Thursday, June 02, 2016

DERAWAN, a Beautiful Destination with Awesome Travel Buddy, Could I Ask for More?




“Eh potion gue yah”
“Tunggu mereka datang ke sini tuh”
“Itu nongol tuh, nongol tuhhhh. Hyaa gede banget”
“Kyaaaa kyaaaa”
“Haha haha aduh serem gue kesedot”
“Datang lagi tuh yang lain”
“Kyaaa kyaaaa”

Kericuhan yang terjadi tepat disebelah kapal yang berjarak tak jauh dari saya. Beberapa teman seperjalanan dan beberapa ABK tampak bergerombol antara seram dan senang ketika beberapa hiu paus (whale shark) mendekati mereka, terpancing akan ikan-ikan kecil yang dibuang dari kerambah di lautan Talisayan, Derawan.

Saya tersenyum melihat polah mereka yang kegirangan. Hati saya pun tersenyum dan terbahak, tidak hanya karena salah satu wish list saya akhirnya terkabul, tetapi snorkeling bersama dengan 5 hiu paus adalah sesuatu yang hanya bisa dijelaskan dengan satu kata: AWESOME! Snorkeling tidak akan sama lagi tanpa kehadiran hiu paus, kegemaran saya akan soft corals dan moorish idol mendadak bergeser oleh these beautiful giant creatures yang merupakan spesies ikan terbesar yang masih hidup di bumi ini (note: paus adalah mamalia bukan spesies ikan). Memiliki panjang hingga mencapai 10 meter, hiu paus adalah ikan raksasa yang cenderung jinak, gently dan tidak menyerang manusia.  

***
Sayap-sayap sinar mentari masih berupa semburat kemerahan emas di ufuk timur saat pesawat kami tinggal landas dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Bersebelas (Randie, Octa, Linda, Om Kus, Cindy, Imel, Irene, Dini, Ivan, Melina dan saya) kami bertolak ke Balikpapan untuk kemudian melanjutkan penerbangan lagi menuju Berau, Kalimantan Timur.

***
“Garuda Indonesia, Berau boarding. Garuda Indonesia, Berau boarding.” Mbak-mbak petugas di counter transit berteriak-teriak. Dan transit di Balikpapan hanya sempat untuk ke toilet dan berfoto di depan signage “Welcome to Balikpapan” di depan toilet. Setelahnya kami harus agak berlari-lari menuju ke gate boarding yang saat itu sudah sepi karena sebagian besar penumpang sudah masuk ke tabung pesawat CRJ1000 dan tinggal menunggu kami dan beberapa orang lainnya.

Akhirnya menginjakkan kaki juga di bumi tanah Kalimantan batin saya dan pesawat kami pun tinggal landas menuju ke Bandara Kalimarau, Berau. Perjalanan singkat yang akan kami lanjutkan dengan speedboat untuk mencapai tujuan getaway kali ini, Derawan.

***
Menjelang tengah hari, kami pun berlabuh di dermaga kayu Pulau Derawan. Panas terik dengan hembusan angin yang panas menyambut kami dan mengiringi kami sepanjang sisa hari itu. Sisa hari pertama ini kami habiskan dengan berkeliling menjelajah Pulau Derawan yang kecil dengan berjalan kaki, alih-alih menyewa sepeda. Sore harinya kami habiskan waktu untuk menangkap moment-moment tenggelamnya sang surya di ufuk barat dari dermaga kayu penginapan kami.

  ***
Hari ke dua baru saja tiba, langit masih gelap dengan kerlip bintang dan bulan saja. It’s 3 am in the morning dan dengan terkantuk-kantuk kami memasuki speedboat yang akan membawa kami menuju ke perairan Talisayan.

It’s whale shark time!

Saat kami tiba di kerambah pertama, sudah ada satu kapal kecil dengan 2 penumpang yang tampaknya sangat terobesesi dengan 2 ekor hiu paus yang ada. Begitu terobsesi membelai moncong hiu paus yang terkadang menyembul untuk memakan ikan-ikan kecil yang terbuang dari kerambah. Si penumpang wanita selalu menarik kapal kecil mereka, dengan tali yang terhubung dengan kerambah, begitu dekat dengan hiu paus tersebut hanya untuk membelai ujung mulut hiu paus tersebut.

