Siapa
yang tidak tahu Bali? Siapa yang tidak ingin berkunjung ke Bali. Lebih extreme
lagi, untuk sebagian turis mancanegara, Indonesia is Bali.
Begitu
banyak ulasan tentang Bali. Bali dengan segudang pesona alam dan budayanya. Tak
sedikit pula ulasan-ulasan tentang gemerlap aktivitas kehidupan turis, baik
domestik maupun mancanegara, di Bali.
Tetapi
Bali tak sebatas itu. Bali juga menyimpan sebuah mimpi. Mimpi yang telah lama
ada, mimpi yang perlahan mulai terlupakan, pudar oleh waktu yang tak pernah
terhenti meski sesaat. Mimpi yang seolah ter-label akan tetap menjadi sebuah
mimpi tanpa ada nyatanya.
Mimpi
akan sebuah icon perwujudan salah satu budaya Bali yang berbalut religi. Mimpi
akan sebuah patung raksasa dengan wujud Dewa Wisnu menunggang Garuda sang
perkasa. Sebuah patung dengan nama Garuda Wisnu Kencana.
Tahun
1996 untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di taman budaya ini dan
memandang patung Dewa Wisnu raksasa menjulang tinggi.
Tahun
2005 untuk kedua kalinya saya menginjakkan kaki kembali di taman budaya ini dan
memandang patung Dewa Wisnu raksasa masih menjulang tinggi mengintimidasi. Saya
ingat saat itu patung kepala Garuda masih dalam perakitan. Mencapai tahap
rakitan akhir, area patung kepala Garuda masih belum bisa dimasuki oleh
pengunjung.
Tahun 2015 untuk ketiga kalinya saya menginjakkan kaki di taman budaya ini dan memandang patung Dewa Wisnu raksasa masih berada di singgasanahnya yang dulu. Dibelakangnya sedikit menuruni tangga, terletak patung kepala Garuda sang perkasa. Patung kedua belah tangan Dewa Wisnu pun terlihat menyambut saya di sudut tertentu.
Mimpi
besar seorang seniman bernama I Nyoman Nuarta yang menjadi mimpi Bangsa
Indonesia. Mimpi yang terlahir, berjalan merambat dan perlahan mulai terlupakan
oleh bangsa. Mimpi yang kini saya lihat mulai menggeliat hidup kembali, laksana
melihat kuncup-kuncup tunas kehidupan kecil yang tumbuh dalam rengkuhan benteng
bukit-bukit kapur raksasa. Denyut-denyut pengembangan mulai mengalir kembali
dalam pembuluh-pembuluh sukma proyek raksasa, yang sempat mati suri ini.
Berdiri
sekitar 120 meter diatas permukaan laut, bangunan pedestal telah tampak dari
kejauhan bahkan hingga dari ruang tunggu Bandara Internasional Ngurah Rai.
Bangunan pedestal ini yang akan menjadi singgasanah dari patung Dewa Wisnu dan
Garuda.
Garuda
Wisnu Kencana adalah salah satu patung raksasa tertinggi di dunia. Patung ini
akan memiliki tinggi hingga 120 meter dengan jangkauan lebar 64 meter. Garuda
Wisnu Kencana ini terdiri lebih dari 750 modul yang akan dirakit dan akhirnya
membentuk sebuah jati budaya.
Dari
sisi infrastrukturnya pun terlihat bahwa manajemen baru dari taman budaya ini
berkomitmen penuh dan terlihat dari pengembangan-pengembangan lanskap, area
pintu masuk, bentukan atraksi budaya hingga ke pengembangan area pedestrian.
Pada
tanggal 29 Agustus 2015 kemarin, juga telah terselenggara sebuah upacara
sederhana untuk peletakan modul pertama dari kulit patung pada pedestalnya.
Modul kulit patung pertama dari 754 modul lainnya. Sungguh progress yang cukup
cepat mengingat bahwa project ini sebelumnya sempat terhenti hingga belasan
tahun tanpa ada rupa pembangunan yang significant. Ini tidak lagi cita-cita
yang jauh dan yakinnya patung ini akan segera, akhirnya, jadi.
