more pictures in my Instagram @harry_mdj |
“Yes,
tanggal kecepit kali ini gue bakalan ngabur haha.”
“Kemana?”
“Bali
aja, yang deket-deket.”
“Nyambung
ama dinas?”
“Bukan.
Pure plesir.”
“Tumbenan
lo, mau plesiran ke Bali.”
“Em…
lebih ke Nusa Penida-nya sih. Ama belum pernah ke Karangasem di Bali-nya.”
Sekelumit
percakapan saya dengan seorang teman yang heran dengan keputusan saya untuk
berakhir pekan di Bali. Dia (teman saya ini) cukup mengenal saya dan tahu bahwa
Bali selalu menjadi alternative terakhir saya sebagai destinasi liburan. Why?
1. Terlalu
ramai dengan turis baik domestik maupun internasional, sehingga di beberapa
tempat menjadi sangat komersil.
2. Pengalaman
kurang enak akan diskriminasi turis domestik, yang sekali atau dua kali saya
alami pada kunjungan saya ke Bali sebelum-sebelumnya.
3. Relative
cukup sering ke Bali, karena saya cukup lama berdomisili di Malang (24 tahun to
be exact). Pertama kali jelajah Bali di awal tahun 1980-an dengan keluarga dan
selanjutnya beberapa kali dengan teman-teman di tahun 1990-an dan awal tahun
2000-an. Ditambah lagi, selama kerja menjadi internal audit di sebuah
perusahaan di Jogjakarta, minimal satu tahun sekali selalu ke Bali untuk audit
cabang Denpasar.
4. Kerjaan
sekarang pun masih membuat saya at least sekali dalam setahun berkunjung ke Bali
Apakah
saya expert dalam “jalan-jalan” di Bali? Tidak, for sure! Malahan tahunya yang
standar-standar jadul. Oleh karena itu, saat 2 orang teman saya (dari komunitas
Travel Troopers) mengajak saya berakhir pekan panjang di Bali, maka saya
iyakan. Apalagi ditambah dengan embel destinasi-destinasi utama kami ada di
Bali Timur (Karangasem) dan Pulau Nusa Penida, yang mana belum pernah saya
jejak sekali pun.
Overall,
pengalaman plesiran saya di Bali kali ini sangat memuaskan. I love it dan harus
saya akui, jadi pingin balik lagi ke Bali untuk mencoba stay di Ubud atau
Sanur. Tempting!
“Terlalu
ramai dengan turis baik domestik maupun internasional, sehingga menjadi sangat
komersil.”-nya bagaimana? Well, impossible mengharapkan Bali sepi, tetapi
(mungkin) saya berkunjungnya bertepatan dengan masa awal puasa dan low season
juga untuk kunjungan turis internasional, maka Bali relative sepi lho dan
membuat saya cukup nyaman dengan kendala ini, yang selalu saya temui hampir disetiap
kunjungan saya ke Bali.
“Pengalaman
kurang enak, diskriminasi turis domestik, yang sekali atau dua saya alami pada
kunjungan saya ke Bali sebelum-sebelumnya.”-nya gimana? Unbelievable, selama
kunjungan saya kali ini, tak sekali pun saya mendapat perlakuan diskriminasi
untuk domestik. Selama kunjungan di seluruh tempat persinggahan di Bali
(termasuk di Nusa Penida), kali ini, saya dan dua teman seperjalanan sepakat
bahwa kami mendapatkan experience yang sama atas pelayanan yang sangat ramah.
Kunjungan kali ini yakinnya merubah perspective saya akan nilai service di Bali
saat ini. Mulai dari bapak-bapak penjual es kelapa di Karangasem, hotel di Nusa
Penida, Devdan show di Nusa Dua, sampai waitresses restaurant Italia di Sanur,
semuanya ramah, friendly dan helpful.
Anyway,
ga bannyak cingcong lagi, ini dia tujuan-tujuan persinggahan kami selama di
Pulau Bali (selama hari ke 1, petang hari ke 3 dan setengah hari ke 4).
Tirta Gangga
Terletak
5 kilometer dari Karangasem, tempat ini sangat terkenal dengan istana airnya
yang merupakan salah satu bagian dari Istana Kerajaan Karangasem. Tirta Gangga
mulai dibangun pada tahun 1946, yang hampir keseluruhannya sempat hancur karena
letusan Gunung Agung di tahun 1963.
