Sunday, November 16, 2014

Penjelajahan ke Misool, Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia Tercinta

at the top of Harfat Jaya, photo credit Anna
“Dermaga Dom” kata Pak Anes, salah seorang sopir taxi dari iringan beberapa taxi yang mengantar kami ke salah satu dermaga di Kota Sorong dari Bandara Dominique Edward Osok, Papua Barat.

Berasal dari beberapa penjuru kota di Indonesia dan terbang dengan beberapa maskapai penerbangan, untuk mencapai sebuah titik kecil di peta nusantara pada sinaran matahari yang berbeda Akhirnya kami bertemu di ujung dermaga ini. 17 orang yang rata-rata asing terhadap satu sama lain. 17 orang yang dipertemukan oleh garis jodoh tipis karena kegemaran yang sama, yaitu perjalanan dan alam serta Tukang Jalan haha.
view from Dermaga DOM
***
Kami berlayar membelah perairan Raja Ampat, menuju ke Gugusan Pulau Misool. Saya, Henny, Anna dan Aria, duduk di sisi belakang speed boat dengan bonus sinar matahari timur yang menyengat dan hempasan angin laut yang segar. 

Yah kami telah disambut, dan alam Papua pun mengucapakan selamat datang.

Perjalanan kami tempuh dalam waktu 3 jam, yang berlalu cukup cepat dengan perbincangan awal jumpa dan terbuai dalam ayunan lembut oleh riak lautan Raja Ampat, kami satu persatu melanjutkan kantuk yang menggantung sejak semalam ke dalam dunia utopia.
***
Deru mesin speed boat yang perlahan menghilang, membuat indera mulai sadar menangkap kuat suara samar deburan ombak yang menghempas pasir lembut sebuah pantai yang indah. Jelas ini bukan dunia utopia, ini nyata.

Membuka mata dan tertangkap pemandangan pemberhentian pertama kami di hari pertama yang cerah ini. Sebuah pulau kecil yang indah dengan garis pantai yang lebar, memagari rimbunan pohon kecil di tengah pulaunya.
Len Makana Island
view from Len Makana Beach

Len Makana Beach
“Pulau ini namanya Pulau Len Makana, kita akan main di sini sekaligus makan siang, sebelum lanjut ke Gua Putri Termenung” kata Amar, guide kami.

Cukup lama kami menghabiskan siang di pulau ini, dari menyusuri garis pantai sambil memetakan keindahan laut dengan puluhan pulau-pulau karst di kejauhan sampai asik melihat teman kami, Ferry, mencoba menerbangkan phantom-nya untuk aerial Misool yang memukau.

Tepat ditengah pulau terdapat sebuah rangka reruntuhan gazebo yang teduh karena terletak di lereng karst yang ditumbuhi pohon-pohon besar. Keteduhan itulah yang membuat kami memutuskan untuk menyantap makan siang kami dengan nyaman dan penuh pertukaran cerita dan canda tentang memori perjalanan di masa lampau.

Sang mata Apollo telah sedikit condong dari singgasana tengah harinya dan kami memutuskan berkemas dan melanjutkan perjalanan ke pemberhentian berikutnya.
***
Tak lama bertolak dari Pulau Len Makana, kami mendekati sebuah pulau dengan garis pantai yang pendek dan sempit, dilatar-belakangi sebuah bukit karst yang cukup tinggi.

“Okay, lewat sini. Menanjak dikit yah” seru Amar. Mendaki sedikit dan kami telah tiba di mulut gua yang cukup sempit tetapi tinggi.

