Wednesday, November 25, 2009

Journey to The Country of 1,000 Temples

Tanggal 20 oktober 2009, akhirnya “terbang” juga kami berempat (Hardi, Rini, Elly dan saya sendiri Harry) ke Ibukota Negeri 1.000 Temple, Bangkok. Dengan menggunakan maskapai nasional Garuda Indonesia, kami menempuh perjalanan Jakarta-Bangkok kurang lebih 3 jam. Dalam perjalanan, kami cukup merasa nyaman dengan pelayanan Garuda Indonesia yang cukup baik. Kenapa cukup? karena untuk penerbangan kali ini, entah mengapa saya merasa pramugari/a dari Garuda Indonesia tidak seramah dan murah senyum seperti pada penerbangan-penerbangan saya sebelumnya dengan Garuda Indonesia. Well tetapi siapa yang terlalu peduli terhadap hal-hal sepele seperti itu, jika membayangkan beberapa hari ke depan kami akan meng-explore Bangkok dan Pattaya. Liburan ini merupakan kunjungan pertama kami ke Thailand dan kami memutuskan untuk ber-semi-backpacker, supaya lebih seru begitu.
 Suvarnabhumi Bangkok International Airport benar-benar megah dan bagus banget, seperti Changi mungkin, but not quite sure juga karena terakhir singgah di Changi International Airport pada tahun 2004. Dengan menyesal dan sedih harus diakui jika dibandingkan dengan Soekarno Hatta International Airport, sangat jauh sekali. Soekarno Hatta tercinta benar-benar tertinggal jauh di belakang oleh Suvarnabhumi.
Setelah menyempatkan diri untuk photo session dan sempat sesaat “tersesat” di Suvarnabhumi, akhirnya kita melaju ke Hotel Reno – Bangkok by taxi. Ternyata Hotel Reno, yang sebelumnya sudah kami booking dari Jakarta, terletak benar-benar di pusat kota, sehingga perjalanan dari airport ke hotel kami tempuh cukup lama, karena Bangkok benar-benar punya tingkat kemacetan yang luar biasa, seperti Jakarta tetapi sedikit lebih parah, dan walhasil biaya taxi kami hingga TBH 500 atau sekitar Rp 150.000. Tapi pilihan hotel kami ternyata tidak salah karena benar-benar salah satu hotel yang memiliki lokasi yang strategis (THB 1.280 atau sekitar Rp 384.000 for two and breakfast), 2 menit jalan kaki santai ke MBK Mall dan ke BTS terminal station. Jadi untuk jalan-jalan di Bangkok City, kami mendapat akses yang cukup mudah dengan mengunakan jasa BTS (yang mana bisa sambung juga dengan jasa MRT Bangkok).

Day 1.
After check in di Hotel reno, kami tidak mau buang-buang waktu lagi, mandi dan segera mulai babak peng-explore-an Bangkok. Untuk hari pertama ini, dikarena hari sudah menjelang malam, maka kami memutuskan untuk meng-explore Bangkok di sekitar hotel kami, alias Mall to Mall. Sasaran kami yang pertama adalah MBK (one of the most famous Mall in Bangkok, even for local or tourist) dan berlanjut ke Siam Paragon (sayang begitu kami sampai ternyata untuk wahana “Ocean World” sudah tutup) serta ke Central World. Kami juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke the famous Four Faces Buddha Statue/Erawan Shrine yang sangat ramai dengan orang-orang yang berdoa, dilatar-belakangi dengan sekelompok pemusik dan penari tradisional Thailand. Foto-foto? Jelas, malam ini benar-benar berisikan foto-foto dan mall.


Day 2.
Hari ke 2 kami mulai meng-explore obyek-obyek wisata yang terkenal di Bangkok. Dengan BTS dari hotel kami mencapai dermaga awal dari Chao Praya River yang mana akan mengantar kami menyusuri Chao Praya River dengan boat besar, dimana kami bisa singgah ke pier-pier yang kita inginkan (THB 150/Rp 45.000 berlaku untuk 1 orang untuk 1 hari penuh hingga pukul 05.00pm).

