Instagram @harry_mdj |
Where do I start? It’s JAPAN! One of the most wanted destinations in Asia for the past few years. “Have you been to Japan?”, “You have to go to Japan, Har!”, “You will love Japan! I know you”, “One time is not enough for Japan.”
So when a good friend of mine asked me to join him for Japan, I said “Count me in, bud!”
And here we go, months later, in Japan.
Kali ini, dikarenakan kesibukan ala-ala, dari moving for good from Republik Tangerang tercinta ke Bali. Plus penyesuaian jam kerja hingga budaya kerja dan industry serta bisnis yang berbeda dari yang biasa gue tangani di Tangerang, maka gue akan merangkum 2 kali kunjungan gue ke Jepang. Bulan Mei 2019 dan Bulan Februari 2020. Yes! One time is not enough!
Bukan sok sibuk tapi emang sibuk banget.
Note: semua catatan bisa saja tidak valid setelah masa waktu tertentu. Catatan ini murni pada apa yang terjadi saat hari kunjungan gue.
***
Prolog
2019
Tahun 2019 ini gue terbang dengan maskapai Air Asia. Harganya sangat murah sekali dengan rute direct Jakarta (Soekarno Hatta) – Tokyo (Narita) – Jakarta. Sayangnya, beberapa bulan sebelum hari penerbangan, rute direct ini diputuskan ditutup oleh sang empunya maskapai.
Pilihan settlement dari penutupan ini adalah cash full refund, voucher full refund, re-route. PIlihan kami adalah re-route. Dampaknya adalah hari perjalanan kami menuju Jepang menjadi panjang karena harus singgah transit dulu di Bangkok (Don Mueang), Thailand, baik saat pergi maupun saat kembali.
JEPANG 2019Hari -1 – 2019 (Bali – Jakarta)
Karena per akhir Januari 2019, gue dipindah penempatan kerja di Bali, maka 1 hari sebelum keberangkatan gue sudah terbang ke Jakarta dan menghabiskan 1 malam di ibukota sembari ber-nongki-nongki dengan teman-teman dari Travel Troopers.
Hari 1 – 2019 (Jakarta – Bangkok)
Pukul 12:45 WIB gue dan 2 orang teman terbang ke Bangkok dan tiba pukul 16:25 Waktu Setempat. What did we do? Nothing! Mati gaya di Don Mueang, ga ngapa-ngapain selain ngemil, ngopi, makan dan bengong again. Penantian panjang akhirnya berakhir saat pukul 23:55 Waktu Setempat kami terpanggil untuk boarding terbang ke Tokyo.
Hari 2 – 2019 (Tokyo – Kyoto)
08:00 Waktu Setempat, kami pun menjejak di tanah Jepang. After that, standard activities: antri imigrasi, ambil bagasi, bingung bentaran, nanya sini situ, akhirnya turun ke lantai bawah untuk tukar JR Pass.
Tips: siapin bukti pembelian JR Pass, antri sambil isi formulir singkat dari petugas dan dapat deh JR Pass-nya. JR Pass-nya bisa langsung digunakan (sesuai tanggal pengaktifan yang kita kehendaki).
Siapin Passport, Bukti Pesan JR Pass (tidak bsia beli on the spot), dan Form yang diisi |
Jika keluar masuk, cari aja gate dengan tanda ini (ga bisa di semua gate) dan tunjukkin sisi yang bersticker ke petugas |
Dari Terminal 2 Narita International Airport, kami menuju ke Terminal 1 untuk mengambil pre-buy wireless modem (Japan Ninja Pocket Wifi) yang akan kami pakai selama di Jepang. Sebenarnya gue sendiri beli simcard JavaMifi dari Indonesia, jaga-jaga supaya kalau terpisah dari temen gue yang bagian bawa modem-nya.
Tips: buat transport antar Terminal, pakai saja shuttle bus gratis.
Setelah mengantri sebentar di Shinkansen Counter, kami pun melaju ke Shinagawa dan berganti Shinkansen menuju ke kota destinasi pertama kami yaitu Kyoto. Di Shinagawa kami sempatkan beli bento dan snacks untuk membunuh waktu di Shinkansen sembari menikmati pemandangan Jepang yang seolah berlarian bertegur arah dengan kereta kami.