Beranjak ke Kerambah Kedua, saat kami tiba, ternyata kapal kecil di kerambah pertama juga sudah ada di sana dan kembali meng-obsesi-in seekor hiu paus yang sedang menikmati sarapan yang tertumpah dari kerambah.

Dengan sedikit kecewa dan tak berharap lagi, kami meninggalkan kerambah kedua. Yah sudah yang penting sudah lihat bayangannya di air dan sempat melihat moncong besarnya nongol dari air laut, batin saya.

Entah apa yang terjadi, mendadak guide lokal kami mengarahkan kapten kapal untuk mendekat ke Kerambah Ketiga. Dan di sanalah mereka, 5 ekor hiu paus, berenang berputar-putar di dekat tepi kerambah untuk menanti ikan-ikan kecil yang terbuang dari kerambah sebagai santapan mereka. Kali ini, kapal kami sendiri! Yes, 5 ekor hiu paus yang bisa kami ajak bersnorkeling bersama tanpa harus berbagi dengan rombongan lain.
Di kerambah ketiga ini, kami sungguh beruntung, selain terdapat 5 ekor hiu paus dalam berbagai ukuran, mereka juga tampaknya tidak sepemalu hiu paus di kerambah pertama dan kedua.

Entah berapa lama, kami tertawa, terkagum, menjerit kegirangan, mengabadikan keindahan dan keanggunan hiu paus-hiu paus itu. Sungguh suatu moment yang sangat indah dan bagi saya akan sangat sulit untuk terlupakan dalam sel-sel memori. Sang kapten dan lokal guide kami pun akhirnya harus turun tangan dan “menyeret” kami keluar dari air dan meninggalkan hiu paus-hiu paus tersebut.

Ingin rasanya masih berlama-lama “bermain-main” dengan hiu paus-hiu paus itu. They are so gently and kind. Hiu paus memang terkenal jinak dan tidak berbahaya bagi manusia dan bahkan sebaliknya, kita (manusia) dan alat-alat kita yang berbahaya bagi kelestarian mereka. Sangat damai sekali melihat mereka bergerak perlahan berenang di lapisan atas laut dalam, berenang di bawah kami, di samping, mengarah ke kami, mendekat dan mendekat tetapi tidak sampai menabrak kami yang ada di depan moncong mereka. Whale Shark, officially become my favorite fish ever!

“Whale shark sini dongggg, siniiiiii”
“Noh dateng tuh, dateng tuh”
“Hua gede cui, gede banget, gyaaaa”
“Kyaaaa kyaaaa” berpelukan sambil jejeritan kegirangan bercampur dengan rasa seram, mengapung di laut dengan moncong hiu paus yang terbuka lebar menghisap ikan-ikan kecil yang terbuang dari kerambah.

 
***
Selepas kehebohan di Talisayan dengan hiu paus-hiu paus yang unyu-unyu, kami melanjutkan perjalanan kami menuju ke Labuan Cermin.

Perjalanan ke Labuan Cermin harus kami tempuh dengan kapal kayu bermotor dari Dermaga Labuan Cermin. Nampaknya speedboat commercial dilarang untuk langsung masuk dan harus menggunakan kapal kayu bermotor yang banyak tersedia.


Labuan Cermin adalah sebuah danau unik yang tidaklah besar dengan 2 jenis air, yaitu air tawar di lapisan atas dan air asin di lapisan bawah. Menilik dari perjalan kapal kami, Labuan Cermin tidak mempunyai batas dengan laut, tetapi memang dalam perjalanan memasuki Labuan Cermin, terdapat satu spot dimana arus bergejolak cukup kencang layaknya tempat dimana terdapat pertemuan arus air tawar dan arus air asin.


