko. Seekor anjing jenis Akita Inu yang mempunyai cerita mengharukan bersama hooman-nya di antara tahun 1923 sampai dengan tahun 1935. Hachiko juga merupakan perlambangan dari kesetiaan. Harap bersabar yah, dalam jam-jam normal, antrian panjang untuk giliran berfoto bersama patung Hachiko selalu terlihat.

Shinjuku (Shinjuku Station) adalah sebuah wilayah perbelanjaan yang sangat terkenal di Tokyo. Semua official international store dan high-end branded dengan segala macam toko, ada!



Hari 8 – 2020 (Tokyo – Miyagi – Tokyo)

Hari ini kami kembali lagi ke Miyagi dan menuju Shiroishizao (Shiroishizao Station). Keluar dari stasiun, terlihat suasana sangat lengang, maklum masih relative pagi. Terlihat hanya 2 taxi saja yang tersedia. Untuk ke Fox Village harus menggunakan taxi (tidak ada pilihan lain) dan membayar sesuai argo, baik dalam perjalanan pulang atau pergi.

Tips: karena cukup mahal ongkos taxi ke Fox Village (kurang lebih sekali jalan 4.200 Yen), maka ga ada salahnya juga kita cari-cari sesama turis celingukan untuk join taxi. 1 taxi bisa untuk 4 orang.

Zao Fox Village tidaklah terlalu luas. Tempat ini terdiri dari beberapa area, antara lain area rubah yang ada dalam kandang tersendiri dan area berpagar yang cukup luas, dimana puluhan rubah berkeliaran bebas. Menurut gue, area ini lah yang merupakan inspirasi dari nama tempat ini. Dalam area berpagar ini memang rubah-rubah cenderung berkeliaran bebas dengan rumah-rumah kecil mereka.

Puas melihat rubah-rubah itu, maka kami kembali ke Tokyo dan menghabiskan siang hingga petang kembali di Sensoji Temple (Asakusa Station). Saat malam pertama kami di Tokyo, kami menikmati indahnya Sensoji Temple di malam hari, kali ini di siang hari. Ramainya? Siang hari berpuluh-puluh kali lipat lebih ramai, karena majority kios-kios di area perbelanjaan tutup menjelang petang. Siang hari, semua kios/toko full buka dan meski ramai tetapi menurut gue masih nyaman kok, ga sampai yang berdesakan dan tetap bersih. Jika kita membeli makan atau minum harus dimakan dan diminum di area kios yang berjualan. Di area ini, dilarang makan dan minum sambil jalan. Bagus juga peraturannya supaya area tetap bersih.

Tips: tong sampah adalah salah satu barang yang agak susah dicari di Jepang. Khususnya di area Asakusa Nakamise, jika kita selesai makan/minum, sampahnya serahkan lagi ke yang jual. Mereka yang akan membuang pembungkus makanan/minuman di tong sampah mereka di dalam kios. 


Hari 9 – 2020 (Tokyo – Fuji – Tokyo)

Hari terakhir yang tersisa untuk explore Jepang kami gunakan untuk berkunjung ke Gunung Fuji yang sangat terkenal dan iconic di Jepang. Karena durasi singkat yang kami punya, maka kami memutuskan hanya berkunjung hingga Danau Kawaguchi.

Untuk mencapai area Kawaguchiko, kami mengunakan bus yang tiketnya sudah kami beli sebelumnya di Tokyo (Tokyo Station – South Gate). Meski loket tiket dan terminalnya berada di area yang sama, sangat disarankan membeli tiket tidak dengan system go show.

Tiba di Kawaguchiko (Kawaguchiko Bus Terminal), kami memutuskan untuk membeli Fuji Bus Pass yang bisa kami gunakan untuk meng-explore sebagian area Kawaguchiko. Tetapi dengan waktu kunjungan kami yang singkat, kami hanya sempat meng-explore sedikit area Kawaguchiko.

Mt. Fuji Panoramic Ropeway adalah salah satu destinasi pertama yang kami kunjungi. Ropeway basically adalah sebuah dataran lebih tinggi dari jalan raya yang untuk mencapainya kami harus membeli additional tiket untuk naik kereta gantung ke atas. Di atas, adalah sebuah dataran cukup lapang dengan toko dan teras luas dengan pemandangan yang sangat bagus ke arah danau dan Gunung Fuji.

Kawaguchiko National Living Center adalah salah satu taman yang cukup luas dengan pemandangan langsung ke gunung fuji. Di lokasi ini juga tersedia coffee shop dan toko souvenir serta taman bunga yang luas. Salah satu spot terbaik pula untuk mengambil foto Gunung Fuji. Waktu yang tepat untuk berkunjung ke lokasi ini adalah lewat tengha ahri supaya foto-nya ga back light haha.

Mount Fuji from National Living Center

Mount Fuji from Panoramic Ropeway

Hari 10 – 2020 (Tokyo – Jakarta)

Last day di Tokyo dibuka dengan Bangun subuh-subuh and check out dan langsung cus ke Tokyo Station – Exit South Gate. Dari sini kami menuju Narita International Airport dengan bus yang tiketnya sudah kami beli sehari sebelumnya (counter sama dengan beli tiket bus ke Kawaguchiko). Kenapa pakai bus? Karena JR Pass kami sudah habis masa berlakunya dan diitung-itung murah banget naik bus ini, hanya berbiaya JPY 1.000 dengan durasi hanya 1.15 menit saja (on time).

10:55 Waktu Setempat terbang ke Jakarta dan tiba pukul 16:55 WIB dan lanjut terbang balik ke Bali pukul 22:35 WIB. Terbang dengan Air Asia kali ini hanya ber-12 penumpang termasuk gue. It was early period of this dark era covid 19.

Hari 11 – 2020 (Bali)

Tepat pukul 01:30 WITA, gue nyampe juga di Ngurah Rai International Airport. Back to home. Home sweet home.

***

No comments:

Post a Comment