AirBnb kami memang agak jauh dari pusat kota dan keramaian. Dari Jujo Station pun, masih harus berjalan cukup jauh. So far AirBnb ini yang paling nyaman (kunjungan 2019), karena bukan highrise (town house style – 2 lantai), 3 tempat tidur dan area dining yang cukup luas dengan tetangga depan adalah Family Mart.
Setelah beberes dan sejenak beristirahat, kami pun membelah petang yang sejuk untuk menjajal salah satu ramen yang cukup happening di kalangan turis. Menbaka Fire Ramen (Marutamachi Station – jalan kaki 15 menit). Well tempatnya jauh dari keramaian meski di pinggir jalan besar. Saat kami tiba terdapat antrian yang cukup panjang (karena kapasitas resto tak lebih dari 20 orang). Quite entertaining tetapi ramen-nya menurut taste gue pribadi biasa saja (kuahnya very light dan cenderung hambar) dengan irisan daun bawang yang sangat-sangat banyak.
Fun Facts: saat makan fire ramen, ga usah takut pertunjukkannya terlewat dari capture-an camera kita, karena sebelum aksi fire ramen, mereka akan minta hp kita dan diletakkan di tempat-tempat yang disediakan. Jadi aksi nya kelihatan muka kita juga. No retake so make sure you always strike a pose.
Hari 3 – 2019 (Kyoto)
Hari ke dua di Kyoto kami buka dengan berkunjung ke Fushimi Inari (Fushimi Inari/Inari Station). Kuil Shinto ini sangat terkenal dengan ribuan torii (Japanese red holy gate) yang sangat indah. Gue sendiri dulu mengetahui kuil ini dari film Memoir of Geisha, dimana Zang Ziyi (Chiyo kecil) berlari melintasi lorong-lorong torii. Kuil ini sangat ramai dikunjungi turis dan warga local yang ingin beribadah. Di area luar Fushimi juga terdapat beberapa tenda-tenda menjual penganan-penganan street food sedap yang bisa kita nikmati sambil berjalan menyusuri pertokoan yang berderet di sepanjang jalan area luar Fushimi. Semakin menjauhi Fushimi (tetapi masih di area yang sama) akan semakin banyak kita temui toko-toko oleh-oleh/pernak pernik, toko-toko roti/kue/cemilan dan restoran yang menarik untuk dicoba.
Tips: Hendaknya kita mematuhi aturan-aturan dalam berkunjung ke kuil dan mengenakan baju yang sopan. Jangan lupa dalam mengambil foto agar menghargai dan menjaga privacy umat yang datang buat berdoa.
Fun Facts: tidak ada admission fee untuk memasuki Fushimi Inari.
Dari Fushimi Inari, kami beranjak ke Rengeo-in Sanjusangendo (Shichijō Station). Tempat ini adalah kuil Buddha Tendai yang berdiri pada tahun 1164 dan salah satu National Treasure of Japan. Salah satu hal yang menakjubkan di sini adalah sebuah ruangn sakral yang berisi 1.001 patung Kannon dan beberapa patung dewa-dewa lainnya. Sangat cantik sekali, terutama bagi penggemar kesenian patung.
Tips: dalam ruangan ini dilarang mengambil foto.
Lepas itu, kami menuju ke Gion District (Gion-Shijo Station). Sebuah jalanan kecil (khusus pejalan kaki) disamping sebuah sungai besar yang membelah Kyoto, dengan ratusan restoran. Apa yang membuat Gion menarik? Dulunya Gion District ini sangat terkenal dengan Geisha-Geisha-nya. Hingga saat ini beberapa restoran tersebut masih memperkerjakan geisha. Dan jika kita beruntung, kadang kita bisa berpapasan dengan real Geisha. Gue cukup beruntung pernah berpapasan dengan seorang Geisha, meski hanya sekejab sampai tidak sempat mengambil fotonya.
Hari 4 – 2019 (Kyoto)
Pagi yang dingin menyambut kami dan Yoshinoya yang terletak dekat penginapan kami, membuat tubuh menjadi hangat dan siap untuk explore Kyoto.
Tujuan pertama kami adalah Arashiyama (Saga-Arashiyama Station). Tempat ini adalah salah satu dari tempat yang “harus” dikunjungi while you were in Kyoto (selain Fushimi Inari dan Gion District). Terdiri dari labirin lorong-lorong yang membelah-belah hutan bamboo yang tingginya puluhan meter menjulang ke atas.
Fun Facts: tidak ada admission fee untuk measuki Arashimaya.