Lama juga kami habiskan waktu berenang di Labuan Cermin yang mempunyai air yang dingin. Mengingatkan saya ketika dulu bersnorkeling di Alor saat musim arus dingin tiba. Sesi foto-foto pun tak urung terselenggara cukup lama. Dari foto personal hingga foto “keluarga” aka. foto group.

Note: karena menuju ke Labuan Cermin harus melewati dan melalui sebuah desa, maka it’s a wise thing untuk menutup bikini yang dipakai saat melintas desa. Di Labuan Cermin sendiri bikini is most welcome.

***
“………. Ah alarm siapa tuh?”
“Matiin dong, baru jam berapa ini?”
“Hish yang punya alarm malah ga kebangun”

Gerutuan di pagi hari ketiga tersebut segera sirna ketika masih dengan mata yang terbius kantuk, membuka pintu kamar dan menatap air laut dangkal yang bening dengan bentukan dermaga kayu panjang dengan kamar-kamar penginapan warna warni yang ada diujung timur. Gerutuan yang sirna berupa menjadi seruan bahagia tertahan ketika di air laut yang bening di depan, terlihat at least 2 ekor penyu besar sedang berenang santai dan menikmati sarapan rumput laut yang terhampar. Pemandangan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya akan saya alami ketika membuka kamar tidur dimana pun. Ah damai sekali mereka, dan jika tidak ingat bahwa dalam waktu 1 jam saya harus siap untuk memulai hari ketiga penjelajahan di Derawan, maka saya tak akan ragu untuk memakai snorkeling gear saya dan berenang bersama dengan penyu-penyu itu. Well… saya juga agak segan untuk mengusik ketenangan mereka. Something was meant to be seen only.

***
Pemberhentian pertama kami di pagi yang cerah ini adalah Goa Haji Mangku. Sebuah gua dengan kolam sempit dan tebing setinggi 4 meter yang bisa menjadi tolakan untuk terjun bebas ke dalam birunya air sejuk yang sangat jernih. Seru! Meski kali ini saya memutuskan untuk tidak terjun dan hanya membantu teman-teman seperjalanan lain untuk merekam momentum saat mereka terjun bebas.


Destinasi berikutnya adalah Pulau Maratua. Merupakan pulau terbesar di area Derawan dan memiliki underwater park yang cukup indah di beberapa tempat. Dengan ragam ikan yang cukup banyak pula. Cukup lama kami bersnorkeling di sini, karena selain indah juga memiliki garis terumbu yang panjang dan relative luas melandai. Di sini pula saya berkesempatan melihat sebuah ikan sebesar tutup panci sedang masuk “bengkel” dan 2 ekor ikan pembersih sibuk memberikan service pembersihan parasite, kutu, dll. Awesome!


Lepas dari snorkeling, kami singgah sejenak untuk menikmati pemandangan panoramic yang spektakuler dari dermaga Maratua Resort. Meski tidak menginap di sini tetapi semua orang boleh singgah di area dermaga. Untuk masuk ke dalam resortnya sendiri juga bisa tetapi ada biaya tiket masuk yang masih terjangkau. Harus diakui bahwa perairan dangkal di depan Maratua Resort sangat indah. Luas dengan air berwarna turquoise bening hingga menampakkan dasar laut yang berupa pasir putih halus. Sangat susah sekali menjaga badan dan pakaian untuk tetap kering, all we wanna do is nyemplung aja.


Melanjutkan eksplorasi hari ke tiga ini, kami bertolak ke Danau Kakaban yang mempunyai danau air asin dengan hewan endemic yaitu 4 jenis ubur-ubur tanpa sengat.

“Eh ubur-uburnya ga nyengat kan?”
“Nggak kok, kan stingless. Malahan mereka yang fragile banget ama kita, manusia. Jadi ati-ati yah, renangnya pelan-pelan aja dan jangan lompat dari dermaga.”

