at the top of Harfat Jaya, photo credit Anna |
“Dermaga Dom” kata Pak
Anes, salah seorang sopir taxi dari iringan beberapa taxi yang mengantar kami
ke salah satu dermaga di Kota Sorong dari Bandara Dominique Edward Osok, Papua
Barat.
Berasal dari beberapa
penjuru kota di Indonesia dan terbang dengan beberapa maskapai penerbangan, untuk
mencapai sebuah titik kecil di peta nusantara pada sinaran matahari yang
berbeda Akhirnya kami bertemu di ujung dermaga ini. 17 orang yang rata-rata
asing terhadap satu sama lain. 17 orang yang dipertemukan oleh garis jodoh
tipis karena kegemaran yang sama, yaitu perjalanan dan alam serta Tukang Jalan
haha.
view from Dermaga DOM |
***
Kami berlayar membelah
perairan Raja Ampat, menuju ke Gugusan Pulau Misool. Saya, Henny, Anna dan
Aria, duduk di sisi belakang speed boat dengan bonus sinar matahari timur yang
menyengat dan hempasan angin laut yang segar.
Yah kami telah disambut, dan alam Papua pun mengucapakan selamat datang.
Yah kami telah disambut, dan alam Papua pun mengucapakan selamat datang.
Perjalanan kami tempuh dalam waktu 3 jam, yang berlalu cukup cepat dengan perbincangan awal jumpa dan terbuai dalam ayunan lembut oleh riak lautan Raja Ampat, kami satu persatu melanjutkan kantuk yang menggantung sejak semalam ke dalam dunia utopia.
***
Deru mesin speed boat
yang perlahan menghilang, membuat indera mulai sadar menangkap kuat suara samar
deburan ombak yang menghempas pasir lembut sebuah pantai yang indah. Jelas ini
bukan dunia utopia, ini nyata.
Membuka mata dan
tertangkap pemandangan pemberhentian pertama kami di hari pertama yang cerah
ini. Sebuah pulau kecil yang indah dengan garis pantai yang lebar, memagari
rimbunan pohon kecil di tengah pulaunya.
“Pulau ini namanya
Pulau Len Makana, kita akan main di sini sekaligus makan siang, sebelum lanjut
ke Gua Putri Termenung” kata Amar, guide kami.
Cukup lama kami
menghabiskan siang di pulau ini, dari menyusuri garis pantai sambil memetakan
keindahan laut dengan puluhan pulau-pulau karst di kejauhan sampai asik melihat
teman kami, Ferry, mencoba menerbangkan phantom-nya untuk aerial Misool yang
memukau.
Tepat ditengah pulau
terdapat sebuah rangka reruntuhan gazebo yang teduh karena terletak di lereng
karst yang ditumbuhi pohon-pohon besar. Keteduhan itulah yang membuat kami
memutuskan untuk menyantap makan siang kami dengan nyaman dan penuh pertukaran
cerita dan canda tentang memori perjalanan di masa lampau.
Sang mata Apollo telah
sedikit condong dari singgasana tengah harinya dan kami memutuskan berkemas dan
melanjutkan perjalanan ke pemberhentian berikutnya.
***
Tak lama bertolak dari
Pulau Len Makana, kami mendekati sebuah pulau dengan garis pantai yang pendek
dan sempit, dilatar-belakangi sebuah bukit karst yang cukup tinggi.
“Okay, lewat sini.
Menanjak dikit yah” seru Amar. Mendaki sedikit dan kami telah tiba di mulut gua
yang cukup sempit tetapi tinggi.
Memasuki gua tersebut,
kami disambut dengan beberapa burung walet yang rupanya terusik dari
istirahatnya dalam sarang yang tertempel di dinding-dinding gua tersebut baik
yang tinggi maupun yang sangat rendah sehingga kami harus membungkuk untuk
melaluinya.
