Kugerakan fin melaju perlahan,
menjelajah petak-petak taman laut di pulau ini. Menikmatinya tanpa bosan dari
balik google snorkeling. Mencetak ratusan moment dalam benak dan mencoba
mengabadikan beberapa melalui camera underwater.
Underwater di Pulau Hatta
sangat indah, dengan ragam jenis coral dan ribuan ikan yang merong-rong
coral-coral itu. Area landai yang sempit, berujung pada wall yang tajam dan dalam.
Hal ini mengingatkan saya pada kontur underwater di Pantai Sebanjar, Alor.
Betah rasanya berlama-lama
snorkeling di sini, apalagi Moorish Idol berseliweran dimana-mana. Jika
kebanyakan pencinta foto underwater berburu clownfish, maka moorish idol adalah
buruan saya. Warnanya yang cerah kuning, hitam dan putih membuat moorish idol
tampak mencolok di habitatnya. Tubuh berbentuk segitiga dengan ujung sirip atas
yang panjang dan moncong yang cukup panjang mengerucut, membuatnya menjadi
salah satu ikan yang sangat anggun dan berkharisma. Jarang saya melihat moorish
idol yang berkeliaran sendirian, dan kali ini pun terlihat beberapa group kecil
yang terdiri dari 2 sampai dengan 4 ekor moorish idol. Mereka berenang dengan
tenang, tapi gesit, mencari beberapa suap makanan pada petak-petak coral yang
terhampar panjang sekali mengikuti garis pantai Pulau Hatta, di Kepulauan Banda
Neira, Maluku Tengah, Indonesia.
Saya terus melaju
mengepakan fin perlahan dan di sana, hampir tersamarkan oleh warna coral, dia
diam memandang saya.
***
“Uhui keren abis”
“Lumayan bening nih,
arusnya kayaknya juga ga terlalu kenceng”
“Ayo cepetan, ga sabar
nih nyemplung”
Celoteh para pencinta
alam, khususnya penikmat underwater, bersahut-sahutan. Kapal pun berlabuh dan
satu per satu dari sisi belakang, kami menginjakkan kaki ke pasir pantai lembut
berwarna gading.
Tampak di tepi pantai
beberapa bangunan penginapan berdiri berjajar. Satu rumah terisi oleh beberapa
turis asing, yang sedang bersiap-siap akan ber-snorkeling juga. Sedangkan satu
bangunan lain tampak kosong.
Lucky us, di antar 2
bangunan penginapan terdapat sebuah bale-bale sederhana, dari anyaman bambu,
kosong sehingga bisa kami pakai untuk menaruh barang-barang kami.
wefie dulu before snorkeling |
Tak menunggu lama, kami
segera menyusuri garis pantai terujung yang bisa kami tempuh. Hal ini kami
lakukan supaya kami ber-snorkeling bergerak mengikuti arus dan akan berhenti di
sisi ujung lawan yang tidak jauh dari bale-bale tempat barang-barang kami
berlabuh. Celoteh dan tawa mengiringi saat kami memakai peralatan snorkeling
dan mulai merasakan sejuk hangatnya air laut yang tampaknya menjanjikan sebuah moment
yang apik.
Segala keriuh-rendahan
itu mendadak sirna saat saya mulai ber-snorkeling dan membutakan telinga saya
ke dalam air. Saatnya indera mata saya yang bekerja maksimal dalam menyerap
janji nyata yang terpampang pada lanskap underwater di bawah saya.
Kondisi air laut saat
itu tak sejernih apa yang kami kira sebelumnya, tetapi cukup untuk membuat kami
terbuai dengan pemandangan bawah laut yang kami telusuri. Coral-coral tampak
bergerumbul membentuk lembah-lembah dan gundukan-gundukan kecil, seolah tak
berujung. Ribuan ikan berkeliaran di lorong-lorong dan langit dari petak-petak
kota coral. Kota coral ini tidaklah lebar tetapi memanjang dan menjorok menjadi
wall, menghadap ke laut lepas. Schooling fish dari berbagai jenis ikan,
bergerombol membentuk gank-nya masing-masing, ikut berpesta dalam moment apik.