Dari Arashimaya, kami menuju ke Nijo Castle (Nijojo-mae Station). Nijo adalah salah satu kastil di Jepang yang masuk ke dalam warisan budaya dunia. Berdiri pada tahun 1603, yang merupakan istana dari Shogun Tokugawa.
Sisa hari itu kami kembali ke Gion District (Gion-Shijo Station), untuk sedikit melihat-lihat beberapa store barang branded yang ada banyak berjajar (teman gue sih, bukan gue haha). Selain toko branded kami juga berbelanja barang-barang di toko-toko duty free yang banyak tersebar di area luar Gion. Untuk mendapatkan duty free discount, maka ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Biasanya adalah minimal total belanja dalam 1 struk, semakin banyak total belanja dalam satu struk, maka semakin banyak discount yang diterima tergantung dari range-range ketentuan yang berlaku di toko tersebut.
Fun Facts: toko satu dengan yang lain mungkin saja mempunyai range yang berbeda dalam memberikan diskon dan tidak selalu memiliki koleksi barang yang sama.
Hari 5 – 2019 (Kyoto – Hiroshima)
So sad leaving Kyoto pagi itu karena gue benar-benar jatuh hati dengan Kyoto. Perjalanan meng-explore Jepang berlanjut dengan Shinkansen, ke kota yang sudah sering kita dengar semasa menuntut ilmu di Indonesia pada ilmu sejarah, yaitu Kota Hiroshima (transit di Shin Kobe).
Sesampai di Hiroshima kami menghabiskan sedikit waktu di coffee shop dekat stasiun sambil menunggu jam check in di capsule hotel yang akan kami tempati semalam. After check in dan menaruh ransel dan koper, kami mulai menyusuri tempat-tempat sejarah di jantung Kota Hiroshima dengan menggunakan tram.
Hiroshima Peace Memorial Park adalah tujuan utama kami. Meski hanya satu tempat tetapi memorial park ini sangat luas sekali dan cukup asyik dikunjungi dengan berjalan kaki saja. Di dalamnya terdapat museum dan monumen-monumen yang memperlambangkan atau mengingatkan perdamaian di dunia.
Monumen Perdamaian Dunia adalah salah satu landmark yang sangat mencolok dan terlihat dari jauh. Monumen ini adalah sisa gedung industri yang selamat (tersisa) dari ledakan Bom Atom Hiroshima. Bom atom yang meledak di Hiroshima adalah bom atom pertama yang meledak di planet ini. Monumen ini juga menjadi warisan budaya UNESCO sejak tahun 1996.
Monumen Anak Korban Bom Atom adalah sebuah monumen yang tidaklah terlalu tinggi dengan sebuah penampakan patung anak perempuan dengan origami burung jenjang ditangannya. Anak perempuan ini adalah Sasaki Sadako, salah satu korban yang sempat selamat dari bom atom tetapi menderita parah akan radiasi bom atom itu. Sasaki percaya akan sembuh jika bisa membuat origami burung jenjang sebanyak 1.000 buah. Sampai saat ini di sekitaran monumen terdapat beberapa lemari besar yang menyimpan koleksi origami burung jenjang yang dibuat oleh anak-anak sebagai lambang perdamaian dunia.
Plakat Peringatan dan Monumen Api Perdamaian adalah sebuah bangunan berbentuk lengkung dengan api yang menyala terus hingga bumi bebas dari ancaman penghancuran massal.
Genta Perdamaian adalah sebuah lonceng besar yang biasanya kita bunyikan sebagai salah satu tanda, bahwa pelakunya mendukung perdamaian dunia.
Fun Facts: tidak ada admission fee untuk memasuki area ini dan Genta boleh kita bunyikan disertai dengan pengambilan foto atau video. Lokasi ini adalah lokasi umum seperti alun-alun atau taman terbuka umum.
Petang menjelang dan ini salah satu pengalaman yang tak terlupakan untuk gue. Mungkin cukup sekali dicoba tetapi kayaknya tidak akan pernah gue coba lagi setelahnya. Onsen! Onsen adalah istilah bagi orang jepang untuk mandi berendam di sumber air panas yang alami. Bagaimana onsen di kota-kota? Terletak bisa dimana saja, baik di area perumahan atau pertokoan. Onsen yang kami datangi adalah onsen kecil yang terletak di kota, berlokasi di lantai 3 sebuah bangunan bertingkat.