Liak-liuk gua menuntun
kami ke sebuah latar yang cukup luas dan tinggi. Di tengah-tengah latar itulah
terletak sang putri yang dalam renungannya membatu menyatu dengan ateri-ateri
dinding-dinding gua ini.
Sejenak kami berhenti
dan memainkan camera kami, sebelum melanjutkan acara caving itu ke latar
berikutnya.
***
Kembali ke pantai
pendek sempit dengan pemandangan yang indah, kami sejenak beristirahat dan
menikmati suasana damai dan misterius Pulau Putri Termenung ini.
Sang mata Apollo
semakin condong ke barat dan waktunya kami meninggalkan sang putri kembali
dalam kesendiriannya, menuju ke Desa Harapan Jaya dimana kami akan menginap dan
menghabiskan beberapa malam di Misool.
***
Sesaat menjelang
petang, speed boat besar kami menyandar pada dermaga kayu sederhana di Desa
Harapan Jaya. Sambutan yang kami terima sungguh luar biasa, dermaga kayu
tersebut penuh dengan bocah-bocah Harapan Jaya yang tampaknya sebelum kami
datang asyik bermain dan sekarang sibuk berteriak ceria dengan senyum putih
lebarnya, menyapa kami dan membantu para awak speed boat menurunkan
barang-barang.
Sembari menggotong
barang bawaan saya yang sedikit, diiringi dengan beberapa bocah, saya mulai
menyusuri jalanan desa ini. Sekali atau dua tampak wajah yang muncul dari
sela-sela jendela, pintu atau sudut rumah, mengintip malu tapi ingin tahu.
Homestay kami pun
terlihat, sebuah bangunan 2 lantai yang relative modern dan bersih. Kami akan
tinggal di rumah ini untuk beberapa malam dengan menggunakan 2 kamar kecil dan
sebuah latar luas di lantai 2. Seru!
Perlahan teman-teman
seperjalanan pun sampai dan usai menaruh barang, kami pun bertolak berjalan ke arah
dermaga, enggan menghabiskan sisa hari itu dengan berdiam diri. Kami punya
banyak waktu untuk istirahat dan merapikan diri nantinya.
Sore itu kami habiskan
berjalan-jalan di dermaga, berfoto dan bercengkrama dengan bocah-bocah Harapan
Jaya yang mengikuti kami kemana pun kami pergi. Salah satunya bernama Wawan
yang sangat aktif dan punya semangat 10 anak.
at Harapan Jaya's Dock |
***
Okay sebuah kesalahan
besar meninggalkan lotion anti nyamuk dalam perjalanan kali ini. Nyamuknya
ganas dan pantang menyerah, obat nyamuk bakar yang dibawa oleh Prue tak sanggup
menahan pasukan haus darah ini.
Saya membuka mata dan
putus asa untuk melanjutkan tidur, padahal jam masih menunjukan waktu 03.30
WIT. Akhirnya dengan imin-imin melihat sunrise, saya berhasil membujuk Aria dan
Henny yang nyawanya belum sepenuhnya terkumpul untuk menemani saya berjalan
kembali ke dermaga dan duduk memandang jutaan bintang dan nebulanya yang
membuat kita manusia tersadar akan kecilnya kita di jagat raya ini.
am i a sky full of stars? photo credit by Deri and Fajar |
cloudy sunrise |
***
Pagi menjelang dan kami
siap menjelajah dan mencoba menengok apa yang tersembunyi dibalik pulau-pulau
karst kecil yang tersebar ratusan banyaknya di perairan Misool.
Kembali membelah lautan
Misool, camera ini tak hentinya memetakan keindahan landscape dari surga
terakhir di dunia ini. Kemana mata memandang tampak sepucuk taman surga yang
seolah mengedipkan sebelah matanya, mengundang untuk menjamah dan mencicip bius
keindahannya.
Speed boat kami mulai
berjalan perlahan bermanuver menyusuri celah-celah yang relative sempit ,
menuju ke tujuan kami pagi ini: The Great Balbulol.
