“Eh potion gue yah”
“Tunggu mereka datang ke
sini tuh”
“Itu nongol tuh, nongol
tuhhhh. Hyaa gede banget”
“Kyaaaa kyaaaa”
“Haha haha aduh serem
gue kesedot”
“Datang lagi tuh yang
lain”
“Kyaaa kyaaaa”
Kericuhan yang terjadi
tepat disebelah kapal yang berjarak tak jauh dari saya. Beberapa teman
seperjalanan dan beberapa ABK tampak bergerombol antara seram dan senang ketika
beberapa hiu paus (whale shark) mendekati mereka, terpancing akan ikan-ikan
kecil yang dibuang dari kerambah di lautan Talisayan, Derawan.
Saya tersenyum melihat
polah mereka yang kegirangan. Hati saya pun tersenyum dan terbahak, tidak hanya
karena salah satu wish list saya akhirnya terkabul, tetapi snorkeling bersama
dengan 5 hiu paus adalah sesuatu yang hanya bisa dijelaskan dengan satu kata:
AWESOME! Snorkeling tidak akan sama lagi tanpa kehadiran hiu paus, kegemaran
saya akan soft corals dan moorish idol mendadak bergeser oleh these beautiful
giant creatures yang merupakan spesies ikan terbesar yang masih hidup di bumi
ini (note: paus adalah mamalia bukan spesies ikan). Memiliki panjang hingga
mencapai 10 meter, hiu paus adalah ikan raksasa yang cenderung jinak, gently
dan tidak menyerang manusia.
***
Sayap-sayap sinar
mentari masih berupa semburat kemerahan emas di ufuk timur saat pesawat kami
tinggal landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Bersebelas (Randie,
Octa, Linda, Om Kus, Cindy, Imel, Irene, Dini, Ivan, Melina dan saya) kami
bertolak ke Balikpapan untuk kemudian melanjutkan penerbangan lagi menuju
Berau, Kalimantan Timur.
***
“Garuda Indonesia,
Berau boarding. Garuda Indonesia, Berau boarding.” Mbak-mbak petugas di counter
transit berteriak-teriak. Dan transit di Balikpapan hanya sempat untuk ke
toilet dan berfoto di depan signage “Welcome to Balikpapan” di depan toilet.
Setelahnya kami harus agak berlari-lari menuju ke gate boarding yang saat itu
sudah sepi karena sebagian besar penumpang sudah masuk ke tabung pesawat
CRJ1000 dan tinggal menunggu kami dan beberapa orang lainnya.
Akhirnya menginjakkan
kaki juga di bumi tanah Kalimantan batin saya dan pesawat kami pun tinggal
landas menuju ke Bandara Kalimarau, Berau. Perjalanan singkat yang akan kami
lanjutkan dengan speedboat untuk mencapai tujuan getaway kali ini, Derawan.
***
Menjelang tengah hari,
kami pun berlabuh di dermaga kayu Pulau Derawan. Panas terik dengan hembusan
angin yang panas menyambut kami dan mengiringi kami sepanjang sisa hari itu.
Sisa hari pertama ini kami habiskan dengan berkeliling menjelajah Pulau Derawan
yang kecil dengan berjalan kaki, alih-alih menyewa sepeda. Sore harinya kami
habiskan waktu untuk menangkap moment-moment tenggelamnya sang surya di ufuk
barat dari dermaga kayu penginapan kami.
***
Hari ke dua baru saja
tiba, langit masih gelap dengan kerlip bintang dan bulan saja. It’s 3 am in the
morning dan dengan terkantuk-kantuk kami memasuki speedboat yang akan membawa
kami menuju ke perairan Talisayan.
It’s whale shark time!
Saat kami tiba di
kerambah pertama, sudah ada satu kapal kecil dengan 2 penumpang yang tampaknya
sangat terobesesi dengan 2 ekor hiu paus yang ada. Begitu terobsesi membelai
moncong hiu paus yang terkadang menyembul untuk memakan ikan-ikan kecil yang
terbuang dari kerambah. Si penumpang wanita selalu menarik kapal kecil mereka,
dengan tali yang terhubung dengan kerambah, begitu dekat dengan hiu paus
tersebut hanya untuk membelai ujung mulut hiu paus tersebut.