Memasuki gua tersebut, kami disambut dengan beberapa burung walet yang rupanya terusik dari istirahatnya dalam sarang yang tertempel di dinding-dinding gua tersebut baik yang tinggi maupun yang sangat rendah sehingga kami harus membungkuk untuk melaluinya.
Liak-liuk gua menuntun kami ke sebuah latar yang cukup luas dan tinggi. Di tengah-tengah latar itulah terletak sang putri yang dalam renungannya membatu menyatu dengan ateri-ateri dinding-dinding gua ini.
The Princess, can't you see it?
Sejenak kami berhenti dan memainkan camera kami, sebelum melanjutkan acara caving itu ke latar berikutnya.
***
Kembali ke pantai pendek sempit dengan pemandangan yang indah, kami sejenak beristirahat dan menikmati suasana damai dan misterius Pulau Putri Termenung ini.
Putri Termenung Beach
Sang mata Apollo semakin condong ke barat dan waktunya kami meninggalkan sang putri kembali dalam kesendiriannya, menuju ke Desa Harapan Jaya dimana kami akan menginap dan menghabiskan beberapa malam di Misool.
***
Sesaat menjelang petang, speed boat besar kami menyandar pada dermaga kayu sederhana di Desa Harapan Jaya. Sambutan yang kami terima sungguh luar biasa, dermaga kayu tersebut penuh dengan bocah-bocah Harapan Jaya yang tampaknya sebelum kami datang asyik bermain dan sekarang sibuk berteriak ceria dengan senyum putih lebarnya, menyapa kami dan membantu para awak speed boat menurunkan barang-barang.
Harapan Jaya Village
The boys of Harapan Jaya
Sembari menggotong barang bawaan saya yang sedikit, diiringi dengan beberapa bocah, saya mulai menyusuri jalanan desa ini. Sekali atau dua tampak wajah yang muncul dari sela-sela jendela, pintu atau sudut rumah, mengintip malu tapi ingin tahu.


Homestay kami pun terlihat, sebuah bangunan 2 lantai yang relative modern dan bersih. Kami akan tinggal di rumah ini untuk beberapa malam dengan menggunakan 2 kamar kecil dan sebuah latar luas di lantai 2. Seru!
our space :D
Perlahan teman-teman seperjalanan pun sampai dan usai menaruh barang, kami pun bertolak berjalan ke arah dermaga, enggan menghabiskan sisa hari itu dengan berdiam diri. Kami punya banyak waktu untuk istirahat dan merapikan diri nantinya.

Sore itu kami habiskan berjalan-jalan di dermaga, berfoto dan bercengkrama dengan bocah-bocah Harapan Jaya yang mengikuti kami kemana pun kami pergi. Salah satunya bernama Wawan yang sangat aktif dan punya semangat 10 anak.
at Harapan Jaya's Dock
 ***
Okay sebuah kesalahan besar meninggalkan lotion anti nyamuk dalam perjalanan kali ini. Nyamuknya ganas dan pantang menyerah, obat nyamuk bakar yang dibawa oleh Prue tak sanggup menahan pasukan haus darah ini.

Saya membuka mata dan putus asa untuk melanjutkan tidur, padahal jam masih menunjukan waktu 03.30 WIT. Akhirnya dengan imin-imin melihat sunrise, saya berhasil membujuk Aria dan Henny yang nyawanya belum sepenuhnya terkumpul untuk menemani saya berjalan kembali ke dermaga dan duduk memandang jutaan bintang dan nebulanya yang membuat kita manusia tersadar akan kecilnya kita di jagat raya ini.
am i a sky full of stars? photo credit by Deri and Fajar
cloudy sunrise
***
Pagi menjelang dan kami siap menjelajah dan mencoba menengok apa yang tersembunyi dibalik pulau-pulau karst kecil yang tersebar ratusan banyaknya di perairan Misool.

Kembali membelah lautan Misool, camera ini tak hentinya memetakan keindahan landscape dari surga terakhir di dunia ini. Kemana mata memandang tampak sepucuk taman surga yang seolah mengedipkan sebelah matanya, mengundang untuk menjamah dan mencicip bius keindahannya.
Daily beauty in Misool, can't you see a tiny white sand private beach?
Speed boat kami mulai berjalan perlahan bermanuver menyusuri celah-celah yang relative sempit , menuju ke tujuan kami pagi ini: The Great Balbulol.

