from: http://www.welt-atlas.de/map_of_vietnam_6-164 |
Tanggal 14 February 2012, pikiran dan jiwa saya sudah tidak di kerjaan lagi, alih-alih demam Valentine Day, saya malah sibuk melirik jam dinding di ruangan kantor saya, menunggu jarum jam ada di posisi 11.30 WIB. Hari ini saya hanya masuk kerja untuk setengah hari saja karena pukul 16.35 WIB, saya dan beberapa teman traveling (total kami berjumlah 5 orang) akan terbang ke Ho Chi Minh City – Vietnam, yang dulunya lebih dikenal dengan nama Saigon (HCM) dan memulai liburan kami selama 8 hari 7 malam di 4 kota di Vietnam yaitu HCM, Hanoi (HN), Tay ninh (TN) dan Ha Long (HL). Untuk TN kami hanya akan mengunjungi Cao Dai Temple dan di HL kami hanya akan mengikuti Cruise 2 hari 1 malam di Ha Long Bay (HLB).
DAY 1
Ketika jam kantor sudah menunjukkan pukul 11.30 WIB maka saya dan seorang teman traveling yang masih masuk kerja juga (kami semua sekantor, 2 orang termasuk saya cuti setengah hari dan 3 orang lainnya sudah mulai cuti pada Hari Kasih Sayang tahun 2012 ini) segera hengkang dari kantor untuk pulang ke rumah masing-masing, refreshment sebentar, ambil barang dan cabut lagi menuju Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) di Terminal 3 (T3). Yupe semua penerbangan Air Asia baik domestik maupun internasional sejak tanggal 17 November 2012 berkumpul semua di Soetta T3 dimana pemisahan gate antara domestik dan internasional ada di lounge yang sama setelah check in, sebelum masuk ke boarding lounge (untuk tujuan internasional, sebelum mausk ke internasional boarding lounge, akan dihadang oleh jajaran petugas imigrasi).
Kurang lebih pukul 13.16 WIB, kami (kloter taxi) sampai di Soetta T3 dan segera masuk untuk mengurus pembayaran airport tax di counter Airasia (hanya meja tinggi kecil jadi sebenarnya bukan literally sebuah counter, tepat disebelah kanan setelah pintu masuk) yang sekaligus sebagai counter untuk check dokumen. Tak lama pada saat proses check document, teman kami yang lain pun tiba (kloter damri). Sembari menunggu teman-teman selesai tidak sengaja saya overheard keributan kecil dari sekelompok penumpang Air Asia (kalau ga salah ke negeri sebelah) yang protes karena status flight sudah closed. Usut punya usut ternyata jam take off tertulis di tiket pukul 13.45 WIB sedangkan mereka datang untuk check in pukul 13.30 WIB hehe. Overheard saya ini terpicu dengan suara yang cukup keras dari salah seorang dari kelompok terebut yang ngotot mereka tidak salah karena jam tertulis di tiket adalah 13.45 WIB dan mereka datang jam 13.30 WIB, hadeuh : )
Selesai membayar airport tax dan diperiksa kelengkapan dokumen maka kami segera menuju 1 level ke atas dari level dasar (saya lupa dan agak bingung tentang penomoran lantai di T3 ini) untuk menuju, kemana lagi kalau bukan, ke Executive Lounge yang ternyata hanya ada 2 buah, yang mana hanya 1 buah yang menerima segala macam kartu kredit (yang 1 buah lagi/Monas harus bayar meski ada diskon 50% untuk kartu kredit apapun). Executive Lounge tersebut bernama de Green yang mana space-nya sangat sempit dan pilihan makanannya sangat terbatas jika dibandingkan dengan Executive Lounge di Terminal 2. Sedangkan untuk minuman, pilihan cukup beragam dan dilengkapi pula dengan coffee machine yang sayangnya untuk gula sudah otomatis dari machine-nya dan menurut kami terlalu banyak takarannya sehingga semua minuman dari machine tersebut sangat-sangat manis (cappuccino termanis yang pernah saya minum).
30 menit sebelum jam boarding kami mulai berjalan menuju ke gate international boarding lounge yang dihadang oleh 2 counter petugas imigrasi (iya kok, dikit banget) dan untungnya saat itu tidak terlihat antrian sehingga kami tidak usah antri panjang seperti halnya di Soetta Terminal 2 (T2). Beda dengan T2 yang suasananya dingin dan sejuk, T3 yang memiliki gaya arsitek futuristic serta relative baru ini terasa sangat panas (beneran panas lho, sampai banyak juga yang kipas-kipas).
Sunset flight with Air Asia |
Tidak lama menunggu, karena flight kami on schedule, kami berbaris antri lagi untuk masuk ke dalam pesawat dengan sambutan greetings dan senyum dari mas mbak flight attendants. Terbang dengan nyaman dengan durasi 3 jam 5 menit dan pukul 19.20 kami pun mendarat di Bandara Internasional Tan So Nhat (TSN) di HCM dengan bangunan arsitek futuristic tetapi memang tidaklah terlalu luas. Berhubung semua backpack kami masuk ke cabin dan antrian di imigrasi TSN tidak terlalu panjang, maka dalam kurun waktu kurang dari 30 menit kami sudah melangkah keluar dari airport dan sempat terhenti beberapa lama di kumpulan counter money changer yang menanti berderet sebelum pintu keluar untuk menukarkan USD kami dan mata uang asing lainnya menjadi Dong (VND).
TIPS:
Tidak ada perbedaan waktu di seluruh Vietnam dengan WIB.
Jangan tukar IDR ke VND di Indonesia karena kurs-nya lebih bagus jika kita beli USD di Indonesia dan menukarkannya ke VND di Vietnam. Tukarkan secukupnya dulu, karena pada saat di kota, carilah toko emas/bank local dan mereka akan memberikan kurs yang lebih bagus.
Jangan bawa IDR karena belum tentu diterima oleh money changer di Vietnam, tetapi jika punya MYR/SGD silakan dibawah dan ditukar di sana.