 Dalam perjalanan menyusuri Chao Praya River, tak disangka-sangka kami bertemu teman baru, Bill dari Los Angeles, yang mana sedang menyusuri Chao Praya River sendirian, dengan boat yang sama dengan kami. Pada akhir perbincangan awal kami, Bill memutuskan untuk bergabung dengan kelompok kecil kami, yeah why not kami berpikir pada saat itu. Persinggahan pertama kami adalah Wat Pho (THB 50/Rp 15.000), dimana di dalamnya terdapat Reclining Buddha Statue terbesar di dunia. Untuk melihat Reclining Buddha Statue, kami diharuskan untuk melepas alas kaki.
Perjalanan berlanjut ke Grand Palace, Museum and Emerald Buddha (sayang pada hari itu Vimanmek Mansion sedang tutup) dengan diringi sedikit rintik-rintik hujan (THB 350/Rp 105.000).
Untuk masuk ke Grand Place kami harus menggunakan pakaian yang sopan (celana/rok panjang dan kaos/baju yang berlengan, thanks GOD, kami sudah pernah membaca hal tersebut, sehingga sudah kita prepare pada saat berkostum pagi harinya, tetapi bagi Anda yang tidak memakai/membawa those things, jangan kuatir di dekat pintu masuk terdapat tempat persewaan kostum seperti yang dipersyaratkan untuk memasuki kawasan Grand Palace). Begitu memasuki kawasan dalam Grand Palace kami langsung di sambut dengan museum kerajaan. Di dalam museum tersebut kami melihat benda-benda keluarga kerajaan dan beberapa sejarahnya, di sini sayangnya kami dilarang mengoperasikan camera dan video.

 Perjalanan berlanjut dalam kompleks Grand Placae dan sekali lagi kami harus melepas alas kaki untuk masuk ke dalam ruang Emerald Buddha (patung Buddha tersuci di seluruh Thailand) dan sayangnya lagi kami juga tidak boleh menoperasikan camera dan video di dalam ruangan Emerald Buddha. (Jika Anda membawa camera dengan resolusi yang bagus, Anda dapat mengambil fotonya dari luar).
 Puas melihat kemegahan dan kegemerlapan Grand Place dan kompleksnya yang luas, kami mencari tempat makan, karena perut sudah keroncongan. Setelah menyantap hidangan lunch bersama, kami lanjutkan perjalanan kami ke Wat Arun/Temple of the Dawn (THB 50/Rp 15.000), salah satu landmark dari Thailand juga. Kami harus menyeberangi kembali Chao Praya River (dengan biaya tersendiri THB 3 one way/Rp 900, tidak termasuk dalam paket THB 150 yang tadi).
 Di Wat Arun, kami memberanikan diri untuk naik tangganya yang curam hingga puncak teratas yang boleh dinaiki, dari sana kami bisa memandang kota Bangkok dan alam sekitarnya dengan bebas tanpa terhalang gedung-gedung bertingkat. Agak deg-degan juga pada saat turun karena tangga benar-benar sempit dan curam, tapi syukur semua sampai di dasar lagi dengan baik-baik saja.
Di Wat Arun terdapat 5 stupa, dimana salah satu stupa terbesar menjadi center dari 4 stupa kecil lainnya, jika Anda melihat ke sisi dalam ke empat stupa kecilnya maka Anda akan menemukan patung-patung Buddha yang menceritakan 4 peristiwa penting pada Buddha, yaitu pada saat lahir, pada saat mencapai penerangan sempurna, pada saat pertama kali memberikan dhammadesana dan pada saat parinibana.
Setelah puas dengan Wat Arun yang tidak terlalu luas, kami keluar untuk mulai berbelanja souvenir. Begitu kami keluar maka kami langsung disambut deretan penjual souvenir, berdasarkan “survey” ternyata toko pertama yang menyambut kami dari pintu keluar itulah toko yang terbagus, teramah dan termurah, terutama untuk patung-patung gajah khas Thailand-nya. Ibu penjualnya bisa berbicara bahasa dan menerima mata uang Rupiah selain Thai Bath.