Boat kami berbelok dan
tampak di depan kami sebuah gunung batu menjulang puluhan meter menggapai
langit. Berbentuk kerucut sempurna laksana pohon natal batu raksasa.
Saatnya memainkan gear
snorkeling kami dan “plung” satu-persatu kami mulai menjelajah alam bawah laut
dari Balbulol. Ada 2 tempat spot snorkeling yang kami kunjungi di area Balbulol
ini dan Ferry kembali asyik memainkan Phantom-nya.
Balbulol's underwater |
Balbulol's underwater |
Balbulol's underwater |
Balbulol's underwater |
Balbulol from the sky, photo credit by Ferry Rusli |
Balbulol from the sky, photo credit by Ferry Rusli |
***
“Lanjut yah, ke Pulau
Gamfi buat makan siang” kata Amar.
Pulau Gamfi adalah
salah satu pulau dengan dataran tertingginya berupa gunung karst, khas Misool,
yang memiliki pantai yang relative tenang karena sedikit menjorok tersembunyi
ke dalam.
“Yuk naik bukit karst”
ajak Sarah
Aduh gimana nih, tadi
turun kapal sandal ditinggal di kapal dan tanpa berpikir panjang, saya
memutuskan nekad ikutan tanpa alas kaki. Walhasil cuman berhasil sampai tengah
saja, karena mendaki bukit pendek itu harus melalui karang-karang tajam.
Gamfi Beach from the top |
Wefie dulu yah XD |
***
Lepas dari pesona
Gamfi, kami melanjutkan perjalanan ke Danau Len Makana.
“Yak, sampai. Yuk
hiking dikit yah” info Amar.
Tebing batu terjal menghadang
di hadapan kami. Buset bahkan speed boat kami pun hanya berlabuh menempel di
sisi dinding pulau karst terjal ini.
Satu-persatu kami
meninggalkan speed boat dan berjuang mendaki karang-karang tajam nan terjal itu
naik, naik, naik dan turun, turun, turun dengan derajat kemiringan yang lebih dari
45, fiuh.
Worth it? Worth it
banget. Beberapa meter di atas danau, ratusan ubur-ubur kecil tanpa sengat itu
sudah terlihat mengapung di permukaan danau. Dan semakin worth it saat mulai
ber-snorkeling bersama ubur-ubur kerdil ini. Ukurannya tak ada yang lebih dari
segenggam tangan dewasa.
Meninggalkan Danau Len
Makana Uur-ubur, kami tak pulang dengan tangan hampa. Yak, kami membawa
beberapa goresan di kaki sebagai cindera mata dari Danau Len Makana, haha.
***
Penjelajahan berlanjut
ke spot snorkeling lain yaitu: Dafalen.
Sejenak kami habiskan
waktu menjelang sore di perairan Dafalen untuk menikmati keindahan taman
lautnya, sebelum bertolak ke Pulau Yaganan.
Pulau Yaganan adalah
pulau kecil lain tak berpenghuni yang terletak di seberang Desa Harapan Jaya.
Pulau ini memiliki garis pantai yang panjang melingkar, dengan pasir putih
lembut.
Yaganan Beach |
***
Hari baru datang
menjanjikan petualangan-petualangan baru di Misool dan menyisakan memori indah
petualangan hari-hari sebelumnya.
Pemberhentian pertama
adalah: Gua Keramat.
Sebuah gua raksasa
dengan 2 makam keramat di mulut gua. Makam dari orang-orang pembawa ajaran
Islam ke Misool.