Sebagai gambaran:
Money changer: 50 USD = 1.020.000 VND
Toko Emas: 50 USD = 1.032.000 VND
Bank Local (VietcomBank) 5 USD = 103.500 VND (minimal 10 USD)
Hotel: 20 USD = 410.000 VND
Hotel: 1 USD = 21.000 VND (untuk bill/tagihan atau kurs jual USD-nya)
Di luar kami langsung disambut papan nama yang mencantumkan nama salah seorang dari kami yang dibawa oleh driver mobil jemputan kami dari Luan Vu Hotel (hotel). Kami sengaja memakai mobil jemputan private dari hotel dengan harga sekali jalan 16 USD dengan mobil innova dengan pertimbangan terjangkau jika dibagi kami berlima dan lebih nyaman.
TIPS:
Mau super irit bisa juga naik bus umum dari dan ke Ben Tanh Market – TSN cuman 4.000 VND (turun depan terminal building persis). Kami tahunya hal ini dari teman baru yang backpacker-an juga pada saat menunggu pesawat pulang ke Jakarta tujuh hari kemudian : )
Jika naik Taxi baik di HCM maupun di HN harus naik yang Vinasun/Mailin, ini kayak Bluebird-nya Jakarta gitu. Hati-hati untuk Vinasun ada yang namanya mirip, misalnya Vina Taxi.
Receptionist hotel juga berpesan kepada kami, jika kami naik taxi ke hotel sebagai tujuan akhir dan merasa ada yang tidak beres dengan argo pak sopir taxi, maka kami bisa panggil dia untuk nge-check, karena pernah ada kejadian turis disuruh bayar 50 USD (setara 1juta lebih VND – WTF!) untuk jarak dalam kota.
Kami sendiri sudah membaca dan mendengar bahwa kondisi lalu lintas di Vietnam yang cukup kacau dan didominasi dengan motor yang luar biasa banyak. Melihat dengan mata kepala sendiri dari mobil yang membawa kami ke hotel dan berada di tengah kekacauan itu sungguh membuat kami ngeri karena benar-benar di luar bayangan kami sebelumnya. Lampu merah memang ada tetapi seringnya terjadi bentrokan dari lajur lurus dengan belok kiri. Perlu diketahui bahwa di Vietnam setir mobil ada di sebelah kiri jadi kebalikan dengan di Indonesia, belok kanan, jalan terus hehe.
Perjalanan dari TSN ke Hotel, yang terletak di District 1, Jalan Bui Vien, kami tempuh dalam kurun waktu sekitar 30 menit dan kami temukan ternyata hotel kami agak masuk ke gang kecil dan berupa seperti ruko 5 lantai (tangga manual) dengan jumlah kamar per lantai hanya 3 buah. Lepas dari kondisi luarnya yang sederhana, kamar yang kami bayar dengan harga 24 USD per malam (untuk 2 orang) dan 30 USD per malam (untuk 3 orang) ternyata bagus lho dalamnya, nyaman dan kamar mandinya pun simple, bersih, dilengkapi dengan air panas, TV Cable, LCD TV dan kulkas. Ga rugilah bayar segitu untuk kamar ini dan sudah termasuk makan pagi.
Makan paginya memang hanya 1 telor dadar dan 1 sosis goreng (kadang setengah)/2 telor dadar tapi roti tawarnya (ada toaster-nya) bisa ambil sepuasnya, plus ada juga selai dan pisang yang bisa dimakan juga dengan ditemani kopi, juice atau teh.
TIPS:
Tarif USD tersebut bisa dibayar dengan VND dengan kurs 1 USD = 21.000 VND
Jika bayar pakai credit card biasa akan kena charge tambahan 3% hingga 4% dari jumlah yang dibayar dengan credit card.
Beres dengan proses bayar-membayar kamar kami selama 3 malam, maka kami beranjak ke dalam kamar untuk menaruh barang dan segera keluar lagi untuk mencari makan malam di sekitaran hotel karena waktu sudah mendekati pukul 21.00. Tengok punya tengok depot-depot yang banyak berjajar di sekitaran hotel, kami memutuskan untuk ber-Valentine Dinner di depot bernama Mimosa yang menyajikan bermacam jenis makanan internasional termasuk Vietnamese Cuisine yang salah satunya adalah Pho (yang biasa dilafalkan fe, e-nya dari memar). Pikir kami apa yang lebih baik sebagai pembuka perjalanan kuliner pertama di Vietnam jika bukan pho (noodle soup) yang merupakan signature dish dari Vietnam sendiri. Menemani pho, kami juga memesan fried spring roll (semacam lumpia mini goreng) dan beragam minuman dari teh Vietnam hingga bir lokal (Beer Saigon) yang bisa dibilang murah, dengan harga 18.000 VND (botol ukuran sekitar 600ml) dan wine lokal yang murah sekali (Dalat Wine) dengan harga per gelas 28.000 VND (per botol 110.000 VND).
Pho yang kami santap, entah karena lapar atau terbawa suasana sedang berada di Vietnam, yang pasti enak dan segar dengan mie berasnya yang lebut pipih halus, kuah bening bercampur dengan kesegaran tauge dan dedaunan fresh lainnya dengan harga yang terjangkau (39.000 VND).
Lepas santap malam, kami memutuskan untuk sedikit berkelana di sekitar hotel untuk mencari one day tour ke Tay Ninh (Cao Dai Temple) dan Cu Chi Tunnel. Di hotel, tempat kami menginap, mereka juga merupakan agen tour dengan penawaran harga per orang 8 USD (mini bus dan tour guide, tidak termasuk konsumsi dan tiket masuk ke Cu Chi Tunnel) yang untungnya tidak langsung kami deal karena akhirnya kami dapatkan juga tak jauh dari hotel (Viet Dream Tour, 112 Bui Vien St.) dengan harga per orang 140.000 VND (jika pakai kurs jual USD hotel maka sekitar 6.67 USD) untuk fasilitas yang sama, haha lumayan kan hemat lebih dari 1 USD.