Kegemaran orang Jepang untuk berendam terlihat dari fasilitas kesehariannya. Di setiap rumah sekecil apa pun selalu ada bath tub kecil untuk berendam air panas. Dari sini maka ada pula kami temukan istilah Sento, yang berarti tempat permandian umum. Basically sama saja, tetapi sento hanya menyediakan rendaman air panas, kalau onsen rendaman air panasnya adalah air alam natural yang mengandung mineral-mineral alam alami. Di dalam onsen biasanya terdapat lebih dari 1 kolam rendaman.
Onsen sendiri terdapat 2 jenis, yaitu onsen terpisah antara laki-laki dan perempuan dan onsen campur. Onsen yang banyak ditemui tentunya adalah onsen terpisah. Tata cara mandi dan berendam di onsen ada beberapa tahap. Pertama kami harus membeli tiket masuk (bisa hanya tiket masuk saja, bisa dengan handuk, atau lengkap handuk dan toiletries). Setelahnya kami masuk ke sebuah ruang ganti yang dipenuhi dengan locker kecil-kecil yang banyak. Di sini kami harus melepas semua pakaian (telanjang bulat yah. Jika malu ada handuk kecil yang bisa dibuat penutup sementara untuk area private). Dari sana kita akan masuk ke ruangan mandi. Biasanya terdapat ember dan kursi kecil yang disediakan di depan jejeran pancuran-pancuran air. Setelah mandi bersih baru masuk ke kolam-kolam untuk berendam. Pada saat pindah dari kolam satu ke kolam lain, biasanya ada pancuran kecil di sekitaran kolam untuk membilas tubuh lagi dengan air netral, baru pindah dan masuk ke kolam lain.
Tips: ambil paket yang menyediakan handuk kecil dan besar. Handuk kecil boleh dibawa masuk sampai ke area mandi dan berendam. Tetapi saat berendam handuk dilarang masuk ke air. Lipat kecil dan taruh di atas kepala. Sangat dilarang mengambil foto di area Onsen.
Hari 6 – 2019 (Hiroshima – Miyajima – Osaka)
Hari berikutnya kami meninggalkan Hiroshima dan menuju ke Miyajima (Miyajimaguchi Station). Dari kereta kami harus berganti ke feri penyeberangan ke Pulau Miyajima (JR Pass bisa digunakan untuk feri). Feri Terminal berada di sisi luar tak jauh dari Miyajimaguchi Station (JR Miyajima Ferry).
Penyeberangan dengan feri kami tempuh dengan tenang dan cepat (tidak sampai 1 jam), dan menginjaklah kami di Pulau Miyajima. Sebuah situs sakral yang terkenal dengan Torii Floating Gate yang berada di pesisir pantai di depan Itsukushima Shrines.
Di sekitaran komplek Itsukushima Shrines terdapat banyak sekali toko-toko souvenir dan restoran-restoran. Segala aneka penganan dan oleh-oleh bisa dibeli di area ini. Salah satu oleh-oleh khas dari Miyajima adalah Maple Cake dengan segala macam isiannya. Cukup enak.
Jika di Fushimi Inari terkenal dengan icon rubahnya, maka Miyajima terkenal dengan rusanya, yang sangat jinak dan tidak akan takut mendekat meminta sesuatu untuk dikunyah.
Perjalanan berlanjut ke Osaka dengan menggunakan Shinkansen lagi. Kali ini kami menggunakan Airbnb yang berada di area Momodani (Momodani Station). Sebuah area yang ramai dan penuh dengan pertokoan dan perumahan. Area yang menarik menurut gue. Similar dengan area Asakusabashi di Tokyo.
Setelah chek in kami habiskan sisa malam itu melihat gemerlapnya kondisi malam Dotonbori (Kintetsu Nippombashi/Namba/Nihombashi 1 Chome Station). Di malam ini pula untuk ke dua kalinya gue menyantap salah satu ramen iconic Jepang bagi turis, yaitu Ichiran Ramen. So gewd!