Perjalanan Explore Bangkok kami hari itu masih berlanjut ke Khao San Road (Bill decided untuk meneruskan perjalanan dengan boat sepanjang sisa Chao Praya River) dengan menggunakan taxi (THB 100/Rp 30.000 dengan system borongan, agak mahal karena jarak Khao San tidak terlalu jauh dari Wat Pho yang terletak diseberang Wat Arun). Khao San Road adalah pusat dari para backpacker yang berkunjung ke Bangkok. Di sana kami temukan suasana yang mirip sekali dengan Legian Bali, tetapi memiliki tekstur yang sedikit berbeda. Di Khao San Road kami menemukan tempat berkumpulnya para pedagang souvenir, resto, pub dan penjual penganan kecil hingga penjual makanan berat khas Thailand yaitu Pad Thai. (Salah satu kelemahan dari Khao San Road adalah untuk transportasi Anda harus menggunakan taxi/semacam bemo/bus umum, karena tidak ada station BTS/MRT yang dekat dengan Khao San Road, bahkan untuk station BTS/MRT terdekat relative jauh dari Khao San Road).

Setelah beli jajanan ringan dan souvenir dari Khao San Road kami meneruskan perjalanan kami ke Suan Lum Night Bazar, salah satu pasar pusat souvenir terbesar di Bangkok yang di sejajari oleh foodhall yang besar sekali untuk pengunjung menikmati hidangan dinner dengan bermacam-macam pilihan dan diiringi dengan live music dari group bank local. Sangat seru sekali di sana, salah satu tempat favourite saya di Bangkok, kami berbelanja penganan khas Thailand dan tentu souvenir-souvenir Thailand.
Puas di Suan Lum Night Bazar kami kembali ke hotel dengan menggunakan jasa BTS/MRT, dan menutup hari ini dengan kaki yang cape banget dan lengket semua, karena suhu/cuaca di Bangkok sangat panas sekali.

Day3.
Hari ketiga kami memutuskan untuk mengambil city tour ke Ayuttaya (Ibukota Thailand Kuno, sebelum pindah ke Bangkok) after melalui perdebatan yang panjang dan melelahkan J. Kami memperoleh city tour dengan harga yang murah yaitu THB 550 atau kurang lebih sekitar Rp 165.000,- saja. (Jika Anda menginginkan city tour yang murah dengan fasilitas yang standard, sebaiknya mencari di Khao San Road, jangan kuatir untuk membandingkan satu travel agent dengan yang lain, dan ingat harus menawar).
Mengawali acara hari ini, pagi hari sekali kami sudah dijemput oleh pihak travel untuk dikumpulkan dengan perserta lainnya (nah dari sini kami tahu bahwa kami adalah gabungan dari beberapa travel agent dengan perolehan harga tour yang berbeda-beda). Perjalanan ke Ayuttaya di tempuh kurang lebih 1.5 jam dari Bangkok. Dalam city tour ini kami bertemu dengan teman baru Nisha dan adiknya dari Singapore (they are Indian) dan Yumi dari New Zealand (She is Japanese).
Di Ayuttaya kami disuguhi dengan banyak sekali Wat/temple sampai mabok rasanya dengan Wat. Wat-wat di Ayuttaya kurang lebih memiliki design dan material yang sama, lama kelamaan jadinya malah membosankan.





Setelah mabok dengan banyaknya Wat yang kurang lebih sama satu-sama lainnya, akhirnya kami singgah ke Bang Pa In, nah ini dia yang ditunggu-tunggu karena di fotonya bagus sekali, dan kami menemukan pada aslinya juga bagus sekali. Sayang waktu yang tersedia sangat sempit, terutama ketika salah satu peserta ternyata dijanjikan oleh travel agentnya tidak akan ke Bang Pa In karena dia akan segera check out dari hotelnya di Khao San Road dan mengejar flight back to German kayaknya.