Cukup puas dengan harga yang kami dapat untuk one day tour di hari ke 3 nanti, kami memutuskan untuk istirahat memupuk energi buat keliling HCM dengan berjalan kaki. Dalam perjalan pulang ke hotel, kami melipir ke mini market dekat hotel untuk beli air mineral dengan kisaran harga 7.000 VND sampai 8.000 VND untuk botol 1,5 liter.
Untuk perokok macam saya, pastinya di mini market disempetin melirik juga harga rokok dan cukup shock to find out bahwa rokok di sini lebih murah dari di Indonesia. Marlboro yang di Indonesia dijual per pak sekitar Rp 13.500,- di sini hanya dijual seharga 20.000 VND yang artinya kurang dari Rp 10.000,- (hiks nyesel bawa rokok banyak dari Indonesia). Keluar dari mini market lebih shock lagi melihat sebuah café-café-an di seberang jalan yang ramai sekali dan menjual bir dengan harga 10.000 VND, what! Ga heran tuh pengunjung duduknya sampe menuhin trotoar, bahkan mengambil space jalan raya dikit (disediakan meja kecil dengan bangku-bangku super imut).
Note:
Di hotel ada wifi tapi dodol banget, terutama untuk di kamar kami yang berada di lantai 5, failed mulu. Kadang bisa connect tapi ga bisa buat apa-apa (connect palsu huuu). Pas coba nanya-nanya di receptionist, bisa connect tapi begitu balik kamar kok dodol lagi hadeuh. Entah BB-nya atau memang wifi-nya yang dodol peyang.
Saya sempat kesulitan membuka facebook.com di sini (via komputer yang disediakan cuma-cuma di hotel) dan setelah iseng tanya ke receptionist, ternyata, menurut doi, facebook di banned di seluruh Vietnam dan harus menggunakan proxy (f2.proxymice.com). Saya sih percaya aja karena seperti halnya di beberapa negara komunis lain seperti China, facebook juga di banned. Tetapi pas saya twit masalah ini ternyata ada beberapa respond yang bilang pengalaman mereka baik-baik aja pas buka facebook di Vietnam. Heran juga, sampai saya sempat konfirmasi lagi ke receptionist yang berbeda dan menerima jawaban yang sama.
Beberapa kemudian saya coba buka facebook.com di Hanoi melalui komputer hotel juga dan sukses serta tanpa proxy. Hm jadi bingung juga sampai sekarang, benernya bagaimana status facebook.com di Vietnam.
DAY 2
Pagi hari ke 2 di HCM, sesuai rencana after breakfast, sekitar pukul 08.00 kami mulai meng-explore HCM dengan berjalan kaki (trust me, you can! karena ga terlalu jauh-jauh kok tempat wisata satu ke yang lainnya, buktinya teman-teman cewek kuat-kuat aja dibanding muter-muter di Singapore dan Kuala Lumpur kemarin). Ada sih teman yang bilang sewa mobil aja rame-rame untuk seharian, tapi bagi kami sih selain ga rela ngeluarin uang dengan percuma tetapi juga feel-nya ga dapet gitu kalau kemana-mana pakai mobil plus driver. Kami prefer jalan kaki aja sambil menikmati kehidupan, rutinitas dan keseharian penduduk local, meski ga berani naik bus umumnya karena ga tahu jurusan-jurusannya. Let’s get lost! Itu asiknya meng-explore tempat asing, eh tapi juga jangan “bunuh diri” gitu nyasarnya haha.
Sebelum menuju ke tempat pertama tujuan kami, saya sempat mampir ke stand penjual roti baguette dan membeli satu buah karena sarapan di hotel kurang buat porsi saya hehe. Roti baguette pada dasarnya adalah salah satu jenis roti utama yang dijual di Vietnam, yang bisa dijual kosongan (kalau ga salah seharga 5.000 VND dengan ukuran sekitar 20 cm-an) atau dengan isian seperti yang saya beli seharga 12.000 VND hingga 15.000 VND dengan isian bermacam daging olahan babi, pate babi dan sayur-sayuran segar (nama Vietnam-nya adalah Banh Mi). Rasanya sendiri enak kok, light dan segar karena beda dengan baguette di Indonesia yang keras dan kering banget, di Vietnam roti baguette-nya crunchy pada lapisan luarnya dan soft di dalamnya, enak banget.
Tujuan pertama kami pagi ini adalah Tran Nguyen Han Statue dan Ben Tanh Market yang terletak pada lokasi yang sama. Tran Nguyen Han Statue yang merupakan Jendral dari King Le Loi pada abad 15 ini terletak dikelilingi taman yang terletak di tengah persimpangan jalan raya yang padat di depan Ben Tank Market.
Sedikit mengabadikan beberapa foto dan kami pun memasuki salah satu pasar tradisional yang menjadi landmark dari HCM tersebut. Meskipun bisa dibilang pasar ini tidaklah luas tetapi sangat ramai dan segala macam dagangan ada di sini, dari souvenir, snacks, makanan berat, kain, parfum, teh-kopi, hingga (pada bagian belakang) daging, ikan, sayuran segar, dll.
Cukup menarik dan cukup betah kami muter-muter di dalam Ben Tanh Market sambil sesekali berhenti untuk tawar menawar harga dengan pedagang (sampe terkadang sedikit sengit juga haha) dan jika harga cocok maka bawaan kami bertambah beberapa tas kresek (better banget bawa ransel biar simple bawa hasil belanjaan).
Melangkah keluar dari Ben Tanh Market, kami sempat mampir ke toko emas untuk menukarkan USD kami ke dalam VND lagi sembari membuktikan benar ga kata teman di Indonesia bahwa kurs di toko emas lebih bagus dan ternyata benar yeehaw.
Keluar dari toko emas, mata kami menangkap tulisan dengan bahasa Indonesia “Harga Tetap”. haha kayaknya took ini trauma sering didatangin turis Indonesia. Iseng kami memasuki toko kaos-kaos Vietnam tersebut dan memang harga tidak bisa ditawar lagi. Dengan harga yang realtif bersahabat (dari 40.000 VND hingga 97.000 VND tergantung dari ukuran anak-anak/dewasa dan jenis kainnya) maka bertambahlah bawaan kami dengan kaos Vietnam. Cukup lama juga kami di toko ini karena para teman-teman cewek ribet banget milih kaosnya and tetap ga patah semangat buat nawar or minta diskon pembulatan dan gagal haha.