Beranjak ke Kerambah Kedua,
saat kami tiba, ternyata kapal kecil di kerambah pertama juga sudah ada di sana
dan kembali meng-obsesi-in seekor hiu paus yang sedang menikmati sarapan yang
tertumpah dari kerambah.
Dengan sedikit kecewa
dan tak berharap lagi, kami meninggalkan kerambah kedua. Yah sudah yang penting
sudah lihat bayangannya di air dan sempat melihat moncong besarnya nongol dari
air laut, batin saya.
Entah apa yang terjadi,
mendadak guide lokal kami mengarahkan kapten kapal untuk mendekat ke Kerambah
Ketiga. Dan di sanalah mereka, 5 ekor hiu paus, berenang berputar-putar di
dekat tepi kerambah untuk menanti ikan-ikan kecil yang terbuang dari kerambah
sebagai santapan mereka. Kali ini, kapal kami sendiri! Yes, 5 ekor hiu paus
yang bisa kami ajak bersnorkeling bersama tanpa harus berbagi dengan rombongan
lain.
Di kerambah ketiga ini,
kami sungguh beruntung, selain terdapat 5 ekor hiu paus dalam berbagai ukuran,
mereka juga tampaknya tidak sepemalu hiu paus di kerambah pertama dan kedua.
Entah berapa lama, kami
tertawa, terkagum, menjerit kegirangan, mengabadikan keindahan dan keanggunan
hiu paus-hiu paus itu. Sungguh suatu moment yang sangat indah dan bagi saya
akan sangat sulit untuk terlupakan dalam sel-sel memori. Sang kapten dan lokal
guide kami pun akhirnya harus turun tangan dan “menyeret” kami keluar dari air
dan meninggalkan hiu paus-hiu paus tersebut.
Ingin rasanya masih
berlama-lama “bermain-main” dengan hiu paus-hiu paus itu. They are so gently
and kind. Hiu paus memang terkenal jinak dan tidak berbahaya bagi manusia dan
bahkan sebaliknya, kita (manusia) dan alat-alat kita yang berbahaya bagi
kelestarian mereka. Sangat damai sekali melihat mereka bergerak perlahan
berenang di lapisan atas laut dalam, berenang di bawah kami, di samping,
mengarah ke kami, mendekat dan mendekat tetapi tidak sampai menabrak kami yang ada
di depan moncong mereka. Whale Shark, officially become my favorite fish ever!
“Whale shark sini
dongggg, siniiiiii”
“Noh dateng tuh, dateng
tuh”
“Hua gede cui, gede
banget, gyaaaa”
“Kyaaaa kyaaaa”
berpelukan sambil jejeritan kegirangan bercampur dengan rasa seram, mengapung
di laut dengan moncong hiu paus yang terbuka lebar menghisap ikan-ikan kecil
yang terbuang dari kerambah.
***
Selepas kehebohan di
Talisayan dengan hiu paus-hiu paus yang unyu-unyu, kami melanjutkan perjalanan
kami menuju ke Labuan Cermin.
Perjalanan ke Labuan
Cermin harus kami tempuh dengan kapal kayu bermotor dari Dermaga Labuan Cermin.
Nampaknya speedboat commercial dilarang untuk langsung masuk dan harus
menggunakan kapal kayu bermotor yang banyak tersedia.
Labuan Cermin adalah
sebuah danau unik yang tidaklah besar dengan 2 jenis air, yaitu air tawar di
lapisan atas dan air asin di lapisan bawah. Menilik dari perjalan kapal kami,
Labuan Cermin tidak mempunyai batas dengan laut, tetapi memang dalam perjalanan
memasuki Labuan Cermin, terdapat satu spot dimana arus bergejolak cukup kencang
layaknya tempat dimana terdapat pertemuan arus air tawar dan arus air asin.
Lama juga kami habiskan
waktu berenang di Labuan Cermin yang mempunyai air yang dingin. Mengingatkan saya
ketika dulu bersnorkeling di Alor saat musim arus dingin tiba. Sesi foto-foto
pun tak urung terselenggara cukup lama. Dari foto personal hingga foto
“keluarga” aka. foto group.