Danau dan ubur-ubur lucu ini mengingatkan saya akan pengalaman berenang dengan stingless jellyfish, 2 tahun sebelumnya di Misool, Raja Ampat. Danau Kakaban jelas jauh lebih besar daripada yang di Misool. Jenis ubur-uburnya pun 2x lipat lebih banyak. Tetapi saya tak melihat ubur-ubur di Kakaban, seperti yang saya lihat di Misool meski dari kejauhan sekali pun.
Saat kami tiba memang sudah ada beberapa rombongan besar yang bertolak ke tujuan berikutnya. Sehingga tidak heran bahwa danaunya keruh sekali dan hampir tidak ada ubur-ubur yang berenang kian kemari rapat sekali seperti di Misool. Ketika saya bersnorkeling pelan, Nampak oleh saya banyak ubur-ubur yang mati / sekarat di dasar-dasar pinggir danau. Wah ada apa dan kenapa ini yah? benak saya bertanya.


Beranjak dari danau ubur-ubur, kami mengarahkan kapal sedikit ke tengah dan tibalah kami di atas Palung Kakaban. Dengan air biru gelap jernih yang menampakan coral-coral bertumpuk sejauh bayangan biru gelap habis menelannya. Jutaan ikan-ikan kecil dengan warna yang cerah berhamburan dalam gerombolannya sendiri-sendiri mencoba menari diantara selah-celah hard corals yang membentuk padang sempit dengan lereng yang curam sebelum hilang menuju derajat 90 ke dasar laut. Tak bosan saya menonton lenggak lenggok ikan-ikan kecil berwarna pink, ungu, biru dan sesekali kuning menyala. Moorish Idol kegemaran saya? tentu saja ada banyak di sini dengan ukuran yang cukup besar, berarakan dalam group kecil seperti yang biasa saya temui.


Matahari telah sedikit condong ke barat dan kami melanjutkan perjalanan kami ke Pulau Sangalaki. Sebuah pulau yang didedikasikan untuk konservasi penyu, baik penyu hijau maupun penyu batik. Sementara teman-teman seperjalanan lain sibuk bermain dengan tukik-tukik yang ada dalam kolam penangkaran. Hati saya masih tertambat di perairan Sangalaki yang terlihat mempunyai underwater park yang bagus.

*sigh* “Ah pingin banget gue snorkelingan tadi, daripada lihat tukik. Sekarang kayaknya sudah ga sempet deh.”
“Yah sudah berarti memang dikasih alasan buat balik ke Derawan lagi kan.”

Sedikit kecewa saya karena sesuatu hal, kesalahpahaman, akhirnya saya mengurungkan niat saya untuk snorkeling di Sangalaki dan malahan turun ke pulau dan melihat tukik-tukik.
 
Matahari semakin condong ke barat tetapi masih jauh dari senja dan kapal kami berlabuh pada sebuah gusung yang konon bernama Gusung Galau yang berada dekat sekali dari Pulau Derawan.

***
Saya membuka pintu kamar, sementara 2 orang teman seperjalanan yang sekamar dengan saya masih berkelana sejejak lagi di dunia utopianya. Masih pagi juga dan jam check out masih lama. Bingung mau ngapain akhirnya saya membuat kopi dan duduk di dermaga depan kamar saya, bergabung dengan teman seperjalanan dari kamar lain yang sudah duluan duduk di dermaga.

“Ah mereka datang lagi dan kali ini ngajak 2 teman lainnya.”
“Hah apaan?”
“Itu penyunya”
“Oh iya, ahhhhh gimana rela pulang kalo kayak gini huhu.”


Hm kopi yang saya sesap berasa pahit nikmat seperti kesukaan saya. Mata saya terbuka menuruti kata hati untuk merekam semua pemandangan pagi yang indah ini. Hari terakhir di Derawan dan semuanya begitu indah. Derawan seolah menyisahkan hari yang cerah dan indah ini sebagai salam perpisahan kepada kami.

Ah semoga saja Derawan akan tetap seperti ini, semoga saja Derawan bisa bertahan dan berlindung diri dalam menghadapi serbuan pengunjung yang sebagian masih belum sadar akan pelestarian dan menjaga keindahan sepetak ibu pertiwi ini bersama-sama.

Beautiful destination, awesome group travel buddy, could I ask for more?


No comments:

Post a Comment