Melangkah ke pemberhentian selanjutnya kami sempat juga nyasar dikit dan jarang ada yang bisa Bahasa Inggris (yang mudah dimengerti) dan kami sempat dikejar-kejar ama abang-abang jualan minuman ringan dan kelapa Vietnam. Gigih banget abang-abangnya mengejar merong-rong kami dan berhasil juga doi membuat kami (tiga dari lima) untuk mencoba kelapa Vietnam-nya yang memang manis dan segar (pas haus juga lagi) dengan harga 25.000 VND per buah (ga tau nih mahal, murah atau average).
Kelapa Vietnam sudah dinikmati dan kami pun memasuki Ho Chi Minh City Museum dengan bangunan khas kolonialnya. Di dalam museum yang terdiri dari 2 sayap dan 2 lantai ini kami disuguhi beberapa porselen-porselen kuno yang cantik, beberapa benda-benda cultural dari jaman Vietnam kuno (retro-nya Vietnam gitu) dan banyak sekali kisah perjuangan Vietnam terutama terkait dengan Vietnam War. Bangunan yang cantik ini sayangnya menurut saya kurang perawatan yang optimal karena terlihat di banyak tempat, bangunan ini mulai termakan umur, besi-besi berkarat, beberapa barang-barang yang dipamerkan (menurut saya) berdebu dan kurang banget sistem pengamanannya. Di salah satu sayap di lantai 2 kami juga disuguhi dengan mata uang yang pernah ada di Vietnam dari jaman jadul sampai sekarang (khusus di ruangan ini foto tidak diijinkan, ada CCTV-nya lho).
Ho Chi Minh City Museum |
Spiral Staircase inside The Museum |
Backyard of HCMC Museum |
Puas muter-muter di Ho Chi Minh City Museum kami melanjutkan langkah kami ke City Hall yang jaraknya tidak jauh juga dari museum. City Hall, atau yang biasa disebut juga People’s Committee Hall, tidak bisa kami masuki karena merupakan gedung pemerintahan yang aktif, jadi kami harus puas dengan berfoto di depannya saja sembari menimati taman yang terletak di seberang city hall dengan Ho Chi Minh Statue (Uncle Ho). Dari city hall sebenarnya sangat dekat (sekitar beberapa ratus meter) dengan Ho Chi Minh Opera House, tapi entah mungkin lagi dodol, kami melewatkan gedung cantik yang satu ini dan menuju ke tempat lain yaitu Notre Dame Cathedral/Basilica dan Ho Chi Minh Central Post Office yang terletak berseberangan.
Notre Dame Cathedral yang terbuat dari bata merah ini terlihat megah dan cantik dengan taman yang luas di depannya mengelilingi patung Bunda Maria dengan tulisan Regina Pacis (Sang Ratu Damai) pada dasar patung tersebut. Sayangnya kembali, cathedral ini pun tidak bisa kami masuki, sehingga kami harus puas dengan mengabadikan fotonya dari luar saja (pingin banget melongok ke dalam barang sebentar).
Menyebrang dari Notre Dame Cathedral, kami menemui Ho Chi Minh City Post Office yang berciri khas bagunan kolonial, sepintas serasa memasuki Stasiun Kota di Jakarta dengan atap tinggi melengkungnya, khas sekali. Ada 2 sayap kecil di bagian depan bangunan ini yang berisi penjual souvenir (tidak banyak pedagangnya tetapi, hanya ada 3/4 toko) yang mana harganya tidak bisa ditawar tetapi cukup murah dan bahkan ada yang lebih murah dari harga yang kami peroleh di Ben Tanh Market. Beberapa barang di sini juga seingat kami tidak kami temui di Ben Tanh Market.
Inside The Post Office |
Tidaklah memakan waktu lama di post office, kami melanjutkan perjalanan kami dengan mencari lunch karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.40 sehingga perut kami sudah keroncongan. Sempat kesulitan untuk menemukan tempat makan karena dari Notre Dame Cathedral menuju ke arah Reunification Palace (tujuan kami berikutnya) hanya ada café-café aja, sedangkan kami butuh makanan berat yang tentunya dengan harga yang relative murah haha. Berjalan mengelilingi taman yang extra luas, akhirnya ada penduduk lokal yang memberi info kepada kami tentang keberadaan food court yang kami inginkan yaitu di sebuah mall kecil (Diamond Dept. Store) yang terletak pas di belakang Notre Dame Cathedral, busetttt ngapain pake acara muterin tuh taman? Mana gede banget tamannya hiks.
Food court/hall yang ada di dalam Diamond Dept. Store, kecil aja sih tempatnya dengan pilihan menu yang cukup sedikit. Muter sana muter sini akhirnya pilihan saya jatuh pada menu Hanoi Specialities Roll yang terdiri dari satu nampan hidangan yang berisinya grilled pork 2 tusuk, rice vermicelli, pork roll (kayak ci cong fan gitu), sayur-sayuran segar dari timun slice sampai Vietnamese Basil, kulit vietnamese spring roll dan 2 macam saos (kecap ikan dan kecap asin cabe). Cukup enak dan diluar dugaan saya sangat mengenyangkan. Asik-asik makan tatapan mata kami jatuh ke bangunan café di sebelah belakang Diamond Dept. Store yaitu Trung Nguyen Coffee yang cukup banyak direkomendasikan beberapa turis Vietnam. Hm boleh dicoba nih, tapi nanti jika semua tujuan sudah kelar.
