for more pictures, please check my Instagram @harry_mdj |
Sekitar
tahun 2012 atau 2013, seorang teman baik bernama Dina Rosita (yupe, Dina
@duaransel) mengirimkan sebuah post card dengan gambar sebuah dhammasala (aula
berdoa bagi umat Buddha Theravada) yang dipenuhi oleh para Bhante
(Bhikkhu/Biksu) yang terlihat sedang mengalunkan puja.
Gue
ingat banget, waktu itu Dina sedang mengadakan kuis atau apa gitu, dengan
hadiah kiriman post card langsung dari Luang Prabang, Laos. Gue kebetulan ga
ikutan kuisnya dan ingat Dina berucap (kurang lebih), “Har kamu emang ga ikutan
kuis, tapi aku kirimin post card nih. Pas lihat kartu pos itu, kok tetiba ingat
kamu.” Gue menerima post card itu setelah beberapa lama, gembira dan sempat
menempel post card tersebut untuk waktu yang lama di dinding kubikel gue di
kantor.
Layaknya
sebuah ramalan yang terkabul, scenery dalam kartu pos itu akhirnya gue saksikan
dan rasakan dengan mata telanjang gue pada tanggal 13 Agustus 2017 ini.
Dhammasala dari Wat Xieng Thong, yang meski tanpa para Bhikkhu, masih sama
scenery-nya dengan kartu pos yang gue terima dari Dina beberapa tahun yang
lalu. Dan inilah catatan gue selama Jelajah cepat Laos. Yupe, bukan cerita,
tapi catatan kecil.
Note:
semua catatan bisa saja tidak valid setelah masa waktu tertentu. Catatan ini
murni pada apa yang terjadi saat hari kunjungan gue.
***
ALL
ABOUT LAOS (GENERAL)
***
Negara Tujuan
LAOS
atau Republik Demokratik Rakyat Laos (Laos PDR) adalah sebuah negara di Asia
Tenggara yang berbatasan langsung (dikelilingi) dengan China, Vietnam, Kamboja
dan Thailand. Negara yang terkenal dengan julukan Negeri Seribu Gajah ini
bergabung dengan ASEAN pada tahun 1997. Laos adalah negara satu partai
(Komunis) dengan Bahasa Laos sebagai Bahasa Resmi Negara. Laos menggunakan mata
uang Kip (LAK) dengan nilai LAK 1 = IDR 1,6.
Laos
dulunya adalah negara monarki/kerajaan yang pada abad 14 sampai dengan abad 16
dikenal dengan Kerajaan Lan Xang. Setelah lama berkonflik dengan Kerajaan Siam dan
dijajah oleh Perancis, Monarki Laos lengser dan menjadi negara republik dengan
Presiden dan Perdana Mentri sebagai pucuk pimpinan negara.
Penduduk
Laos terdiri dari 5 suku besar dengan agama mayoritas Buddha Theravada yang
berpengaruh besar pada kebudayaan Laos, khususnya pada bahasa, tari, sastra,
musik. Meski Laos adalah Negara Komunis tetapi penduduknya sangat taat pada Agama
Buddha dan masih menjunjung tinggi adat istiadat.
Sektor
pariwisata adalah industri dengan pertumbuhan paling cepat di Laos, meski belum
sepopuler negara-negara Asia Tenggara lainnya. Dari pengamatan gue, turis
didominasi oleh turis dari China (they are everywhere, right), Korea dan
Westros (istilah ala-ala GOT). Penggunaan Bahasa Inggris sangat minim di Laos,
terutama ketika menjauhi pusat-pusat pariwisata.
Bentuk Negara Laos |
Kota Tujuan
Kali
ini gue dan teman seperjalanan hanya akan mengunjungi salah dua dari kota-kota
terkenal di daratan Laos, yaitu Luang Prabang dan Vientiane.
Luang Prabang
adalah sebuah kota kecil yang dialiri oleh Sungai Mekong dan Sungai Nam Khan.
Laung Prabang adalah salah satu kota yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO
dan merupakan bekas Ibukota Kerajaan Laos hingga Pemerintahan Komunis
mengambilalih pada tahun 1975.
Definitely Luang Prabang salah satu kota ekcil favorite gue |
Vientiane
adalah ibukota Negara Laos saat ini yang terletak di Lembah Mekong dan
merupakan kota terbesar di Laos dengan penduduk mencapai 723 ribu jiwa (sensus
2005). Biaya hidup di Vientiane surprisingly jauh lebih murah daripada di Luang
Prabang. Hal ini dipicu dengan kemungkinan lebih banyak turis di Luang Prabang
dan Vientiane berbatasan langsung dengan Thailand yang memasok banyak barang
kebutuhan sehari-hari ke Laos.