Boat kami berbelok dan tampak di depan kami sebuah gunung batu menjulang puluhan meter menggapai langit. Berbentuk kerucut sempurna laksana pohon natal batu raksasa.
The great Balbulol
Saatnya memainkan gear snorkeling kami dan “plung” satu-persatu kami mulai menjelajah alam bawah laut dari Balbulol. Ada 2 tempat spot snorkeling yang kami kunjungi di area Balbulol ini dan Ferry kembali asyik memainkan Phantom-nya.
Balbulol's underwater
Balbulol's underwater
Balbulol's underwater
Balbulol's underwater
Balbulol from the sky, photo credit by Ferry Rusli
Balbulol from the sky, photo credit by Ferry Rusli
***
“Lanjut yah, ke Pulau Gamfi buat makan siang” kata Amar.

Pulau Gamfi adalah salah satu pulau dengan dataran tertingginya berupa gunung karst, khas Misool, yang memiliki pantai yang relative tenang karena sedikit menjorok tersembunyi ke dalam.

“Yuk naik bukit karst” ajak Sarah
Aduh gimana nih, tadi turun kapal sandal ditinggal di kapal dan tanpa berpikir panjang, saya memutuskan nekad ikutan tanpa alas kaki. Walhasil cuman berhasil sampai tengah saja, karena mendaki bukit pendek itu harus melalui karang-karang tajam.
Gamfi Beach from the top
Wefie dulu yah XD
 ***
Lepas dari pesona Gamfi, kami melanjutkan perjalanan ke Danau Len Makana.

“Yak, sampai. Yuk hiking dikit yah” info Amar.
Tebing batu terjal menghadang di hadapan kami. Buset bahkan speed boat kami pun hanya berlabuh menempel di sisi dinding pulau karst terjal ini.
Satu-persatu kami meninggalkan speed boat dan berjuang mendaki karang-karang tajam nan terjal itu naik, naik, naik dan turun, turun, turun dengan derajat kemiringan yang lebih dari 45, fiuh.
up, up and UP
Worth it? Worth it banget. Beberapa meter di atas danau, ratusan ubur-ubur kecil tanpa sengat itu sudah terlihat mengapung di permukaan danau. Dan semakin worth it saat mulai ber-snorkeling bersama ubur-ubur kerdil ini. Ukurannya tak ada yang lebih dari segenggam tangan dewasa.
can't you see those tiny dots?
Those cute pigmy stingg less jellyfishes
Meninggalkan Danau Len Makana Uur-ubur, kami tak pulang dengan tangan hampa. Yak, kami membawa beberapa goresan di kaki sebagai cindera mata dari Danau Len Makana, haha.
***
Penjelajahan berlanjut ke spot snorkeling lain yaitu: Dafalen.

Sejenak kami habiskan waktu menjelang sore di perairan Dafalen untuk menikmati keindahan taman lautnya, sebelum bertolak ke Pulau Yaganan.
Dafalen's underwater
Patrick turns blue :')
Pulau Yaganan adalah pulau kecil lain tak berpenghuni yang terletak di seberang Desa Harapan Jaya. Pulau ini memiliki garis pantai yang panjang melingkar, dengan pasir putih lembut.
Yaganan Beach
 ***
Hari baru datang menjanjikan petualangan-petualangan baru di Misool dan menyisakan memori indah petualangan hari-hari sebelumnya.