Istana
ini tidaklah luas tetapi sangat indah dengan dominasi warna tetumbuhan hijau
dan kolam-kolam ikannya (ikannya gede-gede). Dalam taman ini juga terdapat
kolam permandian yang bisa dipakai berenang oleh pengunjung. Bagian favorite
saya adalah sebuah kolam ikan dengan tapak-tapak batu bundar yang memutari
jalur pilar-pilar batu pendek, sebagai penopang patung batu di atasnya, dengan
pusat air mancur batu setinggi 11 tingkat. Beautiful!
Taman Ujung
Biasa
disebut pula dengan Taman Sukasada atau Water Palace, taman ini terletak 5
kilometer dari Amlapura, Karangasem. Dibangun pada tahun 1909, kawasan istana
ini adalah milik pribadi keluarga Puri Karangasem yang memang terbuka untuk
pengunjung umum. Pembangunan istana ini melibatkan 3 arsitek dari Bali
(undagi), Belanda dan China. Komplek istana ini didominasi oleh 2 kolam besar
dan beberapa bangunan-bangunan kecil lainnya di sisi-sisi bukit istana.
Meskipun
sempat hancur karena letusan Gunung Agung di tahun 1963 dan gempa bumi pada
tahun 1975, kondisi istana air ini masih sangat bagus. Pelestarian komplek
istana ini terus berjalan dan bahkan adanya penambahan-penambahan bangunan
baru. Pusat dari istana ini adalah Gili Bale, sebuah bangunan kecil di tengah
kolam besar yang terhubung oleh 2 jembatan di kedua sisinya.
Virgin Beach
Sebuah
pantai dengan pasir lembut berwarna gading kusam kehitaman di Karangasem, yang
memiliki ombak bersahabat. Cocok banget buat bermain air di sepanjang tepian
pantai yang cukup panjang. Di sepanjang sisi dalam pantai juga berjajar
café-café lokal yang menyediakan lounger-lounger (selain makanan dan minuman
dingin) yang bisa dipakai hanya dengan membeli makanan/minuman di café
pemiliknya.
Tidak
seperti namanya, virgin, pantai ini cukup ramai meski akses jalan dari parking
area ke pantai adalah jalanan tanah berbatu.
Desa Tenganan
Pecinta
kerajinan tembaga? Kerajinan kayu? Kerajinan daun lontar? Arsitektur dan tata
letak ruang adat Bali? Desa Tenganan adalah surganya. Sebuah desa adat yang
cukup luas, satu dari tiga desa Bali Aga (selain Trunyan dan Sembiran) yang
tersisa dalam menjaga kultur tradisional, khususnya pada pola hidup yang
mengacu pada aturan adat tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang,
termasuk bentuk, besaran bangunan, pekarangan, letak bangunan hingga letak
Pura.
Desa
ini juga sangat terkenal dengan kerajinan kain gringsing. Kain gringsing
merupakan tenunan dengan menggunakan teknik dobel ikat, yang merupakan teknik
satu-satunya di Indonesia.
Devdan Show – Bali Nusa Dua Theater
(Treasure of The Archipelago)
Berlokasi
di Bali Nusa Dua Theater di komplek Nusa Dua, Devdan adalah sebuah pertunjukan
theater yang cukup bagus. Menampilkan beberapa atraksi akrobatik,
tarian daerah,sedikit modern dance dan mengulas esensi 5 budaya dari 5 pulau di Indonesia.
Gerakan tari dan akrobatik yang dipadu dengan efek lampu, air dan api. Pretty impressive
dan tentunya, entertaining.
Untuk
selera pribadi saya, Devdan mempunyai konsep yang kurang kuat dan kurang focus,
khusunya pada alur pertunjukkan. Pada beberapa tarian daerah, juga terlalu
kebablasan adaptasinya, sehingga agak kurang nyaman bagi saya. Overall, saya
agak bingung melihat pertunjukkan ini. However seperti yang saya bilang di
awal, pertunjukkan ini cukup bagus dan entertaining.
Tips: ada 2 layar kecil di bawah panggung yang frequently memberikan informasi dalam beberapa bahasa tentang tarian/obyek yang sedang berlangsung. Tidak ada buku/sejenisnya panduan pertunjukkan. Pertunjukkan menggunakan full Bahasa Inggris.
KOU Cuisinie
Sebuah
toko selai kecil yang terletak terhimpit di antara padatnya toko-toko di
sepanjang jalan Monkey Forrest, Ubud. KOU menjual beberapa product artisan
seperti celemek, sabun, madu dan (yang paling terkenal dan menrupakan product
utamanya) selai. Pertama kali saya mendengar perihal KOU adalah dari teman saya
dan setelah setelah dua kali (satu nitip, satu oleh-oleh) mencicipi selai lezat
ini, saya akhirnya punya kesempatan juga untuk bertandang langsung.