Hari 7 – 2019 (Osaka)
Eksplorasi pertama kami di Osaka adalah Osaka Castle (Tanimachiyonchome Station). Salah satu kastil paling iconic di Jepang. Berbekal Osaka Pass, maka kami tidak perlu antri membeli tiket dan langsung menunjukkan pass ke petugas di entrance gate castle. Saat memasuki bangunan utama, maka antrian akan terbagi menjadi 2, yaitu elevator dan stairs. Trust me! Pilih antrian elevator. Meski panjang tetapi antriannya cepat bergerak kok, dan elevator membawa kami ke lantai atas (lupa nomor lantainya) dan dilanjutkan dengan tangga biasa untuk ke titik tertinggi dari Osaka Castle. Setelahnya untuk turun kami harus menggunakan tangga biasa per lantai hingga ke lantai dasar. Di setiap lantai terdapat museum baik menampilkan barang-barang kuno peninggalan jaman shogun maupun modern digital museum. Tetapi pada dasarnya Osaka Castle adalah museum modern dan tidak menyisakan scene asli dari castle itu sendiri pada masanya.
Tips: perhatikan di beberapa lantai pengunjung dilarang mengambil foto.
Dari Osaka Castle kami menuju ke bangunan dengan style eropa yang berada di depan Osaka Castle (masih di area yang sama dengan Osaka Castle) dan menjajal memasuki The Illusion Museum & Magic Show yang tiketnya tercover juga oleh Osaka Pass. Cukup menarik dan menghibur, meski Magic Show-nya (pertunjukkan sulap) sangat singkat, sederhana dan pemula sekali.
catatan: Sebenarnya sebelum ke Osaka, kami mengunjungi 1 kuil lagi, cuma lupa bener apa namanya haha.
Keluar dari Osaka Castle kami menuju ke Koji Kinutani Tenku Art Museum yang tiket masuknya juga tercover Osaka Pass (Umeda/Osaka Station). Sebuah museum seni yang berada di Umeda Sky Building di lantai 27. Selain menikmati koleksi seni museum baik yang digital maupun nyata, kami juga bisa menikmati sunset yang indah di Osaka. Memang sih kalau yang the best-nya yah naik ke roof top/observatory level-nya Umeda Sky Building (kunjungan ke 2 gue di tahun 2020).
Fun Facts: gedungnya bersebelahan dengan gedung untuk menuju ke Umeda Sky Building (observatory) yang tiket masuknya sudah tercover Osaka Pass.
Sunset dari Koji Kinutani Tenku Museum |
After that, karena kemarin malam buru-buru banget jalan-jalan di Dotonbori, maka malam itu kami kembali menghabiskan petang di Dotonbori (Kintetsu Nippombashi/Namba/Nihombashi 1 Chome Station). Best place to spend your last night in Osaka.
Hari 8 – 2019 (Osaka – Tokyo)
Leaving Osaka ke Tokyo dan langsung berlanjut ke Narita. Jauh juga lho dari Tokyo ke Narita. Well actually, hari itu adalah hari terakhir kami di Jepang. Keesokan harinya kami harus mengejar pesawat di Narita International Airport pada pagi hari. Diputuskanlah, kami akan menghabiskan malam terakhir di Narita. Sebuah daerah kecil yang jujurnya belum sempat ter-explore karena tiba di Narita saja sudah menjelang petang. Jadi cuma sempat jalan-jalan disekitaran guest house dan cari makan saja.
Hari 9 – 2019 (Tokyo – Bangkok)
Hari ke 9 dan pukul 09:15 Waktu Setempat kami terbang meninggalkan Jepang ke Bangkok, Thailand. Pesawat Air Asia kami tiba di Bangkok pada pukul 14:00 Waktu Setempat. Penginapan transit semalam kami ada di sekitaran tak jauh dari Don Mueang International Airport.
Setelah check in dan mandi-mandi, kami berkelana singkat menikmati Bangkok’s Chinatown dan Asiatique.
Jujur kurang puas gue menyusuri Asiatique. Pertama kali ke Thailand dulu pada tahun 2009, Asiatique ini belum ada.
Selama di Bangkok kami menggunakan uber taxi, sehingga relative aman dan ga bakalan kena scam tarif.
Hari 10 – 2019 (Bangkok – Jakarta)
Sisa pagi dan siang kami habiskan lebih ke jalan-jalan santai disekitaran hotel dan mencari makan, sebelum bertolak kembali ke Don Mueang International Airport. Tepat pukul 17:10 Waktu Setempat kami terbang pulang ke Jakarta dan tiba pukul 21:15 WIB.
Hari 11 – 2019 (Jakarta – Bali)
Setelah luntang lantung ga jelas di Soekarno Hatta International Airpot, akhirnya terbang subuh juga balik ke Bali. Liburan berakhir dan kembali bekerja demi dana buat ke Jepang tahun 2020.
***
No comments:
Post a Comment