Pemberhentian pertama adalah: Gua Keramat.
Sebuah gua raksasa dengan 2 makam keramat di mulut gua. Makam dari orang-orang pembawa ajaran Islam ke Misool.
The Gate
Gua Keramat

Berjalan menyusuri gua? Of course not, kami ber-snorkeling. Yak gua ini terendam air yang cukup dalam dan kami harus ber-snorkeling menyusurinya hingga ke ujung gua yang berakhir di sebuah danau air asin yang besar. Danau yang dipagari tebing-tebing batu yang tinggi dengan gua-gua lain yang tampak di atas sana.
caving? snorkeling?
The Lake
 ***
Speed boat ini memacu mesinnya lagi meninggalkan Gua Keramat dan merapat ke sebuah dinding karang lain di sebuah pulau tak jauh dari Gua Keramat dan disanalah tempat bersemayam para orang pendahulu Misool. Sebuah ceruk gua yang tak jauh dari batas air laut, menyisakan beberapa tengkorak dari orang-orang Misool jaman terdahulu. Inilah Gua Tengkorak.
The skulls
Tak lama kami habiskan waktu di Gua Tengkorak dan kembali membelah perairan Misool dan sejenak merapat lagi ke sebuah dinding karang padat yang besar dan tinggi, Sun Malelen. Di Sun Malelen terdapat sisa-sisa peradaban purba Misool, yaitu lukisan-lukisan purba dan cap tangan dari para pendahulu awal dari peradaban Misool yang berusia ribuan tahun.
The ancient wall
The paintings

***
Speed boat kami kembali memacu double mesinnya menyusuri gugusan pulau-pulau karang Misool yang indah, bermanuver melewati celah-celah sempit di antara pulau-pulau karang kecil yang muncul dari permukaan laut berwarna turquoise.
The beauty of Yapap
The beauty of Yapap
Yapap, sebuah area yang cukup rapat atas ratusan pulau-pulau karang besar dan kecil yang seolah tersebar acak oleh Sang Penciptanya dari langit. Salah satu spot favorite adalah sebuah perairan dangkal yang luas sekali, berpagarkan bukit-bukit karst khas Misool.
The beauty of Yapap
The big swimming salt water pool at Yapap
The beauty of Yapap
Cukup lama kami habiskan waktu di sini untuk berenang dan menikmati air yang segar dan hangatnya sinaran mentari. Mainkan cameranya, mainkan semua gaya narsis di sini.
***
Seolah tak kan pernah cukup puas bermain di Yapap, menyerap semua keindahannya dalam sel-sel kecil kelabu dalam otak ini hingga sore menjelang dan kami harus bertolak kembali ke Desa Harapan Jaya untuk menghindari ombak yang semakin tinggi di perairan Misool menjelang petang.

Desa Harapan Jaya yang kami tuju kali ini sedikit melenceng dan kami berlabuh pada sisi pulaunya yang lain. Lambung speed boat yang kami tumpangi menyandar pada pantai sempit, pelataran rumah sederhana dari penduduk setempat yang kebunnya dipenuhi dengan pohon kelapa muda. Pesta kepala muda pun terselenggara atas kebaikan sang empunya rumah dan pohon kelapa.
The other side of Harapan Jaya
Harveting coconut
Sembari menikmati kelapa muda, sang tuan rumah pun dengan ramah memperlihatan koleksi alat berburu atau mungkin alat perangnya. Beberapa teman seperjalanan pun tak kuasa untuk mencoba memanah dengan busur sederhana dan anak panah yang sepenuhnya terbuat dari sejenis daun berbatang.
***
Hari terakhir penjelajahan kami di Misool dan menyisakan salah satu spot terindah di Misool, Harfat Jaya.