Akhirnya tour di Bang Pa In di kompres hingga 50%. (Bagi Anda yang ingin mengambil tour ke Ayuttaya, biasanya ada 2 pilihan dengan Bang Pa In or tanpa Bang Pa In, dengan harga yang memang lebih murah jika Anda memilih tanpa Bang Pa In, tetapi perlu Anda ketahui jika dalam group Anda ada yang mengambil tour ke Bang Pa In, maka mau tidak mau Anda juga harus ikut ke Bang Pa In, tetapi Anda harus menunggu di tempat parkiran atau jika mau join mauk ke Bang Pa In, Anda harus membayar sendiri tiket masuk sebesar THB 100/Rp 30.000).
Setiba dari Ayuttaya, kami tidak diantar kembali ke hotel tetapi di-drop di Khao San Road, sejenak kami mencari penganan kecil, sebelum kembali ke hotel untuk mandi. Tetapi kok ternyata masih cukup sore untuk istirahat, maka setelah perdebatan yang cukup sengit akhirnya kami memutuskan untuk ngemil sate dan ke MBK Mall untuk beli makanan-makanan khas Thailand untuk oleh-oleh teman dan keluarga di Indonesia.

Day 4.
Kami awali hari ini dengan breakfast di hotel dan check out, karena kami telah merencanakan untuk menghabiskan hari ini hingga besok di Pantai Pattaya. So after urusan check out dan penitipan koper selesai, kami segera menuju ke terminal BTS terdekat untuk menuju ke Terminal Hualampong. Kami putuskan untuk ke Pattaya dengan menggunakan kereta api, niatnya nih pengen tahu rasanya kereta api di Thailand. Asumsi punya asumsi bahwa Pattaya adalah salah satu tujuan wisata yang terkenal di Thailand yang tidak jauh dari Bangkok, sehingga kami mengira bahwa jadwal kereta api untuk ke Pattaya akan mudah kami temui. Walhasil sesampai di Stasiun Hualampong, ternyata kereta yang pertama dan terakhir (yupe, hanya ada satu jadwal kereta api dari Bangkok to Pattaya) sudah lama berangkat. Sempat kebingungan juga di sana, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan bus umum saja.

Tanpa membuang waktu kami langsung menuju ke Terminal Ekkamai. Berangkat juga kami akhirnya bertolak ke Pattaya, meski harus menunggu cukup lama di terminal karena keberangkatan bus yang tidak sesuai jadwal. Kami berempat bersyukur karena tertinggal kereta api karena berdasarkan informasi yang kami dapat, perjalanan dari Bangkok ke Pattaya akan jauh lebih cepat jika ditempuh dengan Bus (sekitar 2.5 jam) dibandingkan dengan kereta api (sekitar 4 jam). Sesampai di Pattaya, kami mengunjungi semacam Tourist Information dimana kita bisa membeli tiket-tiket atraksi, paket-paket wisata dan sebagainya dengan harga yang kompetitif. Kami memutuskan mala mini untuk membeli atraksi Cabaret Show di Alcazar dan Nong Nooch Garden untuk keesokan harinya, dengan bonus mengunjungi “Museum” senilai THB 300.
Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga, kewaspadaan kami selama di Thailand agar tidak tertipu akhirnya bobol juga, meski tidak menimbulkan kerugian materi (rugi waktu saja). Ternyata yang dimaksud bonus “Museum” adalah museum permata dan yah terletak didalam toko pemerta yang sangat besar. Untungnya di toko permata tersebut kami tidak dipaksa untuk membeli, hanya diantar melihat-lihat dan ditawarkan jika berminat.

Tanpa membuang waktu lebih lama, kami segera minta diantar kembali ke hotel. Sisa sore itu kami habiskan untuk makan dan menyusuri sepanjang Pantai Pattaya. Tetapi kami cukup kecewa karena Pantai Pattaya tidaklah seindah gambaran dan promosinya. Dengan air yang keruh dan pantai yang sempit, yang mana masih dipenuhi oleh begitu banyaknya payung-payung pantai, sungguh membuat pantai itu benar-benar kehilangan daya tariknya. Jujur jika dibandingkan Pantai Kuta dan kebanyakan pantai di Bali, masih jauh lebih bagus pantai-pantai di Bali.
Malam harinya setelah menonton Alcazar Cabaret Show dan menyempatakan diri sebentar untuk berfoto bersama para Ladyboys, kami lanjutkan langkah kaki kami ke salah satu daerah hiburan terkenal di Pattaya “Walking Street”. Di sana kami harus menuai kecewa lagi karena ternyata tempat tersebut adalah complex yang sebagian besar terdiri dari tempat-tempat hiburan malam, seperti club, bar, prostitusi, diskotik, dan semacamnya. Even ada juga sih tempat makan yang hampir semuanya menyajikan hidangan laut/seafood.

