Di tengah keheningan
dan kedamaian siang itu, em…. atau sore yah? yah pokoknya hari itu.
“HAHAHAHA”
…
“Tomat” “Tomat”
“Selada” “Kec…”
“HAHHHHHHH ambillll!”
“HAHAHAHA”
…
“Selada” “Kol” “Kol”
“Tomat” “Paprika” “Kecoak” “Paprika” “Komat”
“HAH!!!! Apaan tuh komat”
“HAHAHAHA” “Ambil!”
…
“HAHAHAHA”
Tawa yang meledak
keluar tanpa penahan dalam balutan suara stereo. Tawa yang sesungguhnya, tanpa
beban, tanpa keterpaksaan. Tawa sejati yang meskipun sangat mengganggu, tetapi
hanya mengakibatkan dumelan kecil dari teman-teman lain yang sedang berbalut
kehangatan selimut, dalam udara dingin di Situ Gunung. Tawa yang mengganggu
tetapi hanya mengakibatkan tawa lanjutan dari para pedumel sendiri.
Sebuah cerita atas
beragam moment meski dalam waktu yang singkat. Sebuah cerita dari sebagian
anggota sebuah komunitas pejalan yang memasukkan perbincangan tentang
perjalanan hanya sebagai salah satu menu pada buku menu perbincangan dan
cengkrama. Apa selain tema perjalanan? Ada kehidupan, ada gossip dan ragam
omongan ngalor ngidul yang sama sekali tidak bermutu bagi orang lain tapi
penting bagi kami.
Laugh, Peace and Love
membuat our friendship stronger, tapi Tears, War and Hate membuat our
friendship unbreakable.
Sebuah prasasti digital
singkat atas sebuah cerita Travel Troopers di Situ Gunung, Sukabumi.
***
“Guys jalan bareng lah”
“Eh ke sini mau?”
men-share sebuah foto kece di group whatsapp.
“Keren! Mau!”
“Dimana tuh?
“Situ Gunung, Sukabumi.
Ga jauh, bisa weekend-an doang.”
“Hazek! Yuk cus!”
Segelintir percakapan
yang terekam tak sempurna, yang menjadi pemicu perjalan Travel Tropers (TrTr)
kali ini ke Situ Gunung.
“Kapan?”
“Terserah.”
“Bisa?” mengajukan
tanggal tertentu.
“Wah ga bisa kalo
tanggal segitu!” dan lagu lama berkumandang GITU AJA SAMPE KECOAK PAKE HEELS!
Untungnya dalam kasus
kali ini, urusan kapan berakhir bahagia dengan tanggal yang telah ditetapkan
dan disetujui oleh semua yang memang dari awal mengiyakan rencana ini.
***
“Ber-sebelas kita yah?”
“Yupe, Donal mendadak
ga bisa cus.”
“Yo wis.”
Pukul 22:00 Jumat
malam, pada tanggal 15 Juli kemarin, akhirnya kami berada di vantage point
sejuta pejalan. Yupe! Dunkin Donuts Plasa Semanggi. Meskipun tempat ini
merupakan tempat berkumpulnya beragam peserta open trip yang sangat marak dalam
beberapa tahun terakhir ini, malam itu terlihat cukup lengang. Mungkin timing
yang memang baru sejenak melewati masa libur panjang Lebaran.
“Ojie belom nongol nih”
“Udah on the way dia”
Dan dengan sebuah elf
carteran pun akhirnya kami bergerak menembus pengapnya malam ibukota yang sarat
dengan dengan kendaraan bermotor.
di elf carteran, dari cam Rozy |
***
4 jam lebih dikit
setelahnya,
Villa Cemara |
dalemannya Villa Cemara, TKP 1 rusuh rusuh TrTr |
“Woi bagun, nyampe nih!”
“Duh cakep oey
villa-nya. apaan nih nama villa?”
“Villa Cemara.”
“Dingin juga yah.”
“Eh camera siapa nih
jatuh?”
“Gueeee, kok bisa jatuh
yah. Mungkin pas tadi buka tas jatuh.”
“Mau lanjut tidur ah.”
“Ntar mau ke situ,
sunrise-annya jam berapa? Bangunin dong.”
“Jam 5 yo. Iya, ntar
dibangunin semua deh. Gue ga tidur kok.” Dan kemudian dia terlelap.
2 jam lebih dikit
setelahnya,
“Woi bangun, sunrise sunrise.”
“Jauh ga trekkingnya?”
“Katanya deket aja
sih.”
“Pake sandal aja bisa
ga?”
“Gue pake sandal kok.”
Dan berangkatlah kami
dengan penerangan seadanya, menyusuri jalan setapak batu menuju ke Situ Gunung
yang konon dalam kondisi memukau pada saat subuh.
