Saturday, March 24, 2012

Kabaret Oriental – Anak Emas Juragan Batik


Kabaret ini menceritakan tentang kehidupan Cina Peranakan di Indonesia kelas atas aka tajir abis. Keluarga Hwang ini dikepalai oleh Hwang Cin Hin yang telah almarhum begitu juga dengan 3 dari 4 istrinya. Bisnis keluarga jelas adalah batik yang tetap diteruskan dan dikelolah oleh beberapa anak-anak dan menantu Cin Hin dari keempat istrinya serta diawasi oleh istri ke 4 dari Cin Hin yaitu Lusiana Cheung yang (kayaknya) sudah pensiun. Seperti biasa masalah-masalah dalam bisnis pun muncul ketika ada perbedaan pandangan management antara yang tradisional dan yang modern sehingga merambah ke hubungan keluarga sebagai adik kakak.


Kami mendengar perihal pertunjukan kabaret ini dari seorang teman (adik dari salah satu penari) dan seketika itu juga saya sangat tertarik untuk menontonnya. Kabaret ini bukannya pertunjukan pertama yang saya tonton dari EKI Dance Company (EDC). Beberapa waktu yang lalu saya juga sempat nonton pertunjukan dari EDC yaitu Jakarta Love Riot yang menurut saya bagus, ringan dan menghibur.

“Anak Emas Juragan Batik” ini menurut saya cerita dan performance-nya jauh lebih bagus daripada Jakarta Love Riot, terutama dengan penampilan yang okay banget dari Cynthia Lamusu (Lusiana Cheung), Sarah Sechan (Melisa) dan Ary Kirana (Monik). Kabaret ini menjadi lebih meriah dengan performance yang ga kalah okay dari Nanang Hape (Supir Monik) dan Kelompok Sahita (Cempluk, Atik, Inong dan Ting) yang sukses membuat kami ketawa terpingkal-pingkal.

Humor-humor yang menggelitik dan tidak garing memenuhi semua adegan di pertunjukan kabaret ini. Nilai-nilai dan norma-norma yang disampaikan juga klasik tetapi masih sangat relevan dalam kehidupkan di era sekarang.

Di sisi lain beberapa hal yang menurut saya menjadi point minus dari kabaret ini adalah logat Cina (pelat dan sengau) dari karakter Bobby dan Jenny, karena menurut saya terlalu berlebihan dan jaman sekarang sudah tidak ada yang beraksen seperti itu. Lha wong tante dan om saya aja yang lahir dan menghabiskan masa kanak-kanak di China (main land) biasa aja ngomongnya malah aksennya cenderung ke Jawa Timur-an, lha ini karakter yang masih muda kok aksennya berlebihan seperti itu.

Ngomong-ngomong masalah aksen (lepas dari latar belakang aktor yang tidak saya ketahui) saya applause dengan aksen dari Baktiar Wijaya (William). Bagi saya, yang orang Jawa juga, merasa nyaman dan natural mendengar karakter William berbicara dengan aksen Jawa yang “bagus”, tidak seperti di beberapa sinetron atau film Indonesia yang ngomong Jawanya dibuat-buat dan dimedok-medokkan.  

Sedang kemampuan aktor lainnya dalam menampilkan karakter perannya masing-masing secara overall menurut saya bagus-bagus, meskipun terlihat beberapa aktor junior kayaknya belum “siap” sehingga performance-nya cenderung kaku dan kikuk.

Untuk nyanyian dan tari menurut saya overall juga bagus, meski beberapa penyanyi tampak kesulitan menjaga nafasnya pada segmen tertentu, sedangkan untuk tari pada beberapa tarian terdapat lebih dari 1 spot sehingga saya bingung mau lihat yang mana. 

Saya dan beberapa teman menonton pertunjukan ini pada hari Kamis (22 Maret 2012 di Gedung Kesenian Jakarta Pasar Baru Jakarta) dan kami, khususnya saya merasa pertunjukan ini sangat bagus dan recommended banget untuk ditonton dengan nilai-nilai educative, humor-humor yang menggigit, alur cerita yang ringan diselingi dengan nyanyian dan tari dalam durasi kurang lebih 2 jam. 

Well my favorite performance untuk nyanyian dan tari adalah saat Cynthia Lamusu menutup pertunjukan tersebut dengan lagu mandarin jadul (sangat familiar di telinga saya tetapi lupa judulnya), good job Cynthia and penari-penari.

No comments:

Post a Comment