Gua Keramat |
Berjalan menyusuri gua? Of course not, kami ber-snorkeling. Yak gua ini terendam air yang cukup dalam dan kami harus ber-snorkeling menyusurinya hingga ke ujung gua yang berakhir di sebuah danau air asin yang besar. Danau yang dipagari tebing-tebing batu yang tinggi dengan gua-gua lain yang tampak di atas sana.
caving? snorkeling? |
Speed boat ini memacu
mesinnya lagi meninggalkan Gua Keramat dan merapat ke sebuah dinding karang
lain di sebuah pulau tak jauh dari Gua Keramat dan disanalah tempat bersemayam
para orang pendahulu Misool. Sebuah ceruk gua yang tak jauh dari batas air
laut, menyisakan beberapa tengkorak dari orang-orang Misool jaman terdahulu. Inilah
Gua Tengkorak.
Tak lama kami habiskan
waktu di Gua Tengkorak dan kembali membelah perairan Misool dan sejenak merapat
lagi ke sebuah dinding karang padat yang besar dan tinggi, Sun Malelen. Di Sun
Malelen terdapat sisa-sisa peradaban purba Misool, yaitu lukisan-lukisan purba
dan cap tangan dari para pendahulu awal dari peradaban Misool yang berusia
ribuan tahun.
Speed boat kami kembali
memacu double mesinnya menyusuri gugusan pulau-pulau karang Misool yang indah,
bermanuver melewati celah-celah sempit di antara pulau-pulau karang kecil yang
muncul dari permukaan laut berwarna turquoise.
Yapap, sebuah area yang
cukup rapat atas ratusan pulau-pulau karang besar dan kecil yang seolah
tersebar acak oleh Sang Penciptanya dari langit. Salah satu spot favorite
adalah sebuah perairan dangkal yang luas sekali, berpagarkan bukit-bukit karst
khas Misool.
Cukup lama kami
habiskan waktu di sini untuk berenang dan menikmati air yang segar dan
hangatnya sinaran mentari. Mainkan cameranya, mainkan semua gaya narsis di
sini.
***
Seolah tak kan pernah
cukup puas bermain di Yapap, menyerap semua keindahannya dalam sel-sel kecil
kelabu dalam otak ini hingga sore menjelang dan kami harus bertolak kembali ke Desa
Harapan Jaya untuk menghindari ombak yang semakin tinggi di perairan Misool
menjelang petang.
Desa Harapan Jaya yang
kami tuju kali ini sedikit melenceng dan kami berlabuh pada sisi pulaunya yang
lain. Lambung speed boat yang kami tumpangi menyandar pada pantai sempit,
pelataran rumah sederhana dari penduduk setempat yang kebunnya dipenuhi dengan
pohon kelapa muda. Pesta kepala muda pun terselenggara atas kebaikan sang
empunya rumah dan pohon kelapa.
Sembari menikmati
kelapa muda, sang tuan rumah pun dengan ramah memperlihatan koleksi alat
berburu atau mungkin alat perangnya. Beberapa teman seperjalanan pun tak kuasa
untuk mencoba memanah dengan busur sederhana dan anak panah yang sepenuhnya terbuat
dari sejenis daun berbatang.
***
Hari terakhir
penjelajahan kami di Misool dan menyisakan salah satu spot terindah di Misool, Harfat
Jaya.
Harfat Jaya adalah
sebuah pulau dengan bukit kecil di tengahnya, yang cukup mudah untuk di daki
karena memang telah dibuat semacam jalan dan alat bantu mendaki sederhana di
sana oleh penemunya. Penemunya tak lain tak bukan adalah salah satu sesepuh
dari Desa Harapan Jaya, yaitu Bapak Harun. Nama Harfat sendiri adalah singkatan
nama dari Bapak Harun dan sang istri tercinta, Ibu Fatimah.
Kurang lebih 30 menit
kami habiskan untuk mendaki bukit kecil itu dan kami sampai juga ke puncaknya,
dengan pemandangan yang menawarkan keindahan secuplik dari gugusan pulau-pulau
Misool. Ada 3 view point di puncak Harfat, sehingga kami bisa memperoleh
pemandangan seluas mungkin dari Misool. Sungguh indah, agung dan membius
mempesona.