Kota Vientiane dari Patuxai |
Airlines
Kali
ini gue dan seorang teman seperjalanan menggunakan 3 maskapai sekaligus dengan
rute sebagai berikut:
1. Jakarta
(SoettaIA) ke Kuala Lumpur (KLIA) dengan menggunakan KLM Royal Dutch Airlines
2. Kuala
Lumpur (KLIA2) ke Luang Prabang (LPIA) dengan menggunakan Air Asia Airlines
3. Luang
Prabang (LPIA) ke Vientiane (WIA) dengan menggunakan Lao Airlines
4. Vientiane
(WIA) ke Kuala Lumpur (KLIA2) dengan menggunakan Air Asia Airlines
5. Kuala
Lumpur (KLIA) ke Jakarta (SoettaIA) dengan menggunakan KLM Royal Dutch Airlines
Untuk
5 penerbangan ini gue menghabiskan biaya total Rp 3,3 juta. Untuk hari dan
nomor penerbangan silakan lihat Itinerary lengkapnya di Itinerary & Realisasi Biaya
Pesawat ATR Lao Airlines yang menerbangkan kami dari Luang Prabang ke Vientiane |
Airport & Local
Transportation
Airport
di Luang Prabang bernama Luang Prabang
International Airport (LPIA). Airport-nya sangat kecil, dilengkapi dengan
beberapa toko souvenir dan café baik di area kedatangan, area check in maupun
di boarding lounge.
Gate
Departure (begitu juga dengan Arrival) baik untuk domestic maupun international
terletak di tempat yang sama, hanya counter document check-nya saja yang
berbeda (bersebelahan).
Turun dari pesawat di Lt 2, turun tangga ke Lt 1 langsung Immigration, bersambung langsung conveyor baggage. |
Aiport
di Vientiane bernama Wattay
International Airport (WIA). Airport-nya juga cukup kecil dengan
pengembangan yang sedang dalam pengerjaan. Untuk saat kunjungan gue terdapat
temporary airport building yang kecil yang tidak terlalu beda jauh dengan LPIA
Counter check in baik International maupun domestic. |
2
airport ini terletak tidak jauh dari pusat kota masing-masing. Sekitar 15 menit
saja berkendara dengan taxi atau tuk-tuk dari pusat kota.
Tuk-tuk
Tuk-tuk
di Laos memiliki bentuk yang sedikit berdeda dengan tuk-tuk di Thailand. Kendaraan
umum ini merupakan alternative menjelajah obyek-obyek wisata baik di Luang
Prabang maupun Vientiane.
Tuk-tuk
di Laos biasanya menentukan harga dari jarak dan jumlah penumpang. Jadi biaya
tuk-tuk untuk rombongan 3 orang akan berbeda dengan rombongan 4 orang, meski
tuk-tuknya sebenarnya muat hingga 6 sampai dengan 8 orang. Di Vientiane bahkan
beberapa tuk-tuk bergabung dengan Tuk Tuk Association of Vientiane Capital yang
mempunyai harga resmi ke beberapa tempat wisata di Vientiane.
Taxi (Big Sharing)
biasanya adalah sebuah mobil besar (semacam mobil elf) yang muat hingga banyak
orang. Taxi jenis ini gue temuin di LPIA. Bangunan LPIA memang tidak jauh dari
jalan raya, tetapi memang tidak tampak satu tuk-tuk pun yang lewat atau mangkal
dan akhirnya kami mengikuti arus turis lain yang menggunakan jasa taxi resmi
bandara ini. Di LPIA harga dan tujuan dibedakan menjadi urban dan suburb.
Biayanya pun tergantung dari jumlah rombongan (seperti tuk-tuk). Kami membayar
50ribu kip untuk berdua (tariff resmi untuk rombongan 1 sd. 3 orang) dari LPIA
ke hostel kami yang berjarak 6 km-an. Karena ini taxi sharing, maka jangan
kaget jika terdapat rombongan lain di mobil yang sama.