Dengan perut kenyang kami mulai melangkah ke Reunification Palace dan yah kembali melintasi taman segede gaban tadi. Setelah membeli tiket dan melewati gate masuk bagi pengunjung, kami langsung diarahkan ke sebuah mobil semi terbuka (kayak mobil golf tapi gede bisa muat belasan orang) yang membawa kami berkeliling taman dari palace ini secara gratis, asekkkk. Setelah mengelilingi taman palace dengan durasi sekitar 10 menit maka kami di-drop di depan pintu utama dari palace ini dan segera memasuki bagunan tersebut. Sayangnya kami tidak mengetahui jika berkunjung pada jam-jam tertentu kami bisa mendapat tour guide secara gratis, jadinya terpaksa kami berkeliling sendiri atau numpang dengar tour guide dari group tour lainnya. Reunification Palace ini sebenarnya cukup indah dan menarik jika bisa dikonsep dengan lebih bagus dan terlihat perawatan yang kurang sehingga banyak besi-besi yang mulai berkarat dan di beberapa sudut tertentu kami mencium bau kurang sedap. Berlantai-lantai dari bangunan ini kami disuguhi dengan meja makan jamuan resmi besar kecil, ruang pertemuan besar kecil dan lagi semacam ruang menerima tamu besar dan kecil, kecuali di basement kami disuguhi dengan beberapa foto (again) terkait Vietnam War dan dapur dari palace tersebut. Maaf tetapi bagi saya hal ini cukup membosankan karena semua ruangan hampir sama cuma perabotannya aja yang berbeda.
Keluar dari Reunification Palace, kami menuju ke Water Puppet show (yang kata teman saya harus dilihat jika ke HCM) untuk membeli tiketnya karena jika mepet takutnya kehabisan. Sesampai di loket penjualan ticket Water Puppet show yang akan kami tonton (berdua saja sedang yang lain nanti akan menunggu kami di tempat lain) kami harus membeli tiket dengan harga 120.000 VND (hm jauh lebih murah dibandingkan jika kami membeli melalui agen yang berkisar di harga 8 USD). Ada tiga kali pertunjukkan setiap harinya yaitu 17.00, 18.30 dan 19.45 dan kami memutuskan untuk membeli yang pukul 17.00 dengan pertimbangan biar cewek-cewek ga menunggu kami malam-malam sendiri (bertiga sih tapi cewek semua dan buta arah semua haha) dan juga kami ingin mencoba ngopi di Trung Nguyen Coffee.
Berhubung jam 17.00 masih lama maka kami melipir sebentar ke War Remnants Museum yang hanya berjarak 10 menit-an (paling lama) jalan kaki dari Water Puppet show. Museum yang menampilkan beberapa bekas pesawat tempur dan tank (dalam kondisi yang kusam dan tidak terawat baik) di halaman depannya ini terdiri atas 3 lantai yang notabene berisi foto-foto perang yang dibagi kedalam beberapa kategori. Salah satu yang saya masuki adalah ruang yang berada di lantai 2 yang menampilkan foto-foto Vietnam War dengan Amerika yang disebut GI di sana. Beberapa foto yang ditampilkan ada yang sudah pernah saya lihat di media lain seperti email dsb-nya, karena memang termasuk foto yang kontroversi. Sungguh sedih dan terasa hampa hati saya melihat kejamnya perang dan melihat manusia menjadi “Malaikat Pencabut Nyawa” bagi manusia lain. Saya pernah membaca perihal “What we don’t do in Vietnam” (while traveling in Vietnam), salah satunya adalah janganlah membicarakan kenangan tentang perang dengan Amerika karena hal tersebut sangat sensitive bagi warga Vietnam dan akhirnya saya mengerti, paham dan maklum jika dilihat dari foto-foto yang terpampang di sana. 2 juta dari 3 juta korban perang Vietnam adalah penduduk sipil termasuk balita dan anak-anak. Well saya tidak akan membicarakan pandangan saya tentang Vietnam vs Amerika karena blog saya seperti halnya dengan saya tidak akan menulis apapun yang berbau politik. Tetapi turis Amerika are very welcome lho di Vietnam.
Lewat dari pukul 16.00 saya dan seorang teman yang sama-sama menonton Water Puppet show kemabli menuju ke lokasi, meninggalkan tiga teman saya yang memutuskan untuk menunggu lebih lama di War Remnants Museum. Dalam perjalanan ke Water Puppet show kami berdua sempat juga membeli minuman es jeruk di pinggir jalan seharga 10.000 VND sekedar untuk memupuskan dahaga sedari tadi, dingin, segar, asam dan manis.
Sesampai di Water Puppet show ternyata pintu telah dibuka dan kami segera masuk ke dalam. Ruang pertunjukan tersebut tidaklah terlalu besar dengan panggung yang masih tertutup tirai. Kondisi interior dalamnya tidaklah dalam kondisi yang prima aka sekali lagi kurangnya pemeliharaan dari pihak managementnya.
Tepat pukul 17.00 pertunjukan pun dimulai dengan terbukanya tirai dan menampilkan panggung yang didominasi air dengan masing-masing 3 orang di kedua sisinya selaku penabuh alat musik dan pengisi suara. For your information bahwa water puppet ini sudah ada dan mulai dimainkan sebagai pertunjukan yang populer sejak abad ke 11.
Unik karena saya belum pernah melihat pertujukan boneka di air seperti ini. Bonekanya sendiri handmade dan dikendalikan oleh 6 orang di belakang setting panggung utama.
Selain air yang sangat keruh (terkesan kumuh), pertunjukan ini membosankan bagi saya dan teman karena mungkin tidak mengerti story apa behind dari tarian boneka-boneka kayu tersebut. Cerita dan kebijakan apa yang ingin disampaikan tidak dapat kami tangkap mungkin juga karena keseluruhan dari pertunjukan ini menggunakan Bahasa Vietnam, kecuali pada bagian prolog yang disampaikan dengan singkat dengan Bahasa Inggris. Kami tak bisa menerka keterkaitan antara satu tarian dengan tarian yang lain, sesaat naga-naga menari di air dan kemudian disusul dengan penduduk yang bercocok-tanam dan dilanjutkan dengan tarian dari beberapa gadis patung kayu. Well at least kami sudah melihat dan tahu what the water puppet show is.
Kelar melihat pertunjukan unik ini, tiga teman kami sudah menunggu di pintu keluar dan kami pun segera hengkang kembali menuju Trung Nguyen Coffee shop tepat disebelah Diamond Dept. Store.