***
Spot terakhir dalam
penjelajahan Misool adalah Pulau Pasir Putih, dimana saya, Teddy dan Henny
mencoba untuk mengintip keindahan taman lautnya, meski ombak sedang cukup kuat mengayunkan
kami yang membuat bujukan kami ke Anna untuk menemani kami, menjadi bujukan
basi, haha.
Pasir Putih Beach |
***
Baru saja saya selesai
sedikit berkemas, tiba-tiba Aria melewati saya dengan cepat sambil berseru
“Cepat ambil camera, mau ada main Bambu Gila”
Saya yang tidak begitu
mengerti permainan itu, ikutan saja melompat meraih camera dan turun bersama
Aria. Sampai di bawah, rupanya suasana sudah cukup ramai, rupanya kabar
permainan Bambu Gila sudah menyebar di seluruh desa kecil ini.
Bambu Gila adalah
permainan yang dilakukan oleh 7 laki-laki dewasa, yang mengangkat sepotong
bambu, dan seorang pengendali dari bambu tersebut. Bambu yang bergerak liar dan
berat akibat jampi-jampi yang dibacakan sang pengendali ini, alih alih menjadi
permainan yang mistis malah menjadi permainan yang seru dan memancing banyak
tawa kami dan seluruh penduduk desa. So much fun!
Playing Bambu Gila |
***
Saya duduk di dermaga
Harapan Jaya dengan semua teman seperjalanan penjelajahan Misool: Aria, Henny,
Anna, Deri, Feddy, Isna, Sarah, Risya (aka ceu popong), Anggi, Fajar, Prue,
Ferry, Imma, Apram, Hendra dan Bonita. Pribadi-pribadi asing yang dipertemukan
dalam sebuah perjalanan. Perjalanan singkat yang merubah kata asing menjadi
teman di antara kami.
Malam ini adalah malam
terakhir kami di Desa Harapan Jaya dan kami ingin menikmati setiap detik yang
tersisa hingga kantuk datang. Dermaga dengan sejuta bintang sebagai langit
malam adalah pilihan yang sempurna. Amar, beberapa awak kapal, Wawan dan
beberapa teman kecil lainnya juga ikut menemani kami, berbagi cerita dan canda.
Saya berbaring di
tepian dermaga, menikmati untuk terakhir kalinya sejuta bintang dan nebula
langit Misool. Sejenak jendela mata hati ini tertutup dan meresapi semua yang
ada. Hembusan angin laut yang kencang, sejuk, memainkan helai-helai rambut
saya. Tawa bahak diiringi pekikan geli dari teman-teman yang lain. Suara
deburan ombak terpecah di tepian desa. Suara percakapan lain antar teman yang
sejujurnya sayup-sayup saja saya tangkap. Sebuah moment yang sempurna untuk
menutup perjalanan kali ini.
Ah saya tak akan bisa
dan tak akan pernah bisa menggambarkan keindahan Misool lewat kata dan kalimat.
***
Pagi hari datang dan
waktunya kami berpamitan pada penduduk Desa Harapan Jaya yang sangat
bersahabat, menerima kami dan selalu memberikan senyum bersahabat di setiap
sudutnya.
Acara pamitan ini
sedikit heboh dan haru karena hampir semua anak di desa menghantarkan kami ke
dermaga.
“Om, om” suara anak
perempuan memanggil dan saya kenali adalah suara Ami, gadis cilik di warung
langganan saya dan beberapa teman di sore hari di Desa Harapan Jaya, untuk
menikmati minuman dingin yang cukup langka.
“Hi Ami, sampai jumpa
lagi yah” sahut saya.
“Ini om saya kasih
lagi” jawab Ami sambil menyerahkan sebuah gasing sederhana buatannya dari
sebuah janin buah kelapa kecil, sepotong karet gelang dan sepotong tangkai kayu
kecil.