Moorish idol idola saya pun begitu banyak dengan ukuran yang besar-besar,
membuat saya hilir mudik mencoba bermain dengan mereka dengan cara membuntuti
kemana mereka bergerak.
Entah berapa lama sudah
saya bergerak menyusuri garis pantai yang cukup panjang, terbuai akan keindahan
yang dipersembahkan oleh ibu bumi. Sesekali saya menengadah, melongok posisi
saya dan keberadaan teman-teman di karpet warna biru yang terkadang menjadi
toska. Saya membenamkan kepala, bergerak kembali dan
terus melaju mengepakan fin perlahan dan di sana, hampir tersamarkan oleh warna
coral, dia diam memandang saya.
Oh my God, seekor sea
turtle remaja bergeming di atas sebuah coral lebar, memandang seolah mencoba
menilai saya dengan sedikit waspada. Saya pun sedetik atau dua, terdiam pula
dipermainkan arus kecil, memandangnya.
Sesaat kemudian dia
bergerak kembali perlahan, sesekali mematuk-matuk sesuap dua suap makan
siangnya, sesekali dia berenang ke permukaan dan kembali meluncur turun dan
berkelok-kelok mengikuti kontur kota coral yang terhampar. Sungguh anggun dan
tampak gemulai menikmati dunianya yang tenang.
Beberapa waktu saya
bergerak mengikuti dia, tetapi dengan jarak yang tidak terlalu dekat karena
saya tak mau mengganggu ketenangannya. Sungguh suatu moment yang tak pernah
saya perkirakan dan harapkan sebelumnya akan saya temui di Pulau Hatta ini.
***
Maksud hati ingin
ber-snorkeling beberapa lama lagi tetapi lama-lama pegal juga nih mata kaki
mengayuh fin dan perut mulai keroncongan.
Saya menepi dan
tampaknya teman-teman seperjalanan yang lain juga telah menepi dan sedang
menikmati makan siang.
“Har, makan dulu”
“Ho oh, larper banget
nih”
“Duduk sini nih,
menunya nasi kuning. Enak!”
Membuka bungkusan makan
siang dan saya duduk di undakan tangga sebuah penginapan. Menyuapkan makanan
yang sedap dengan pemandangan yang indah. Hamparan laut biru dan toska
terhampar sejauh mata memandang, deburan ombak menyapu pantai mencoba bermain
dengan pasir lembut. Ah moment inilah yang saya sebut sempurna.
Sinar matahari bersinar
hangat dan semakin membuai jiwa-jiwa kota yang haus akan keindahan alam tanpa
polusi dan perusakan. JIwa-jiwa yang selalu mencoba menggapai sudut-sudut
nusantara yang belum terjamah oleh modernisasi yang berlebihan. Modernisasi
yang seringnya membawa dampak negative yang lebih besar bagi alam, meski
membawa dampak positive yang baik untuk masyarakat lokal.
Suatu dilema yang berat
yang terkadang harus dipilih, saat kesejahteraan manusia harus berhadapan
dengan keseimbangan dan kelestarian alam. Saya tak berani berpendapat mana yang
lebih crucial, mana pilihan yang terbaik. At the end semua pilihan itu tidak
berbanding sama antara dampak negative dan positive-nya, pun bagi subyek dan
obyek yang tak sama pula.
Akan tetapi, dalam
kerendahan hati yang ada, saya hanya berangan lima tahun lagi atau sepuluh
tahun lagi, saya masih bisa bertemu dan berenang bersama dengan apa yang hampir
tersamarkan oleh warna coral, yang sedetik atau dua, diam memandang saya di
atas kota coral di perairan Pulau Hatta, Kepulauan Banda Neira, Maluku Tengah,
Indonesiaku.
bagus banget pantainya
ReplyDeleteindeed
Deletemohon infonya dong, untuk penginapan di pulau Hatta, terutama yg di pinggir pantai
ReplyDeletethank you..