Taxi seperti
pada umumnya taxi tetapi tanpa argo dan harga ditetapkan dari kesepakatan
bersama. Taxi di WIA adalah taxi personal (bukan sharing) dan menggunakan mobil
sedan seperti taxi pada umumnya. Sekali lagi kami tidak melihat satu tuk-tuk
pun yang lewat atau mangkal di jalan raya yang sangat dekat jaraknya dengan
bangunan WIA. Jasa taxi bandara memungut biaya 57ribu kip (tariff resmi untuk
rombongan 1 sd. 3 orang) dari WIA ke hotel kami yang berjarak 5 km-an.
Untuk
lengkapnya silakan cek Realisasi biaya saya selama Jelajah Laos di Itinerary & Realisasi Biaya
Public Bus gue
gunakan saat di Vientiane menuju ke sebuah obyek wisata yang jauh dari kota,
yaitu Buddha Park. Alternatif bus jelas membantu pengiritan yang sangat
significant. Biaya dari Vientiane Capital Bus Station (VCBS) yang berada di
tengah kota ke Buddha Park sekali jalan adalah 6ribu kip (PP 12ribu Kip per
orang, dengan masa sekali tempuh kurang dari 1 jam), sedangkan jika dengan
tuk-tuk resmi, PP biayanya mencapai 250ribu kip untuk maksimal 3 penumpang
(dengan masa tempuh yang hampir sama).
Bus
umum di Vientiane sangat nyaman karena bersih dan ber-AC. Bus-bus umum ini memiliki
2 nomor. 3 digit adalah nomor lambung bus yang tercetak pada badan bus (entah
untuk apa gunanya) dan nomor 2 digit yang tertempel di bagian depan kaca
pengemudi bus. Nomor 2 digit inilah yang valid untuk menentukan tujuan kita.
Sebagai contoh, kami akan ke Buddha Park, yang mana harus naik Bus 14. Nomor tujuan
14 hanya bisa dilihat di kaca bagian depan pengemudi bus. Sedangkan nomor pada
badan Bus 14, tercetak nomor 163. Jangan sampai terkecoh.
Dalam bus umum |
Philaylack Villa 1 – Luang
Prabang adalah sebuah hostel yang terletak di Rue (jalan) Ban
Van That. Letak hostel sangat ideal menurut gue karena tidak terlalu ramai dan
walkable ke obyek-obyek wisata. Untuk melihat dan berpartisipasi dalam ritual
pagi Alms Giving Ceremony juga tinggal jalan tidak lebih dari 2 menit.
Sebuah
kamar dengan double bed di Philaylack kami dapatkan dengan harga USD 15 per
malam untuk 2 orang (tidak termasuk breakfast, free wifi, free towel &
toiletries). Kamarnya luas ber-AC dengan kamar mandi dalam yang luas dan
bersih. Keseluruhan hotel berdinding bata dan berlantai alas kayu. Segala jenis
alas kaki tidak diperkenakan dipakai selama dalam bangunan hostel (lantai
kayunya bersih kok). Semua alas kaki ditinggalkan di depan pintu masuk (aman
kok dan jika malam oleh penjaga hostel semua alas kaki akan dimasukan ke dalam
ruang tamu).
Staff
hostelnya juga baik-baik dan very helpful. Peta Luang Prabang dapat dibeli di
hostel ini dengan harga 10ribu kip. Di Luang Prabang saat gue berkunjung tidak
ada peta gratis, jadi harus beli atau bisa saja menggunakan Google Maps jika
mobile data on.
Philaylack's Facade |
Manorom Boutique Hotel –
Vientiane adalah sebuah hotel 7 tingkat (ada lift-nya) di Rue
Hengbounnoy. Letak hotel cukup strategis meski bukan pas terletak di area
hotel-hotel pariwisata (yang berlokasi sekitar 500 meter saja dari Manorom).
Letak Manorom juga walkable ke sebagian besar obyek-obyek wisata di Vientiane.
Sebuah
kamar dengan double bed di Manorom kami dapatkan dengan harga IDR 350ribu per
malam untuk 2 orang (termasuk breakfast, free wifi, free towel &
toiletries). Kamarnya luas, bersih, ber-AC dengan kamar mandi dalam yang modern
dan bersih. Keseluruhan hotel berdinding bata dan berlantai alas kayu.
Di
Vientiane saat gue berkunjung tidak ada peta gratis, jadi harus beli atau bisa
saja menggunakan Google Maps jika mobile data on. Kali gue berkunjung, pihak
concierge hotel mempunyai file peta pusat kota Vientiane dan mau nge-print-in
buat kami (free).
Manorom's Facade |
***
No comments:
Post a Comment