Pantai Pasir Panjang |
Perahu
kayu ini bergerak membelah Selat Sunda. Tujuan kami tidaklah terlalu jauh,
hanya sekitar satu setengah jam saja. Perahu bergerak perlahan dan pasti
meninggalkan sisi-sisi ujung barat pulau Jawa yang penuh dengan pipa-pipa industri
raksasa.
Terik
matahari menyengat mencoba menembus celah-celah perahu yang tak terlindungi
oleh atap terpal. Saya dan beberapa teman seperjalanan terbuai oleh ayunan
ombak yang cukup keras. Tatapan saya mengarah lurus ke birunya langit tanpa
noda awan di atas. Menantang dan menikmati hujaman panas sang mentari yang
tercampur percikan air laut yang sejuk dan saya tersenyum. Saya siap, hati saya
siap untuk perjalanan kali ini, menuju ke Pulau Sangiang.
“Ah
kerennnn”
“Iya
nih kayak masuk ke hutan amazon di tipi-tipi yak”
“Anjrit,
bagus banget ini”
“Ada
elang tuh di atas”
Perlahan
kapal kayu kami bermanuver perlahan melalui celah sempit berkelok menembus
hutan bakau. Yang tak saya sangka adalah lepas dari celah sempit tersebut,
kapal kami memasuki ceruk yang luas sekali, seperti danau kecil tempat dimana
dermaga Pulau Sangiang berada.
hutan bakau |
“Guys
kita turunin beberapa penumpang yang bukan romobongan kita dulu yah. setelah
itu kita langsung berangkat snorkeling-an”
“Siap!”
***
“Buset
ombaknya ga nyantai banget!”
“Ho
oh, awas mual”
“Jadi
ga bagus deh visibility-nya, butek nih”
“Udeh
nyemplung gih”
Kami
punya 2 spot untuk snorkeling yaitu Legon Bajo dan Legon Waru. Kedua spot
tersebut sama-sama mempunyai taman bawah laut dengan kondisi yang bagus dan
sangat indah. Sebenarnya ada satu spot lagi tetapi melihat kondisi ombak di 2
spot yang kami datangi, maka spot terakhir harus dilewatkan karena jaminan arus
yang sangat kuat.
taman laut Sangiang |
taman laut Sangiang |
taman laut Sangiang |
taman laut Sangiang |
taman laut Sangiang |
***
Lepas
snorkeling, kami kembali ke dermaga dan berjalanlah rombongan kami dalam satu
garis lurus, menyusuri jalan setapak kecil yang terkadang dihimpit oleh alang-alang
raksasa di kanan kiri jalan setapaknya.
“Gila,
bagus bangetttttt”
“huwow
keren abis makkkkk”
Seru-seruan
pekik kami tak kuasa tertahan melihat pemandangan yang terpampang di hadapan
kami saat jalanan alang-alang berakhir di sebuah petak terbuka. Pasir putih,
laut dengan deburan ombaknya dengan latar belakang tebing karang yang perkasa
dengan bonus ayunan disebuah dahan pohon. Ini mah lukisan batin saya, seolah
kurang nyata karena kesempurnaannya.
***
“Yuk
hunting sunset dari puncak itu”
“Buset
jauh kayaknya, ama tinggi bener! Seriusan?”
“Iyalah,
yuk cus”
Kembali
rombongan kami membentuk barisan garis lurus menyusuri jalanan setapak yang
terkadang hilang mengikuti abang guide untuk mencapai Puncak Harapan untuk
sebuah sunset dan pemandangan atas pulau ini yang lebih luas dan dari
ketinggian.
pemandangan dari Bukit Arjuna |
sunset dari Puncak Harapan |
***
Kalbu
perlahan memanggil jiwa untuk meneruskan perkelanaan saya ke dunia Utopia. Raga
pun mulai merengek untuk sejenak saya berbaring dan menutup jendela hati.
Sementara kesadaran saya mulai terbuai, angan saya sempat berceletuk bahwa
besok pagi masih ada acara trekking untuk berburu sunrise dan berlanjut ke Gua
Kelelawar. Semoga beruntung dan bisa melihat hiu-hiu di perairan dasar Goa
Kelelawar yang merupakan ceruk copong oleh air laut.
Dan
saya pun terlelap.
sunrise dari Bukit Arjuna |
***
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete