Saturday, March 16, 2013

Kereta Api kelas Bisnis


“Naik kereta api tut tut, siapa hendak turut, ke Bandung, Surabaya, bolehlah naik dengan percuma, ayo kawanku lekas naik, keretaku tak berhenti lama”

Pengalaman pertama saya naik kereta api adalah di awal tahun 2003 dengan tujuan Ibukota – Jakarta dari Yogyakarta. Masih teringat benar saya akan rasa exciting dan penasaran saat pengalaman pertama tersebut, meski waktu itu naiknya hanya (dan untungnya) yang kelas bisnis – FajarUtama.

Di Stasiun Tugu Yogyakarta, saya menapakkan langkah pertama ke dalam gerbong kereta api dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, bisa melihat secara langsung dari dekat isi dalam gerbong. Perjalanan awal dari Yogyakarta ke Purwokerto saya lalui dengan tenang, damai dan terkantuk-kantuk oleh buaian angin semilir dan ayunan kereta api yang monoton membius. Tampak hanya beberapa bangku dalam gerbong saya yang terisi dan suara yang terdengar hanyalah music dari roda-roda kereta api itu sendiri.

Kelopak mata saya terbuka karena perasaan janggal akan hilangnya buaian goncangan kereta api dan saya menemukan bahwa kereta api berhenti di Stasiun Purwokerto. Count to five and dimulailah kemeriahan yang sesungguhnya dalam gerbong kereta api kelas bisnis.

Kelengangan gerbong dalam hitungan menit menjadi penuh gegap gempita akan penumpang baru beserta riuh rendahnya suara mereka yang mengikuti kemana empunya melangkah dan what I call serangan dari pedagang gendong haha. Belasan dari mereka mulai memasuki area gerbong bisnis yang memang terbuka dan jumlahnya akan semakin bertambah mendekati tujuan akhir kereta api ini, yaitu Jakarta.

Kenapa saya sebut mereka sebagai pedagang gendong? Simple saja karena mayoritas mereka menggendong dagangannya baik didepan maupun disamping. Kenapa saya sebut sebagai serangan? Simple saja karena bagi saya mereka seperti prajurit (marketing) dengan senyum, suara nyaring meneriakkan pekik perang mereka (baca: barang dagangan) dan gencar dengan kekuatan penuh menawarkan apa yang mereka tawarkan.

Mulai dari nasi ayam hangat, pecel plus mendoan, minuman hangat dan dingin, buah segar sampai dengan penambal panci. You know what guys! Meski awalnya sempat skeptic tapi akhirnya saya mencoba membeli beberapa penganan, makan nasi ayam hangat ditemani dengan mendoan serta alunan musik dan suara dari pengamen yang seolah tiada habisnya. NIKMAT!

Salah satu yang saya perhatikan bahwa tidak salah jika saya sebut mereka prajurit yang melakukan serangan, karena mereka tidak pernah putus asa dan berkecil hati atas tampikan, ignorance, cibiran dan segala bentuk respond negative dari para penumpang. Mereka terus maju dan kembali (baca: gerbong hopping) dan kembali menawarkan barang dagangan yang sama pada (akhirnya) penumpang yang sama juga. Kegigihan mereka pun kadang kala berakhir sesuai dengan yang mereka harapkan yaitu penumpang yang itu-itu juga finally membeli barang dagangan tersebut. Entah karena bosan ditawarin mulu, kasihan atau lebih karena rasa ketertarikan mereka yang akhirnya tergugah.

Sungguh suatu kondisi dan situasi yang saya sama sekali tidak bayangkan akan saya temui di kereta api. The bad things come with the good things. Unfortunately ke-nikmat-an kondisi dan situasi ini juga membuat saya harus super waspada mengawasi barang-barang bawaan saya supaya tidak raib entah kemana. Belum lagi ditambah dengan sikap beberap apengamen yang bersifat kasar dan cenderung memaksa bahkan mengintimidasi penumpang untuk memberikan receh mereka.

Over all, yes there’s a great environment inside gerbong bisnis but really needs safety improvement. Yang biasa naik kereta api executive atau belum pernah naik kereta api, you must try deh sesekali, it was fun, seru dan ga perlu bawa cemilan, tinggal beli dari tempat dimana pantat ini menempel.

So, try this before you die :D

No comments:

Post a Comment