Harfat Jaya adalah sebuah pulau dengan bukit kecil di tengahnya, yang cukup mudah untuk di daki karena memang telah dibuat semacam jalan dan alat bantu mendaki sederhana di sana oleh penemunya. Penemunya tak lain tak bukan adalah salah satu sesepuh dari Desa Harapan Jaya, yaitu Bapak Harun. Nama Harfat sendiri adalah singkatan nama dari Bapak Harun dan sang istri tercinta, Ibu Fatimah.
The amazing Harfat Jaya
The amazing Harfat Jaya
Kurang lebih 30 menit kami habiskan untuk mendaki bukit kecil itu dan kami sampai juga ke puncaknya, dengan pemandangan yang menawarkan keindahan secuplik dari gugusan pulau-pulau Misool. Ada 3 view point di puncak Harfat, sehingga kami bisa memperoleh pemandangan seluas mungkin dari Misool. Sungguh indah, agung dan membius mempesona.
***
Spot terakhir dalam penjelajahan Misool adalah Pulau Pasir Putih, dimana saya, Teddy dan Henny mencoba untuk mengintip keindahan taman lautnya, meski ombak sedang cukup kuat mengayunkan kami yang membuat bujukan kami ke Anna untuk menemani kami, menjadi bujukan basi, haha. 
Pasir Putih Beach
 ***
Baru saja saya selesai sedikit berkemas, tiba-tiba Aria melewati saya dengan cepat sambil berseru “Cepat ambil camera, mau ada main Bambu Gila”
Saya yang tidak begitu mengerti permainan itu, ikutan saja melompat meraih camera dan turun bersama Aria. Sampai di bawah, rupanya suasana sudah cukup ramai, rupanya kabar permainan Bambu Gila sudah menyebar di seluruh desa kecil ini.

Bambu Gila adalah permainan yang dilakukan oleh 7 laki-laki dewasa, yang mengangkat sepotong bambu, dan seorang pengendali dari bambu tersebut. Bambu yang bergerak liar dan berat akibat jampi-jampi yang dibacakan sang pengendali ini, alih alih menjadi permainan yang mistis malah menjadi permainan yang seru dan memancing banyak tawa kami dan seluruh penduduk desa. So much fun!
Playing Bambu Gila
 ***
Saya duduk di dermaga Harapan Jaya dengan semua teman seperjalanan penjelajahan Misool: Aria, Henny, Anna, Deri, Feddy, Isna, Sarah, Risya (aka ceu popong), Anggi, Fajar, Prue, Ferry, Imma, Apram, Hendra dan Bonita. Pribadi-pribadi asing yang dipertemukan dalam sebuah perjalanan. Perjalanan singkat yang merubah kata asing menjadi teman di antara kami.

Malam ini adalah malam terakhir kami di Desa Harapan Jaya dan kami ingin menikmati setiap detik yang tersisa hingga kantuk datang. Dermaga dengan sejuta bintang sebagai langit malam adalah pilihan yang sempurna. Amar, beberapa awak kapal, Wawan dan beberapa teman kecil lainnya juga ikut menemani kami, berbagi cerita dan canda.

Saya berbaring di tepian dermaga, menikmati untuk terakhir kalinya sejuta bintang dan nebula langit Misool. Sejenak jendela mata hati ini tertutup dan meresapi semua yang ada. Hembusan angin laut yang kencang, sejuk, memainkan helai-helai rambut saya. Tawa bahak diiringi pekikan geli dari teman-teman yang lain. Suara deburan ombak terpecah di tepian desa. Suara percakapan lain antar teman yang sejujurnya sayup-sayup saja saya tangkap. Sebuah moment yang sempurna untuk menutup perjalanan kali ini.

Ah saya tak akan bisa dan tak akan pernah bisa menggambarkan keindahan Misool lewat kata dan kalimat.  
***
Pagi hari datang dan waktunya kami berpamitan pada penduduk Desa Harapan Jaya yang sangat bersahabat, menerima kami dan selalu memberikan senyum bersahabat di setiap sudutnya.

Acara pamitan ini sedikit heboh dan haru karena hampir semua anak di desa menghantarkan kami ke dermaga.

“Om, om” suara anak perempuan memanggil dan saya kenali adalah suara Ami, gadis cilik di warung langganan saya dan beberapa teman di sore hari di Desa Harapan Jaya, untuk menikmati minuman dingin yang cukup langka.
“Hi Ami, sampai jumpa lagi yah” sahut saya.
“Ini om saya kasih lagi” jawab Ami sambil menyerahkan sebuah gasing sederhana buatannya dari sebuah janin buah kelapa kecil, sepotong karet gelang dan sepotong tangkai kayu kecil.
“Ah Ami terima kasih yah” jawab saya tercekat dan penuh haru.
me and Ami
me and Wawan
 ***
Speed boat memacu kencang mesinnya dan dalam waktu 4 jam kami telah tiba kembali di Dermaga Dom.