20 menit lebih dikit
setelahnya,
“Tuh udah kelihatan
danaunya.”
“Wow keren yah.
misterius-misterius gimana gitu.”
Sebuah danau dengan
bentuk sedikit seperti kacang yang sebagiannya dibatasi dengan tanggul rendah dan
sebagiannya lagi menyatu dengan ilalang dan semak yang tumbuh di pinggir danau.
Pada sebuah sisi terlihat background pepohonan besar yang menjulang tinggi
menggapai langit. Sementara di sisi satunya dipenuhi dengan ilalang, pepohonan
rendah dengan bentuk yang unik, beberapa reruntuhan bangunan dengan latar
belakang kelamnya pegunungan tinggi, dimana sinaran surya pagi mulai menggapai
lewat sayap sayap cahayanya.
sunrise tipis-tipis banget |
Sisi 1 dari Situ Gunung |
Sisi 2 dari Situ Gunung |
Secara perlahan sinaran
mentari mulai menyibak kekelaman bayangan malam dan menunjukkan keindahan
lanskap Situ Gunung. Terpampang di seberang kami berdiri sebuah pemandangan
panoramic yang terkesan mistis dan misterius dengan kabut-kabut yang dengan
enggan mulai meninggalkan permukaan air dan ilalang yang menjadi tempat
rehatnya semalam. Sangat indah dan syahdu sekali, seolah membius penikmatnya
untuk memandangnya lebih dalam dan meresapi semua kesunyian yang hanya
terpecahkan oleh bunyi beburungan dan hewan hutan lain yang mulai tersadar dari
dunia mimpinya dan bersiap menyambut satu hari lagi karunia dariNya.
Cukup lama kami menghabiskan
waktu di sini dengan mecoba menangkap dan mengabadikan keindahan Situ Gunung
melalui perekam digital kami. Foto sesi yang seolah tak akan terhenti sebelum
kecoak jadi pink pun terselenggara dari sendiri, berdua, bertiga, gerombolan
kecil sampe ke foto “keluarga” dari sudut sini, situ, tengah, samping dan tak
terhingga gitulah istilah lebaynya.
foto-foto, dari cam entah? |
foto-foto, dari cam Rozy |
***
Pagi itu di Situ gunung
sangat lengang, hanya ada segelintir penikmat pagi yang berkeliaran. Mungkin
karena kami mengambil moment sunrise pada hari Sabtu pagi. Jaminan mutu Minggu
pagi tempat ini akan banyak dipenuhi pecinta-pecinta mentari pagi.
“Balik yuk, kata ibu
villa sarapannya soto ayam nih. laper banget.”
“Yuk, yuk. Eh tapi
mampir bentar dong nengok Tanakita dong, pumpung masih belum ada yang check
in.”
10 menit lebih dikit
setelahnya,
“Lucu juga yah
tenda-tendanya.”
“Kayaknya nyaman juga
tuh kasur yang di dalam tenda.”
“Itu bale-bale apaan?”
“Mushola.”
Dan sesi foto dan video
mini pun berlanjut di area Tanakita yang cukup menarik.
“Sotoooooo, ayo
nyotoooo. Laper banget nih.”
10 menit lebih dikit
setelahnya,
Dalam diam … em ga juga
sih, tetep aja ribut. Kami menikmati sebuah sajian sarapan dengan menu soto ayam
dari Villa Cemara yang enak, diiringi celoteh ngalor-ngidul dari indahnya Situ
Gunung dan plan mau ke Curug dan sunsetan.
sarapan ceria, dari cam Rozy |
Sebuah curug bernama
Sawer ada di area Situ Gunung. Untuk mencapainya penikmat curug diharuskan
trekking terlebih dahulu melewati jalan setapak batu dengan durasi kurang dari
1 jam. Curug Sawer tidaklah terlalu tinggi dan mempunyai kolam yang cukup dalam
(setinggi dada laki-laki dewasa) dengan air bening yang dingin segar, khas air
air pegunungan.
Perjalanan ke Curug
Sawer kali ini hanya diikuti oleh 8 orang saja, sementara 3 orang (termasuk
saya) lebih memilih berleha-leha bermalasan di villa saja dengan secangkir kopi
susu, teh, pop mie, buku dan selimut.
Menilik cerita dan foto
dari tim curug, terlihat cukup mengasyikan lho.
***
Senja datang dan hujan.
Tamat sudah rencana kami bersunset ria. Alih-alih bengong, kami mengeluarkan
peralatan bermain kami dan gegap gempita tawa, teriakan pun berkumandang tanpa
filter dari Villa Cemara. Please jangan ditiru! Untungnya Villa Cemara cukup
jauh dari pemukiman dan kamar-kamar di bagian bawah villa juga sedang kosong
jadi, semoga, gegap gempita tawa dan teriakan kami tidak mengganggu yang lain.