Speed boat memacu
kencang mesinnya dan dalam waktu 4 jam kami telah tiba kembali di Dermaga Dom.
Beberapa taxi mengantar
kami ke hotel di Sorong dan setelah rehat sejenak, kami memanfaatkan waktu
singkat yang kami miliki untuk berkunjung ke 2 toko souvenir di Sorong. Pertama
kami ke toko yang menjual souvenir modern Raja Ampat. Toko tersebut tidaklah
terlalu besar yang berisi semua pernak pernik Raja Ampat dari kaos, topi, tas,
sandal sampai gantungan kunci dan fridge magnet.
Saya pribadi lebih
tertarik ke toko souvenir berikutnya yang menawarakan beberapa souvenir
traditional khas Papua yang antara lain adalah patung kayu, koteka, kapak batu,
dan lain lain. Ugh ada sesal sedikit karena saya hanya membawa ransel kecil
untuk perjalanan ini, sehingga keinginan untuk membeli kapak batu urung sudah
dan sebagai gantinya saya hanya membeli koteka saja untuk pengingat perjalanan
ini.
Petang hari kami
habiskan kembali bercengkrama dan berbagi foto di lobby hotel yang cukup cozy
dan nyaman. Menjelang tengah malam gerombolan yang hanya tersisa Anna, Aria,
Prue, Ferry dan saya akhirnya tak tahan akan godaan kasur empuk sejuk yang
menunggu di kamar.
foto keluarga dulu |
***
Panggilan untuk pesawat
ke Jakarta yang saya tumpangi dengan Henny, Deri dan Risya telah mempersilakan
kami memasuki pesawat.
Sejengkal sebelum
memasuki tabung pesawat, saya tolehkan sekali lagi kepala saya ke bumi Papua.
Cuaca Papua siang itu sangat cerah dan berucapkan selamat jalan, sampai jumpa
lagi.
“Selamat siang Pak”
ucap pramugari, memecahkan lamuan singkat saya.
“Siang” jawab saya
sambil tersenyum dan memasuki tabung pesawat. Meninggalkan secuil hati saya di
belahan bumi pertiwi ini, Misool Papua Barat.
aw banget
ReplyDeletehuwow dikunjungi putugraper kondang :D
Deletethanks udah mampir ke lapak :D
pengen ksana lagi....
ReplyDeleteyuks :D
Delete*trus ngepet dulu*
halo mas ,,
ReplyDeleteboleh minta infonya untuk homestaynya bs kontak ke siapa ya untuk menginap dsn,,dan bs sewa perahu/speedboat selama dsn ke siapa mas?
hi Mas Fuady,
Deletekemarin saya ikutan Tukang Jalan TO, bisa kontak ke Dwi di 081315890191 atau Moory di 085296043961. in my opinion sih Tukang Jalan ga mahal (fair) dan saya so far ga ada complain.
karena memang disana agak susah kalo mau solo atau group kecil, secara kapal gede pisan dan mahal kalo cmn dibagi group kecil.
tapi monggo kalo mau kontak CP Harapan Jaya dengan Amar di 085344892210.
cheers,
HM
pengen bisa ngetrip bareng lg dgn san diva. Banda upload dongs.. ;D
ReplyDeletehehe tahun depan yak, noh udah di upload yg Banda
DeleteSalam pak, boleh saya ijin pake beberapa dokumentasinya bapak dlm blog ini ke dalam karya ilmiah saya, ? sumbernya ttp saya cantumkan dari blog bapak..
ReplyDeleteHalo Mas Fajri. Silakan mas dan thank you sdh mampir and think that my corat coret bisa bantu mas dlm karya ilmiahnya.
DeleteSaya bisa dihub i di harry_mdj@yahoo.com atau Instagram dengan ID harry_mdj.
This comment has been removed by the author.
DeleteBoleh minta nmor kontaknya pak?
ReplyDelete