Day 5.
Seusai breakfast di hotel kami harus segera bersiap-siap untuk check out, karena seusai perjalanan ke Nong Nooch Garden, kami akan segera kembali ke Terminal Bus Pattaya untuk back to Bangkok. Kekecewaan kami di Pattaya sehari sebelumnya rasanya cukup terobati dengan pemandangan dan atraksi yang kami terima dan lihat di Nong Nooch Garden. Tempat nya sungguh indah dan uniq, apalagi ditambah dengan beberapa pertunjukan seperti Elephant Show dan semacam Traditional Cabaret Show, yang menurut saya lebih menarik daripada yang disajikan di Alcazar.






Welcome again to Bangkok City, kami segera melangkah kembali ke Hotel Reno, untuk mengambil titipan koper kami dan kembali check in. setelah istirahat yang singkat kami segera bersiap-siap untuk mengexplore Bangkok City kembali, menuju ke salah satu khas Bangkok dan favourite para tourist yaitu Chatucak Weekend Market. Tetapi sayang sekali sesampai di sana ternyata pasar sudah mulai tutup dan sebagian lainnya malah sudah benar-benar tutup.
Informasi yang kami terima adalah pasar akan buka mulai hari sabtu pukul 08.00 malam hingga dini hari dan berlanjut di hari minggunya, tetapi ternyata yang benar adalah pasar ini buka sejak dini hari pada hari sabtu hingga pukul 08.00 malam. Apa mau dikata, kayaknya kami harus skip tempat shopping ini karena ini adalah malam terakhir kami di Thailand dan besok pagi kami harus kembali ke Jakarta.
Tetap semangat kami melihat-lihat sedikit apa-apa yang dijual di Chatucak dari beberapa kios yang masih buka atau akan tutup, tetapi ternyata beda dengan bayangan kami, barang-barang yang ditawarkan di Chatucak bukan barang-barang souvenir tetapi barang-barang sehari-hari, jadinya seperti di Mangga Dua, tetapi yang ini konsepnya lebih ke pasar.
Hm…after melihat sedikit barang-barang yang ditawarkan, kami tidak terlalu kecewa. Tanpa perdebatan yang panjang, kami memutuskan menghabiskan malam terakhir kami kembali di Suam Lum Night Bazar. Kembali membeli souvenir untuk oleh-oleh dan koleksi pribadi.

Day 6.
Breakfast terakhir di Bangkok-Thailand usai dengan cepat. Setelah urusan check in selesai kami segera melaju dengan taxi hotel kembali ke Suvarnabhumi Bangkok International Airport (THB 500, sekitar Rp 150.000). Penerbangan kembali ke Jakarta kami tempuh dengan maskapai Garuda Indonesia, entah mengapa menurut saya pelayanan pramugari/a kali ini juga kurang baik. Ah tapi yang penting pulang dan balik ke Jakarta dengan segudang cerita dan pengalaman baru di Negeri 1,000 Temple.
Well… time to prepare ourself back to the real life. See you soon Guys on our next trip.