Note: karena menuju ke
Labuan Cermin harus melewati dan melalui sebuah desa, maka it’s a wise thing
untuk menutup bikini yang dipakai saat melintas desa. Di Labuan Cermin sendiri
bikini is most welcome.
***
“………. Ah alarm siapa
tuh?”
“Matiin dong, baru jam
berapa ini?”
“Hish yang punya alarm
malah ga kebangun”
Gerutuan di pagi hari
ketiga tersebut segera sirna ketika masih dengan mata yang terbius kantuk,
membuka pintu kamar dan menatap air laut dangkal yang bening dengan bentukan
dermaga kayu panjang dengan kamar-kamar penginapan warna warni yang ada diujung
timur. Gerutuan yang sirna berupa menjadi seruan bahagia tertahan ketika di air
laut yang bening di depan, terlihat at least 2 ekor penyu besar sedang berenang
santai dan menikmati sarapan rumput laut yang terhampar. Pemandangan yang tidak
pernah saya bayangkan sebelumnya akan saya alami ketika membuka kamar tidur
dimana pun. Ah damai sekali mereka, dan jika tidak ingat bahwa dalam waktu 1
jam saya harus siap untuk memulai hari ketiga penjelajahan di Derawan, maka
saya tak akan ragu untuk memakai snorkeling gear saya dan berenang bersama
dengan penyu-penyu itu. Well… saya juga agak segan untuk mengusik ketenangan
mereka. Something was meant to be seen only.
***
Pemberhentian pertama
kami di pagi yang cerah ini adalah Goa Haji Mangku. Sebuah gua dengan kolam
sempit dan tebing setinggi 4 meter yang bisa menjadi tolakan untuk terjun bebas
ke dalam birunya air sejuk yang sangat jernih. Seru! Meski kali ini saya
memutuskan untuk tidak terjun dan hanya membantu teman-teman seperjalanan lain
untuk merekam momentum saat mereka terjun bebas.
Destinasi berikutnya
adalah Pulau Maratua. Merupakan pulau terbesar di area Derawan dan memiliki
underwater park yang cukup indah di beberapa tempat. Dengan ragam ikan yang
cukup banyak pula. Cukup lama kami bersnorkeling di sini, karena selain indah
juga memiliki garis terumbu yang panjang dan relative luas melandai. Di sini
pula saya berkesempatan melihat sebuah ikan sebesar tutup panci sedang masuk
“bengkel” dan 2 ekor ikan pembersih sibuk memberikan service pembersihan
parasite, kutu, dll. Awesome!
Lepas dari snorkeling,
kami singgah sejenak untuk menikmati pemandangan panoramic yang spektakuler
dari dermaga Maratua Resort. Meski tidak menginap di sini tetapi semua orang
boleh singgah di area dermaga. Untuk masuk ke dalam resortnya sendiri juga bisa
tetapi ada biaya tiket masuk yang masih terjangkau. Harus diakui bahwa perairan
dangkal di depan Maratua Resort sangat indah. Luas dengan air berwarna
turquoise bening hingga menampakkan dasar laut yang berupa pasir putih halus.
Sangat susah sekali menjaga badan dan pakaian untuk tetap kering, all we wanna
do is nyemplung aja.
Melanjutkan eksplorasi
hari ke tiga ini, kami bertolak ke Danau Kakaban yang mempunyai danau air asin
dengan hewan endemic yaitu 4 jenis ubur-ubur tanpa sengat.
“Eh ubur-uburnya ga
nyengat kan?”
“Nggak kok, kan
stingless. Malahan mereka yang fragile banget ama kita, manusia. Jadi ati-ati
yah, renangnya pelan-pelan aja dan jangan lompat dari dermaga.”
Danau dan ubur-ubur
lucu ini mengingatkan saya akan pengalaman berenang dengan stingless jellyfish,
2 tahun sebelumnya di Misool, Raja Ampat. Danau Kakaban jelas jauh lebih besar
daripada yang di Misool. Jenis ubur-uburnya pun 2x lipat lebih banyak. Tetapi
saya tak melihat ubur-ubur di Kakaban, seperti yang saya lihat di Misool meski
dari kejauhan sekali pun.