Beberapa taxi mengantar kami ke hotel di Sorong dan setelah rehat sejenak, kami memanfaatkan waktu singkat yang kami miliki untuk berkunjung ke 2 toko souvenir di Sorong. Pertama kami ke toko yang menjual souvenir modern Raja Ampat. Toko tersebut tidaklah terlalu besar yang berisi semua pernak pernik Raja Ampat dari kaos, topi, tas, sandal sampai gantungan kunci dan fridge magnet. 

Saya pribadi lebih tertarik ke toko souvenir berikutnya yang menawarakan beberapa souvenir traditional khas Papua yang antara lain adalah patung kayu, koteka, kapak batu, dan lain lain. Ugh ada sesal sedikit karena saya hanya membawa ransel kecil untuk perjalanan ini, sehingga keinginan untuk membeli kapak batu urung sudah dan sebagai gantinya saya hanya membeli koteka saja untuk pengingat perjalanan ini.
Koteka
Petang hari kami habiskan kembali bercengkrama dan berbagi foto di lobby hotel yang cukup cozy dan nyaman. Menjelang tengah malam gerombolan yang hanya tersisa Anna, Aria, Prue, Ferry dan saya akhirnya tak tahan akan godaan kasur empuk sejuk yang menunggu di kamar.
foto keluarga dulu
***
Panggilan untuk pesawat ke Jakarta yang saya tumpangi dengan Henny, Deri dan Risya telah mempersilakan kami memasuki pesawat.

Sejengkal sebelum memasuki tabung pesawat, saya tolehkan sekali lagi kepala saya ke bumi Papua. Cuaca Papua siang itu sangat cerah dan berucapkan selamat jalan, sampai jumpa lagi.
“Selamat siang Pak” ucap pramugari, memecahkan lamuan singkat saya.
“Siang” jawab saya sambil tersenyum dan memasuki tabung pesawat. Meninggalkan secuil hati saya di belahan bumi pertiwi ini, Misool Papua Barat.
Semoga saya akan kembali dan menemukan secuil hati saya yang tertinggal, untuk ditinggalkan lagi dan kembali lagi.

12 comments:

  1. Replies
    1. huwow dikunjungi putugraper kondang :D
      thanks udah mampir ke lapak :D

      Delete
  2. halo mas ,,

    boleh minta infonya untuk homestaynya bs kontak ke siapa ya untuk menginap dsn,,dan bs sewa perahu/speedboat selama dsn ke siapa mas?

    ReplyDelete
    Replies
    1. hi Mas Fuady,
      kemarin saya ikutan Tukang Jalan TO, bisa kontak ke Dwi di 081315890191 atau Moory di 085296043961. in my opinion sih Tukang Jalan ga mahal (fair) dan saya so far ga ada complain.
      karena memang disana agak susah kalo mau solo atau group kecil, secara kapal gede pisan dan mahal kalo cmn dibagi group kecil.
      tapi monggo kalo mau kontak CP Harapan Jaya dengan Amar di 085344892210.

      cheers,
      HM

      Delete
  3. pengen bisa ngetrip bareng lg dgn san diva. Banda upload dongs.. ;D

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe tahun depan yak, noh udah di upload yg Banda

      Delete
  4. Salam pak, boleh saya ijin pake beberapa dokumentasinya bapak dlm blog ini ke dalam karya ilmiah saya, ? sumbernya ttp saya cantumkan dari blog bapak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mas Fajri. Silakan mas dan thank you sdh mampir and think that my corat coret bisa bantu mas dlm karya ilmiahnya.
      Saya bisa dihub i di harry_mdj@yahoo.com atau Instagram dengan ID harry_mdj.

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  5. Boleh minta nmor kontaknya pak?

    ReplyDelete