Café yang satu ini dalam kondisi ramai meskipun masih ada beberapa tempat yang kosong, sehingga kami memilih tempat di pinggir kolam yang ada di tengah café ini. Design dari café ini bisa dibilang cozy dan nyaman jika saja putik-putik bunga yang berjatuhan dari pohon-pohon yang menaungi café ini dibersihkan sebelum pengunjung datang sehingga kami tidak heboh membersihkan putik-putik bunga yang banyak berserakan di meja kursi dan setelah bersih kami mendapati bantal yang mengalasi sofa-sofa rotan ternyata melesek ke dalam hadeuh. Ga masalah, yang penting hepi kata kami dan mulai sibuk memesan minuman. Alih-alih memesan kopi di warung kopi, ini cewek-cewek malah memesan teh haha. Jadi kami berdua yang cowok mencoba 2 varian kopi andalan dari Trung Nguyen Coffee dengan harga hingga 81.000 VND per cangkir (kopinya ga sampai setengah dari cangkirnya). Kami memilih penyuguhan kopi ala Vietnam, yupe! Dropping style. Cuman yang ini lama banget yak titik-titik kopinya jatuh ke cangkirnya sehingga ga panas lagi pas diminum hehe tapi tetap nikmat karena benar-benar pure kopi, sedapppp ditambah hawa sejuk HCM dan vibe yang asik banget dari café ini membuat kami betah nongkrong di sini, apalagi air putih (entah air putih atau light tea) dingin selalu diisi ulang oleh mbak waiters-nya.
Toilet (di Vietnam, kamar kecil disebut WC atau Toilet) dari café ini khusunya di urinoir cowok penuh dengan tumpukan ice cubes, hm penasaran juga kami dan sempat saya tanyakan ke waiter cowok yang kebetulan juga sedang di toilet dan dijawab dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata (kayaknya) ice cubes tersebut untuk mengurangi bau hehe.
Kembali ke hotel kami memutuskan sekalian mencari makan dekat-dekat hotel saja yang murah meriah. Kaki kami pun berlabuh di sebuah warung pinggir jalan di Bui Vien (emper toko tepatnya) dengan menu semacam nasi dan lauknya silakan memilih sendiri dari gumpalan-gumpalan daging yang tersedia dari babi, fish cake hingga telor (tapi ga ada menu sayur hiks).
Tips:
Untuk memasuki semua lokasi/tempat wisata hari ini tidak ada dress code tertentu tetapi hindari memakai tank top dan hot pants.
Di belakang Ben Tanh Market ada beberapa toko emas bagi yang mau menukarkan VND.
Sebagai gambaran dari perjuangan kami menawar souvenir atau cemilan di Ben Tanh Market, sukur-sukur bisa ditawar lebih rendah lagi hehe:
Patung Cewek Vietnam tinggi 16cm: harga buka minimal 140.000 VND menjadi 50.000 VND
Tas Cewek ukuran sedang-kecil (sekitar 13cmx13cmx13cm): harga buka minimal 140.000 VND menjadi 65.000 VND
Dragon Pearl Tea kering pack ukuran dalam sekitar 8cm x 12cm: harga buka minimal 140.000 VND menjadi 80.000 VND. Kalau yang ini udah mati-matian nawar 70.000 VND ga dikasih bahkan sempat diusir dari kios salah seorang pedagang haha.
Kaos-kaos Vietnam ukuran anak-anak: 40.000 VND, ukuran dewasa: dari 53.000 VND sampai 97.000 VND
Gantungan kunci: 100.000 VND untuk 10 buah dan di Ho Chi Minh Central Post Office seharga 80.000 VND
Note:
Seharian ini saya dan teman-teman mengelilingi HCM, lepas dari beberapa spot tertentu yang berbau kurang sedap (baca: pesing) dan sebagian tempat wisata yang menurut saya pribadi sedikit membosankan dan kurang terawat, saya suka dengan kota ini, hawa yang sejuk hangat dan banyaknya taman-taman kota yang luas tersebar di seluruh kota dengan pohon-pohon besar yang rindang menaungi. Sungguh menyenangkan melihat penduduk lokal menghabiskan waktu di taman-taman tersebut dari yang pacaran, sekedar nongkrong menikmati minuman ringan dan snacks, ngobrol dan berkumpul dengan teman, berolah-raga sampai para “berumur” yang berlatih dansa waltz di gazebo-gazebo yang tersedia. Penduduk lokal yang ramah dan senang membantu (ada juga sih yang reseh jutek gitu tapi rata-rata baik kok). What a nice neighborhood.
DAY 3
Cao Dai Temple – Tay Ninh
Hari ke 3 ini sesuai rencana setelah makan pagi, dengan menu yang sama (pilihannya kan cuma telur dan sosis), pukul 08.00 kami sudah ready ada di tempat agen dimana kemarin kami membeli paket one day tour ke Cao Dai Temple (berlokasi di TN) dan Cu Chi Tunnel, untuk selanjutnya dijemput oleh penyelenggara tour dan dikumpulkan bersama peserta lain dan bertolak menuju ke Cao Dai Temple di TN. Dalam 1 mini bus yang akan mengantar kami hari ini ada 13 orang turis (termasuk kami berlima) dan 1 orang sopir serta 1 orang tour guide ber-Bahasa Inggris yang cukup bagus.
Cao Dai sendiri merupakan sebuah salah satu agama yang cukup besar di Vietnam dengan jumlah pengikut jutaan orang dan memiliki komplek temple sekitar 1 km persegi. Cao Dai merupakan agama ketiga terbesar di Vietnam (khusunya Vietnam Selatan) setelah Buddhist dan Roman Catholic. Perjalanan ke Cao Dai Temple kami tempuh dengan durasi kurang lebih 3 jam 30 menit, termasuk break 30 menit di sebuah tempat kerajinan yang memanfaatkan kulit telur dan kerang sebagai bahan dasar dari suatu lukisan/hiasan.