Food.
Di Thailand khususnya Bangkok, mostly makanannya tidak halal (alias mengandung babi), jadi bagi penganut agama Islam/teman-teman Muslim harus sangat berhati-hati dan extra cerewet pada saat pesen, untuk bertanya apakah makanan itu mengandung babi atau memesannya tanpa babi things. Terlihat juga beberapa tempat yang menyediakan makanan halal, tetapi sangat jarang sekali terlihat. Untuk amannya ada alternative yang better yaitu makan junkfood saja J misalnya Burger King, KFC, Mc Donald dan sebagainya. Buttt… pada saat pesan harus tetap waspada, karena takutnya Anda memesan menu yang mengandung babi, mislanya di Mc Donald ada juga menu Pork Burger lho.
Range makanan di Bangkok cukup murah, asal Anda memilih menu makanan yang tidak terlalu mahal, dari warung tenda yang berkisar THB 25-40 (sekitar Rp 7.500 – Rp 12.000 ), food court THB 30-100 (sekitar Rp 9.000 – Rp 30.000), sampai dengan junk food yang rata-rata THB 100-150 (sekitar Rp 30.000 – Rp 45.000 ). Sedangkan untuk minum saya sarankan untuk membeli mineral water nestle di 7 eleven (semacam Circle K), untuk membeli satu botok sedang Anda cukup membayar THB 7 dan untuk 2 botol Anda hanya membayar THB 10 (sekitar Rp 2.100 – Rp 3.000). 
Cemilan yang paling banyak ditemukan di Bangkok adalah sate ayam/babi dengan kisaran harga THB 5-20/tusuk (sekitar Rp 1.500 – Rp 6.000) dan Sticky Rice with Mango (mangga segar disajikan dengan ketan legit dan gurih yang disiram dengan santan manis) seharga THB 25-150 (sekitar Rp 7.500 – Rp 30.000, yang membedakan hanya besar porsinya saja).

 Di Bangkok banyak juga pedagang-pedangang buah potong beraneka ragam dan mangga dengan nasi ketan gurih yang manis dengan harga rata-rata THB 20 (sekitar Rp 6.000). 

Transportation.
Standard internasional using taxi, tetapi hati-hati, pada saat naik langsung ngomong ke drivernya untuk menggunakan meter/argo, tetapi pengalaman saya kadang jika kita pakai yang borongan dan bisa nawar, bisa juga dapet lebih murah lho, karena jika borongan drivernya ga akan muter-muterin kita yang notabene tidak tahu jalanan Bangkok or city di Thailand yang lainnya.
Kalau ga kepepet banget jangan mengunakan Tuk-Tuk. Karena biasanya suka nipu, deket dibilang jauh dan akhirnya jatuhnya mahal juga. Apalagi kalau masih belum malam banget, bisa-bisa kalian diputer-puterin ke took-toko jewelry dimana driver Tuk-Tuk-nya akan dapat voucher bensin gitu dari tokonya.
Jika dekat dengan satu station BTS/MRT, ini adalah alternative paling bagus banget di Bangkok. Sudah cepet alias bebas macet, dingin, relative murah, aman dan nyaman.
Kami jadi bertanya-tanya kapan Jakarta bisa provide BTS/MRT dan bisa tidak yah Jakarta me-maintenance fasilitas supaya tetap terjaga, secara untuk busway kita saja lihat kondisi-nya? Belum sepuluh tahun sudah kayak begitu. Beda dengan BTS/MRT Bangkok yang usianya udah 5 dan 10 tahun, masih tetap bagus dan terjaga. Tetapi hal ini mungkin juga ditunjang dengan mentalitas dari penumpangnya yang benar-benar tertib dalam mengantri dan tidak jorok.
Untuk tariff taxi selain tujuan dan dari airport, berkisar antara THB 100-150 (sekitar Rp 30.000 – Rp 45.000), sedangkan untuk MRT/BTS berkisar di THB 15-45 (sekitar Rp 4.500 – Rp 13.500).

Language.
Sangat jarang sekali menemukan orang Thai yang bisa berbahasa Inggris, even di tempat-tempat wisatanya dan di hotel. Sebaiknya jika Anda ingin berpergian ke suatu tempat, mintalah kepada receptionist hotel Anda untuk menuliskan tujuan Anda dengan bahasa Thai. Itu akan sangat membantu Anda jika Anda bertanya direction kepada orang Thai di jalan atau naik Taxi di Thailand. Jika memang Anda benar-benar lupa atau tidak sempat meminta receptionist hotel untuk menuliskan tujuan Anda dengan bahasa Thai, maka tunjukan tujuan Anda dengan peta kepada orang Thai tersebut, hal ini akan memudahkan mereka untuk mengerti tujuan kita dengan benar dan jelas.

No comments:

Post a Comment