Saat kami tiba memang
sudah ada beberapa rombongan besar yang bertolak ke tujuan berikutnya. Sehingga
tidak heran bahwa danaunya keruh sekali dan hampir tidak ada ubur-ubur yang
berenang kian kemari rapat sekali seperti di Misool. Ketika saya bersnorkeling
pelan, Nampak oleh saya banyak ubur-ubur yang mati / sekarat di dasar-dasar
pinggir danau. Wah ada apa dan kenapa ini yah? benak saya bertanya.
Beranjak dari danau
ubur-ubur, kami mengarahkan kapal sedikit ke tengah dan tibalah kami di atas
Palung Kakaban. Dengan air biru gelap jernih yang menampakan coral-coral
bertumpuk sejauh bayangan biru gelap habis menelannya. Jutaan ikan-ikan kecil
dengan warna yang cerah berhamburan dalam gerombolannya sendiri-sendiri mencoba
menari diantara selah-celah hard corals yang membentuk padang sempit dengan
lereng yang curam sebelum hilang menuju derajat 90 ke dasar laut. Tak bosan
saya menonton lenggak lenggok ikan-ikan kecil berwarna pink, ungu, biru dan
sesekali kuning menyala. Moorish Idol kegemaran saya? tentu saja ada banyak di
sini dengan ukuran yang cukup besar, berarakan dalam group kecil seperti yang
biasa saya temui.
Matahari telah sedikit
condong ke barat dan kami melanjutkan perjalanan kami ke Pulau Sangalaki.
Sebuah pulau yang didedikasikan untuk konservasi penyu, baik penyu hijau maupun
penyu batik. Sementara teman-teman seperjalanan lain sibuk bermain dengan
tukik-tukik yang ada dalam kolam penangkaran. Hati saya masih tertambat di
perairan Sangalaki yang terlihat mempunyai underwater park yang bagus.
*sigh* “Ah pingin
banget gue snorkelingan tadi, daripada lihat tukik. Sekarang kayaknya sudah ga
sempet deh.”
“Yah sudah berarti
memang dikasih alasan buat balik ke Derawan lagi kan.”
Sedikit kecewa saya
karena sesuatu hal, kesalahpahaman, akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk
snorkeling di Sangalaki dan malahan turun ke pulau dan melihat tukik-tukik.
Matahari semakin
condong ke barat tetapi masih jauh dari senja dan kapal kami berlabuh pada
sebuah gusung yang konon bernama Gusung Galau yang berada dekat sekali dari
Pulau Derawan.
***
Saya membuka pintu
kamar, sementara 2 orang teman seperjalanan yang sekamar dengan saya masih
berkelana sejejak lagi di dunia utopianya. Masih pagi juga dan jam check out
masih lama. Bingung mau ngapain akhirnya saya membuat kopi dan duduk di dermaga
depan kamar saya, bergabung dengan teman seperjalanan dari kamar lain yang
sudah duluan duduk di dermaga.
“Ah mereka datang lagi
dan kali ini ngajak 2 teman lainnya.”
“Hah apaan?”
“Itu penyunya”
“Oh iya, ahhhhh gimana
rela pulang kalo kayak gini huhu.”
Hm kopi yang saya sesap
berasa pahit nikmat seperti kesukaan saya. Mata saya terbuka menuruti kata hati
untuk merekam semua pemandangan pagi yang indah ini. Hari terakhir di Derawan
dan semuanya begitu indah. Derawan seolah menyisahkan hari yang cerah dan indah
ini sebagai salam perpisahan kepada kami.
Ah semoga saja Derawan
akan tetap seperti ini, semoga saja Derawan bisa bertahan dan berlindung diri
dalam menghadapi serbuan pengunjung yang sebagian masih belum sadar akan
pelestarian dan menjaga keindahan sepetak ibu pertiwi ini bersama-sama.
Beautiful destination,
awesome group travel buddy, could I ask for more?
No comments:
Post a Comment