Sesampai di Cao Dai Temple (benaran gede banget tapi sekaligus lengang banget) kami langsung diarahkan ke tempat ibadah utamanya (main building) yang luar biasa megah dengan jajaran pilar-pilar raksasanya. Memasuki ke bagian dalam temple, kami diharuskan setenang mungkin dan tetap berjalan ke semacam balkon sempit di lantai 2 jika ingin melihat prosesi dari ibadahnya yang kebetulan berlangsung tak lama setelah kami sampai. Uniknya sejak ibadah berlangsung dan seterusnya hingga berganti hari, semua orang (turis maupun penganut) tidak diijinkan untuk melalui jalan di bagian depan temple tersebut, entah apa alasannya, lha wong tour guide-nya aja ga tahu.
Tile Pattern inside Cao Dai Temple |
Penganut dari Cao Dai selalu menggunakan baju yang berwarna putih dari atas hingga ke bawah. Lain dengan umatnya, para pemuka agamanya menggunakan baju putih dengan tambahan semacam jubah berwarna biru, kuning dan merah tergantung mereka mewakili dari agama mana. Lho kok gitu? Yupe, sekte Cao Dai adalah semacam peleburan dari 3 agama Katholik, Buddha dan Tao. Sedangkan prosesi ibadahnya diiringi dengan alat musik dan nyanyian yang dilantunkan dari lantai 2 bangunan ibadah utama tersebut. Kami tidak bisa melihat prosesi ibadahnya hingga selesai karena waktu yang terbatas sekali di Cao Dai Temple, kurang lebih hanya sekitar 45 menit dan kami pun langsung diarahkan ke mini bus lagi untuk kemudian ke restaurant tempat kami akan makan siang (biaya sendiri) yang letaknya tidak jauh dari Cao Dai Temple, sekitar 2 menitan.
TIPS:
JIka ada yang menawari paket tour lengkap perlu diketahui bahwa tidak ada admission fee di Cao Dai Temple dan harga makan siang (termasuk minum) untuk personal berkisar tidak lebih dari 100.000 VND. Ada salah satu peserta yang mengeluh karena kayaknya dia bayar terlalu mahal untuk one day tour ini meskipun untuk kategori fasilitas all in (termasuk makan siang dan admission fee nantinya di Cu Chi Tunnel) dengan harga 25 USD (wow, memang mahal sekali yah).
TIdak boleh memakai tank top dan hot pants yang terlalu pendek (boleh juga gunain sarung pantai di sini kalo tetap ingin pakai hot pants or tank top).
Cu Chi Tunnel
Sehabis makan siang, kami segera bertolak kembali ke arah HCM untuk menuju ke komplek Cu Chi Tunnel yang kami tempuh dengan durasi sekitar 1 jam 30 menit. Seperti yang kita lihat di film-film Hollywood bahwa semasa Vietnam War, Vietkong (sebutan untuk army Vietnam) membuat lorong-lorong di bawah tanah, nah ini dia TKP-nya (Cu Chi Tunnel). Kami menemukan bahwa lorong-lorong ini luar biasanya hingga 3 level di bawah tanah sebagai markas dan jalan aman bagi VIetkong dari tentara Amerika (GI). Lorong-lorong tersebut bahkan bias tembus ke Saigon River yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari lokasi yang kami kunjungi. Beberapa lorong ada yang bisa dimasuki oleh turis karena sudah diberi lampu dan dengan track yang singkat saja (sekitar 30 meter saja) tetapi sudah membuat nafas saya tersenggal dan pegal-pegal (njarem kata orang Jawa) semua dibagian paha. Kenapa? karena lorong tersebut sangat sempit sekali (terutama buat size gede kayak saya) dan pendek sekali. Bayangkan kita harus berjalan menunduk/menekuk di lorong yang hanya setinggi 1 meter-an dan selebar 60 cm-an dengan udara yang pengap dengan beberapa celah sempit naik dan turun. Tak heran jika salah satu peserta urung menjajal lorong-lorong slim ini. Lepas dari tubuh orang Vietnam yang memang relative pendek dan kurus (saya jarang sekali bertemu dengan orang Vietnam yang tinggi dan gemuk, semua serba slim di sini, khususnya non-lansia/berumur – hiks jadi minder saya yang punya body selebar meja ruang tamu), saya kagum sekali dengan stamina mereka untuk melalui lorong-lorong ini layaknya jalan normal biasa hingga berkilo-kilometer jauhnya. Ada celetukan dari seorang peserta (dalam Bahasa Inggris) “Bagaimana dengan Vietkong yang gemuk?” yang langsung dijawab peserta lain “Well, dalam masa perang tentunya tidak ada orang yang gemuk kan!” dan disambut oleh tawa kami semua.
Selain menjajal lorong-lorong mencekam tadi, kami juga disuguhi dengan satu replika lorong yang lebih extrim lagi, yang berfungsi sebagai lobang intip (yang ini lebih sempit lagi dan sempat membuat salah seorang peserta yang mencoba, panik karena lorong tersebut harus ditempuh dengan kegelapan total, berliku, pengap dan merangkak, padahal peserta yang mencoba berukuran lebih kecil dari saya lho meski doi dari USA). Selain lorong-lorong tersebut kami juga melihat “rumah-rumahan” semut yang berfungsi sebagai penyamaran dari ventilasi udara bagi lorong-lorong Vietkong tersebut, macam-macam jebakan sederhana yang creepy dan kadang mematikan bagi para GI. Di komplek ini pula kami ditawarkan untuk membeli peluru asli dan dibawah ke area menembak dengan senapan asli.
Lubang Intip |
Cukup lama kami memutari komplek Cu Chi Tunnel (sekitar hampir 2 jam-an), sembari terlihat di sana sini lobang-lobang besar yang tak lain tak bukan adalah bomb crater, sebelum kami bertolak pulang ke HCM dengan durasi sekitar 1 jam 30 menit.
