Duduk membaca
buku, dalam diam tanpa kata dan hanya bersentuhan sekali atau dua. Terkira tak
perlu ada percakapan panjang untuk membuat kita nyaman dengan keberadaan masing-masing.
Tanganku kadang merengkuh bahumu, kepalamu terkadang mampir bersandar sejenak
di bahuku, kepalaku terkadang mencari hangatnya sentuhan kulit kakimu, jemari
kakimu terkadang bermain usil di dadaku. Tersanding dengan sebuah kue kesukaan
dan simple ice tea, kita berdua asik dengan dunia cerita masing-masing.
Fungsi shuffle
yang aktif pada music player, sedari tadi secara acak memutar beberapa lagu
koleksi kita. Dari lagu mellow kesukaanmu sampai lagu pop opera kegemaranku … dan
lagu itu terputar, Lady Marmalade, soundtrack dari film Moulin Rouge.
Ketenangan ruangan ini mendadak tersentak. Tercengang saat tubuh mungilmu
melompat turun dari sofa yang kita duduki, melepas lilitan jemarimu di rambutku
yang mulai panjang.
Kamu berjalan
perlahan membelakangiku, berhenti dan menyisakan jarak 2 meter di antara kita.
Secara dramatis kamu menolehkan kepalamu sedikit, mencoba melirik mencuri
pandang ke arahku dengan kerling nakal. Tanganmu mulai terangkat tinggi dan
bergerak perlahan bermain dengan jemarimu sendiri dan perlahan turun menelusuri
lekuk tubuhmu. Meliuk mengikuti dentuman ketukan lagu itu.
Senyumku yang sempat
berubah menjadi tawa melihat tingkahmu, perlahan larut menghilang dalam desah
nafasku yang perlahan menjadi semakin berat dan cepat. Tubuhku bergeming
terhadap apapun, sorot mataku seolah terbutakan hanya melihat padamu. Kamu
terus melenggok memamerkan lekuk tubuhmu dengan padangan nakal yang menyorot
penuh arti akan undangan.
“…He
come through with the money in the garter belts, I let him know we bout that
cake straight up the gate uh, We independent women, some mistake us for whores …”
Dan semua lirik
serta nada menghilang dari pendengaranku saat dengan perlahan dalam rangkakan,
kamu menghampiriku perlahan. Aku terdiam melumpuh. Kamu semakin dekat dan merayap
mendaki tubuhku yang duduk terpaku. Tanganmu mulai membelai pipiku saat kamu
duduk dipangkuanku, mengkonfrontasi seluruh inderaku atas keindahan tubuhmu.
“Sayang, kam…”
ucapanku terhenti saat sebuah jarimu mensegel mulutku dan dua detik berikutnya
kurasakan basah sejuk lembut bibirmu menyapu indah di bibirku. Merasakan
sensasi yang tak pernah bosan kukecap atas ujung lidahmu yang bermain di sudut
bibirku sebelum dengan perlahan masuk mencoba menemukan lidahku.
“Ahh…” desahmu
tertahan, saat kulepas sesaat lumatanmu, sebelum kuhujamkan bibirku ke bibirmu
lagi. Dengan arrogant, lidahku menuntut memasuki dan mencoba bermain, bergumul
dalam rongga mulutmu.
“Sa… ahh”
penggalan kata yang tak selesai kamu ucapkan saat kubidikkan ciumanku pada jenjang
lehermu dan semakin turun tertahan cukup lama di sana.
Kuhempaskan
tubuhmu terbaring dan kilauan indah memabukkan seolah terpercik diantara kita
berdua saat kita bersatu. Tanganmu tergantung kuat di leherku, dengan pekik
kecil yang terkadang terselip keluar dari mulutmu saat hentakan kuatku seperti
apa yang kamu mau. Desauan kita semakin cepat, dengan sedikit racauan-racauan
kecil yang terkadang terbisikan. Tangan mungilmu mencengkram kuat lenganku saat
gerakanmu menuntutku menghujam lebih dalam. Dan dalam tautan bibirku,
lenguhanmu teredam tercampur dengan lenguhanku saat percikan-percikan indah itu
akhirnya meledakan pijar-pijarnya di antara kita.
***
Kunikmati
sejuknya air yang mengalir keluar dari shower dan turun membasahi tubuhku yang
terkadang terpaut dengan tubuhmu. Air sejuk jernih yang membasuh semua sisa
peluh yang mengalir dan menempel di kulit kita.
“Gimana? Makin
tergila-gila ga ama aku?” tanyamu dengan sorot mata nakal yang itu lagi.
“Aku always
tergila-gila ama kamu, tapi let’s see apalah aku juga bisa membuatmu semakin
tergila-gila kepadaku?” dan kalimat itu berakhir dengan ciuman dalamku ke
bibirmu, merayap perlahan turun dan turun dan tertahan bermain di sana, sampai
tubuhmu bergetar dan mengucap namaku dalam pekikanmu.
***
Entah anganku
sudah berapa lama berkelana dalam dunia utopia, sebelum kelopak jendela hati
terbuka dan menemukanmu sedang berusaha menggapai lampu baca tempat tidur di
sisiku.
“Eh, kebangun
yah?” katamu.
Kumatikan lampu
baca di sisi tempat tidur, sesaat setelah kulihat buku yang tadi kubaca berada
di bawah kacamata bacaku. Kutarik dirimu mendekati tubuhku dan kudekap dalam
pelukanku.
“Goodnight
sayang” ucapku dalam kecupan kecil.
“Goodnight juga
sayangku” balasmu sambil menarik lengaku lebih erat memelukmu. Desahan nyamanmu
adalah kidung tidur paling indah yang menemani tidurku. Hembusan kecil nafasmu
menerpa lembut malu-malu pada lenganku dan aku tahu hidupku indah meski aku tak
sempurna. Ada kamu di sisiku dan cintamu adalah aku.
Dalam
keremangan, melalui celah pintu kamar yang terbuka, sudut mataku menatap ujung
dari sofa itu. Sofa berpola kotak yang selalu menemani dan ada untuk cinta
kami.
***
No comments:
Post a Comment