“Tomat” “Tomat”
“Selada” “Kec…”
“HAHHHHHHH ambillll!”
“HAHAHAHA”
“Selada” “Kol” “Kol”
“Tomat” “Paprika” “Kecoak” “Paprika” “Seladra”
“HAHAHAHA Apaan tuh Seladra”
“HAHAHAHA” “Ambil!”
salah satu ronde! tegang kan!, dari cam entah? |
Dan begitu terus selama
beberapa saat. Sebuah permainan kartu yang unik dan lucu tapi seru banget
karena tegang dan butuh konsentrasi tinggi. Permainan kartu yang baru kami
(sebagian besar) kenal, bernama Zhanglang Shala. Yupe, permainan kartu ini
ditemukan dan berasal dari China Mainland, yang jika diterjermahkan ke Bahasa
Indonesia menjadi Salad Kecoak. Tuh! Nama kartunya saja sudah lucu kan, Agak PR
juga menterjemahkan cara dan aturan main dari kartu ini, karena petunjuk hanya
tersedia dalam bahasa Mandarin (kebetulan teman belinya tidak di Indonesia,
karena mahal).
Permainan ini selain
membuat sakit perut, mata berair-mata, puas tertawa dan juga membuat kami bisa
berkeringat meski dikelilingi hawa sejuk dingin pegunungan.
***
“Hai mates.”
“Haw ar you todaaay.”
“AUSTRALIAN!”
“BENER!”
“Hmm hmm hum hum.”
“Apaan sih?”
“Hum hum hom hom.”
“PASS!”
Dan itulah permainan
kedua kami, Heads Up! Bisa diunduh di Play Store. Entah dari mana asalnya
tetapi saya sendiri sering melihat di Ellen DeGeneres Show. Seru! Bisa memilih
beberapa kategori dan otomatis merekam memakai camera depan aksi beberapa teman
yang sedang bergaya atau memberikan clue untuk menggambarkan kata yang harus
ditebak oleh teman yang memeagang hp di dahi.
***
“Huruf pertama, R.”
“Ring ring, kisah
cinta.”
“Ring ring! Ring ring!”
“Ring ring!” “1,2,3… Romeo!”
“HAHAHA, hayo mana
huruf ke dua?”
“Huruf kedua A.”
“Ring ring, ring ring!”
“Taste.”
“Ring ring!” “1,2,3…RASA,
RACUN!” “Ah kok racun sih, WOI taste!”
Yah kurang lebih
begitulah permainan ketiga kami. Permainan pengisi waktu setelah makan malam. Disertai
dengan jagung bakar yang terhidang, gelak tawa dan suara stereo kembali membahana
di Villa Cemara. Again, untung waktu itu kondisi sepi dan cukup jauh dari
pemukiman. Sedangkan ibu-ibu dan bapak-bapak baik hati yang menjaga villa nampaknya
sudah mati rasa terhadap keributan kami.
menu makan siang, entah foto yang sarapan ama yang dinner kemana |
snack sore |
***
Malam semakin larut dan
kelopak mata semakin tak kuat menahan daya gravitasi kantuk. Perlahan satu
persatu, kami mulai terlelap dalam nyenyak. Perlahan satu persatu, kami
beranjak ke dalam dunia mimpi masing-masing. Alam tampak tenang membuai dengan
bahasa alam yang dikumandangkan serangga malam. Dalam dekapan hawa dinginnya,
sang ibu bumi di bagian ini mulai menina-bobokan kami.
“Ah…” saya menghela
nafas panjang, merasa nyaman dalam balutan selimut. Merasakan jemari hawa
dingin kadang menyelinap masuk dalam lipatan-lipatan selimut mencoba menggelitik
indra-indra yang setengah sadar.
Rindu akan tawa lepas
akhirnya terobati, terpuaskan dan tergenapi. Esok mungkin akan membawa kami
kembali ke jalan kami masing-masing dan entah kapan lagi kami bisa berkumpul
seperti ini lagi.
“Kapan lagi yah kita bisa
kumpul bareng lagi kayak gini?”
“Never! Maksudku ga
akan bisa sama seperti ini.”
Teringat akan cuplikan
percakapan saya dengan Sony. Saya tersenyum dalam kantuk yang semakin
memabukkan dan terbersit kalimat “Jika memang moment seperti ini tak akan terulang
lagi, well at least kami masih punya kenangan akan moment ini. Jelas tak kan
mudah untuk dilupakan.”
***
No comments:
Post a Comment