“Naik kereta api tut tut, siapa hendak
turut, ke Bandung, Surabaya, bolehlah naik dengan percuma, ayo kawanku lekas naik,
keretaku tak berhenti lama”
Pengalaman pertama
saya naik kereta api adalah di awal tahun 2003 dengan tujuan Ibukota – Jakarta
dari Yogyakarta. Masih teringat benar saya akan rasa exciting dan penasaran saat pengalaman pertama tersebut, meski waktu
itu naiknya hanya (dan untungnya) yang kelas bisnis – FajarUtama.
Di Stasiun Tugu
Yogyakarta, saya menapakkan langkah pertama ke dalam gerbong kereta api dan untuk
pertama kalinya dalam hidup saya, bisa melihat secara langsung dari dekat isi dalam
gerbong. Perjalanan awal dari Yogyakarta ke Purwokerto saya lalui dengan tenang,
damai dan terkantuk-kantuk oleh buaian angin semilir dan ayunan kereta api yang
monoton membius. Tampak hanya beberapa bangku dalam gerbong saya yang terisi dan
suara yang terdengar hanyalah music dari roda-roda kereta api itu sendiri.
Kelopak mata
saya terbuka karena perasaan janggal akan hilangnya buaian goncangan kereta api
dan saya menemukan bahwa kereta api berhenti di Stasiun Purwokerto. Count to five and dimulailah kemeriahan
yang sesungguhnya dalam gerbong kereta api kelas bisnis.
Kelengangan gerbong
dalam hitungan menit menjadi penuh gegap gempita akan penumpang baru beserta riuh
rendahnya suara mereka yang mengikuti kemana empunya melangkah dan what I call serangan dari pedagang gendong
haha. Belasan dari mereka mulai memasuki area gerbong bisnis yang memang terbuka
dan jumlahnya akan semakin bertambah mendekati tujuan akhir kereta api ini,
yaitu Jakarta.
Kenapa saya sebut
mereka sebagai pedagang gendong? Simple saja
karena mayoritas mereka menggendong dagangannya baik didepan maupun disamping. Kenapa
saya sebut sebagai serangan? Simple saja
karena bagi saya mereka seperti prajurit (marketing)
dengan senyum, suara nyaring meneriakkan pekik perang mereka (baca: barang dagangan)
dan gencar dengan kekuatan penuh menawarkan apa yang mereka tawarkan.
Mulai dari nasi
ayam hangat, pecel plus mendoan,
minuman hangat dan dingin, buah segar sampai dengan penambal panci. You know what guys! Meski awalnya sempat
skeptic tapi akhirnya saya mencoba membeli
beberapa penganan, makan nasi ayam hangat ditemani dengan mendoan serta alunan
musik dan suara dari pengamen yang seolah tiada habisnya. NIKMAT!
Salah satu
yang saya perhatikan bahwa tidak salah jika saya sebut mereka prajurit yang
melakukan serangan, karena mereka tidak pernah putus asa dan berkecil hati atas
tampikan, ignorance, cibiran dan segala
bentuk respond negative dari para penumpang.
Mereka terus maju dan kembali (baca: gerbong hopping) dan kembali menawarkan barang dagangan yang sama pada
(akhirnya) penumpang yang sama juga. Kegigihan mereka pun kadang kala berakhir sesuai
dengan yang mereka harapkan yaitu penumpang yang itu-itu juga finally membeli barang dagangan tersebut.
Entah karena bosan ditawarin mulu, kasihan atau lebih karena rasa ketertarikan mereka
yang akhirnya tergugah.
Sungguh suatu
kondisi dan situasi yang saya sama sekali tidak bayangkan akan saya temui di
kereta api. The bad things come with the
good things. Unfortunately ke-nikmat-an
kondisi dan situasi ini juga membuat saya harus super waspada mengawasi barang-barang
bawaan saya supaya tidak raib entah kemana. Belum lagi ditambah dengan sikap beberap
apengamen yang bersifat kasar dan cenderung memaksa bahkan mengintimidasi penumpang
untuk memberikan receh mereka.
Over all, yes there’s a great
environment inside gerbong
bisnis but really needs safety
improvement. Yang biasa naik kereta api executive atau belum pernah naik kereta
api, you must try deh sesekali, it was fun, seru dan ga perlu bawa cemilan,
tinggal beli dari tempat dimana pantat ini menempel.
So, try this
before you die :D
No comments:
Post a Comment