Terdapat
(kalau tidak salah) 8 varian selai dan di KOU semua selai bisa langsung dicoba,
jadi ga beli kucing dalam karung. Favorite saya adalah Grape & Buni Jam, so
good and definitely sweeten your morning.
Massimo Italian Restaurant
(Pork is in the menu)
Sebuah
resto di Sanur, dengan area makan indoor dan outdoor. Well known dengan menu
khas Italia Selatan (Selatan, kalo ga salah) dan Italian gelato. Saya dan 2
teman seperjalanan sendiri sangat menikmati acara santap malam kami di Massimo.
Selain gelato yang nikmat, terdapat pula pilihan menu yang banyak dan terbukti
sangat enak. Pelayanan dari staff dining yang sangat ramah dan helpful menambah
kenyamanan kami bersantap malam di resto ini. Definitely will be back while in
Bali.
Warung Mak Beng (NO Pork is
in the menu)
Terletak
tepat di jantung keramaian Pantai Sanur, warung makan yang dulunya kecil ini …
tetap kecil, meski sepengelihatan saya saat kemarin berkunjung, sudah ada
ekspansi lebih ke samping (jika ga lupa ingatan) dibandingkan pada tahun 2013. Warung
ini sekarang buka dari jam 8 pagi sampai dengan jam 10 malam (daily) dan masih
aja antri. Menu-nya cuma 1, paket nasi dengan ikan goreng dan sup ikan. That’s
it.
Enak!
Ikannya fresh. Favorite saya adalah ikan gorengnya dan kalau tidak salah ikannya
menggunakan ikan cakalang. Sedangkan sup-nya juga khas banget bumbu Bali-nya.
Sambelnya juga sedap dan pedasnya pas.
Laota (NO Pork is in the
menu)
Heits
benar bertahun-tahun belakangan ini. Entah sejak kapan, tetapi jelasnya hingga
tahun 2009, saya belum pernah dengar nama resto ini. Terkenal sekali dengan
menu bubur-nya dan jam operasionalnya yang 24 jam. Selain bubur, Laota juga
menyediakan menu seafood dan jenis masakan Chinese Food lainnya.
Bagi
selera saya, bubur Laota tidak diragukan lagi rasanya, sedap dan nikmat. Menu
Chinese Food lainnya? Bagi saya enak biasa saja. Bahkan di beberapa menu yang
saya coba, seperti ada bumbu yang janggal di menu tersebut.
Sate Babi Bawah Pohon (Pork
is only the menu)
Very
famous since forever dan baru kali kunjungan ini saya “berhasil” mampir,
singgah beneran di bawah pohonnya, aka ga pakai acara nitip doang. Menunya cuma
sate babi dengan lontong atau nasi. Satenya gurih manis dengan bumbu garam dan
cabe rawit segar saja. Entah apa yang bikin nikmat, tapi nikmat sekali memang
apalagi ditunjang dengan harga yang terjangkau.
Tempatnya
literally di bawah pohon besar bergerombol dengan beberapa warung tenda
lainnya. Yes! warung tenda, nothing fancy here.
Warung Cahaya (Pork is in
the menu)
Happening
banget lately. Warung ini kecil meski cukup nyaman, tapi jarang sekali tidak
ada antrian panjang di sini. Bahkan untuk take away, termasuk menggunakan
fasilitas gofood, bisa sejam sendiri antrinya.
Menu
utamanya cuma nasi babi goreng sambal matah dan nasi ayam goreng sambal matah.
Ada juga menu sup babi-babian, tetapi belum pernah coba. Bagi saya nasi ayam
sambal matahnya lebih enak, karena bagi selera saya, lebih nyambung sambal
matah sama ayamnya. Anyway beberapa komen dan yang saya rasakan, kok kali ini
ke sini, bawang merahnya banyak banget. Di piring saya malah tidak terlihat
irisan cabe secuil pun dan rasanya memang rasa bawang merah doang, ga ada rasa
yang lain. Shallot overload.
Gusto Gelato (NO Pork is in
the menu)
Salah
satu pelopor gelato di gemerlap dan riuh rendahnya Pulau Dewata Bali. Sangat happening
dan sangat jarang terlihat lengang. Salah satu gelato favorite saya selain
Massimo Gelato, terutama flavor Crocante-nya. It’s to die for.
Dalam
kunjungan kali ini, saya jajal juga roti-roti yang terlihat shinny menggoda
dalam etalase-etalase bundar dan enak banget! Next time balik ke Gusto, tanpa
ragu saya akan borong juga roti-rotinya. Very fresh and lighter than its look. Tasty!
***
No comments:
Post a Comment