Taman
budaya yang hampir terlupakan ini sudah dan terus berkembang. Hal ini tentunya
tidak lepas dari pengamatan mata begitu mobil yang menghantar saya berbelok
memasuki area Garuda Wisnu Kencana. Dulunya yang terlihat gersang, kini
menghijau dengan taman-taman dan jajaran seni rupa di kanan kiri jalan. Lepas
dari loket masuk mobil, saya juga melalui area commercial yang sedang dalam
tahap penyelesaian. Di sisi belakang area commercial tampak, menurut keterangan
yang saya dapat, entrance locket yang baru dengan latar belakangi ukiran
raksasa di tebing bukit kapur yang bercerita tentang (kalau tidak salah)
kelahiran Garuda sang perkasa.
Beberapa
tempat lama seperti Plaza Kura-kura dan Plaza Wisnu juga terlihat berbeda
dengan perbaikan dan penambahan ornament
di sana sini. Salah satu tempat favorit saya adalah apa yang mereka sebut
dengan Lotus Pond. Sebuah area terbuka yang sebagian tertutup rumput hijau
dengan pagar tebing-tebing bukit kapur yang tinggi. Saya berasa kecil dan
sedikit terintimidasi dalam area yang dilator belakangi Patung Kepala Garuda. Lepas
dari Lotus Pond saya juga menyempatkan diri untuk menengok toko souvenir yang
rupanya telah menempati gedung baru, sehingga lebih nyaman dan enak untuk
berbelanja berbagai souvenir yang ditawarkan.
Satu
hal lagi yang membuat saya betah di taman budaya Garuda Wisnu Kencana adalah
dengan sekali bayar tiket masuk maka saya tidak perlu lagi membayar untuk semua
atraksi-atraksi budaya yang di tampilkan. Atraksi budaya berkhusus pada
tari-tarian adat Bali, termasuk tari kecak, yang berlangsung dari pagi hingga
petang. Satu atraksi terbaru adalah menyaksikan tayangan animasi dengan judul
Petualangan Garuda Cilik dan untuk atraksi ini saja, saya harus membayar biaya
tambahan yang cukup murah.
Setelah
berjam-jam melangkah menyusuri, menikmati dan menyimak perubahan-perubahan yang
ada di taman budaya ini, saya memutuskan untuk rehat sejenak. Pilihan saya
jatuh pada salah satu resto yang ada yaitu Jendela Bali. Nama yang menarik dan sesaat
setelah memasuki resto tersebut, saya paham arti nama itu. Terhampar di hadapan
saya pemandangan alam dan perkotaan dari salah satu sudut Pulau Bali, sungguh
indah dan teduh. Resto ini cukup nyaman untuk bersantap siang, sore atau pun
malam, baik untuk makan berat maupun hanya untuk menyantap snack ringan dan
menyesap cocktail. Untuk menemani rehat kali ini saya ingin mencoba salah satu
menu andalan dari Jendela Bali. Menu ini sedari tadi menggugah keingintahuan
dan selera saya. Pizza Sambal Matah, menu yang unik, menu fusion yang
memperpadukan menu eropa dan menu lokal dan enak sekali.
Saya
meneguk es teh manis yang menjadi minuman dingin favorit saya. Pandangan saya
masih terpaku pada pemandangan alam yang terinteraksi dengan manusia dan kota
budayanya. Pemandangan yang indah dengan latar belakang langit biru dan
gumpalan-gumpalan awan putih, sementara sang pijar sedikit bersembunyi dibalik
awan. Masih lama sebelum sunset tapi saya dengan senang hati menunggu sunset di
resto ini ditemani dengan segudang ragam kuliner dan es teh manis.
Indonesia
is not all about Bali but the next best thing of this nation comes from Bali.
Garuda Wisnu Kencana tidak hanya akan menjadi landmark dan icon dari Bali,
tetapi juga Indonesia, juga Asia Tenggara dan juga dunia.
Alunan
angklung Bali yang dimainkan dengan syahdu oleh 2 pemuda Bali di ujung lain
Jendala Bali masih berdengung di gendang telinga. Terucap syukur bahwa saya
bisa melihat dan menjadi saksi bahwa mimpi yang tadinya hampir sirna akhirnya
akan menjadi nyata dan sejarah pun mulai mengukir mimpi itu dalam untaian
ceritanya. Cerita tentang Garuda Wisnu Kencana.
No comments:
Post a Comment