Sesampai di HCM, berhubung masih sore (sekitar pukul 17.00-an) semua peserta termasuk kami memutuskan untuk turun di Ben Tanh Market yang memang dilewati daripada turun di tempat kami tadi berangkat. Sempat berdadah-dadah ganteng dan cantik dengan sesama peserta tour hari ini sebelum kami melangkahkan kaki ke Ho Chi Minh Opera House yang sehari sebelumnya terlewatkan. Di opera house yang cantik dengan sorotan lampu-lampu putihnya ini, kami sekali lagi tidak bisa masuk dan harus puas dengan berfoto-ria di depannya saja.
Dalam perjalanan balik pulang ke hotel, kami sempat melewati Saigon Square yang ternyata merupakan komplek perbelanjaan layaknya Mangga Dua di Jakarta (tetapi bukan gedung bertingkat). Sedangkan untuk menu makan malam saya kali ini adalah semacam nasi goreng dengan telor setengah matang dan paha ayam goreng (sumpah gede banget nih paha, pasti ayam bongsor) serta daun-daun coriander yang kami temukan di emperan jalan dekat hotel. Surprisingly porsinya besar, rasanya enak dan relative murah (30.000 VND) serta yang jual orangnya baik dan jujur lho. Kejadiannya pada saat teman saya bayar (kita bayar sendiri-sendiri) ternyata karena kesalahpahaman bahasa, teman saya membayar juga pesanan saya sementara saya juga bayar sendiri untuk pesanan saya. Sempat terheran-heran dia karena punya dia kok 2x lipat harganya dari saya (dia pesan jenis yang sama tapi dia pakai beef). 5 meter kami baru berjalan, tiba-tiba terdengar ibu penjual tadi berteriak memanggil-manggil kami dan mengembalikan uang kelebihan pembayaran kami, what a nice woman she is.
TIPS:
Dilarang merokok di area Cu Chi Tunnel kecuali di tempat yang disediakan. Melihat area Cu Chi Tunnel yang memang seperti hutan, mungkin untuk alasan safety menghindari kebakaran.
Note:
3 malam sudah saya dan teman-teman berada di HCM dan hampir di setiap jalan dalam jarak tertentu banyak kami temukan warung kopi dimana-mana (penjual duduk di pinggir jalan dengan meja kecil dan etalasenya serta meja-meja kecil pendek beserta kursi-kursi imutnya). Setiap saat selalu tampak orang menghirup kopi, teh atau bir dengan cemilan-cemilan kecil menemani.
Selama 3 malam ini kami tidak menemukan satu pengamen pun di jalanan maupun warung-warung makan.
Selama 3 malam 2 hari ini pula kami tidak menemukan 1 pengemis pun berkeliaran, yang ada mereka berjualan menawarkan karcis lotere.
Dan itulah cerita saya selama di HCM karena keesok dini hari berikutnya saya meninggalkan HCM untuk menuju ke HN sebelum nantinya kembali lagi ke HCM tetapi hanya sebagai tempat transit di Bandara Internasional Tan So Nhat untuk kembali ke Jakarta.
Thanks to Air Asia, Luan Vu Hotel and wonderful people in Ho Chi Minh City.
Thanks to Air Asia, Luan Vu Hotel and wonderful people in Ho Chi Minh City.
Bersambung ke My Great Memory in Ha Noi and Ha Long Bay - Vietnam Part 2
Pengeluaran saya selama di HCM dari tanggal 14 hingga 16 Februari 2012 (di luar shopping):
HCM TN | Description | In VND | In IDR | Remarks |
14-Feb | Ticket | 636,165 | Jakarta - Saigon - Jakarta | |
Taxi JKT-Soetta | 26,700 | each for 3 persons, toll cost - Free | ||
Airport Tax | 150,000 | |||
Mineral Water | 9,000 | Air Asia | ||
Pick service | 134,400 | Tan Son Nhat - Luan Vu - Tan Son Nhat | ||
Tips for Driver | 10,000 | Tan Son Nhat - Luan Vu (each for 5 persons) | ||
Hotel | 756,000 | for 3 nights | ||
Dinner | 65,000 | |||
Mineral Water | 11,500 | 1.5lt and 300ml | ||
Sub. Tot. | in Original Currency | 976,900 | 821,865 | |
in IDR | 1,265,910 | |||
15-Feb | Bun after breakfast | 12,000 | ||
Tran Nguyen Han Statue | - | free | ||
Ben Tanh market | - | free | ||
Toilet | 2,000 | |||
Kelapa Vietnam | 25,000 | |||
Ho Chi Minh City Museum | 15,000 | admission fee | ||
Ho Chi Minh City Hall | - | free | ||
Notre Dame Cathedral | - | free | ||
Ho Chi Minh City Central Post Office | - | free | ||
Mineral Water | 10,000 | 600ml @ post office | ||
Lunch | 85,000 | |||
Reunification Palace | 30,000 | admission fee | ||
War Remnants Museum | 15,000 | admission fee | ||
Orange Juice | 10,000 | |||
Water Puppet Show | 120,000 | admission fee | ||
Coffee | 81,000 | Trung Nguyen Coffee Café | ||
Dinner | 28,000 | |||
Sugar Cane Juice | 10,000 | |||
Mineral Water | 7,000 | 1.5lt | ||
Sub. Tot. | in Original Currency | 450,000 | - | |
in IDR | 204,545 | |||
16-Feb | Cao Dai Temple & Cu Chi Tunnel | 140,000 | one day tour exclude lunch and admission fee | |
Lunch | 85,000 | |||
Cu Chi Tunnel | 80,000 | admission fee | ||
Dinner | 30,000 | |||
Snack | 10,000 | |||
Mineral Water | 4,000 | 600ml | ||
Sub. Tot. | in Original Currency | 349,000 | - | |
in IDR | 158,636 | |||
Total in IDR | 1,629,092 | |||
1 USD = 21.000 VND | ||||
1 IDR = 2.2 VND |
Berarti di Bent Tanh lebih mahal ya, Di Dong Xuan Market gantungan kunci cuma VND 50.000
ReplyDeleteHUwoo murah banget tuh, sip tuh buat yg suka or "kudu" bawa oleh2 tapi budget minimal yah :)
DeleteThx infonya
ReplyDeletesama sama
Delete