Friday, July 29, 2016

Sebuah cerita Travel Troopers di Situ Gunung, Sukabumi




Di tengah keheningan dan kedamaian siang itu, em…. atau sore yah? yah pokoknya hari itu.

“HAHAHAHA”
“Tomat” “Tomat” “Selada” “Kec…”
“HAHHHHHHH ambillll!”
“HAHAHAHA”
“Selada” “Kol” “Kol” “Tomat” “Paprika” “Kecoak” “Paprika” “Komat”
“HAH!!!! Apaan tuh komat” “HAHAHAHA” “Ambil!”
“HAHAHAHA”

Tawa yang meledak keluar tanpa penahan dalam balutan suara stereo. Tawa yang sesungguhnya, tanpa beban, tanpa keterpaksaan. Tawa sejati yang meskipun sangat mengganggu, tetapi hanya mengakibatkan dumelan kecil dari teman-teman lain yang sedang berbalut kehangatan selimut, dalam udara dingin di Situ Gunung. Tawa yang mengganggu tetapi hanya mengakibatkan tawa lanjutan dari para pedumel sendiri.

Sebuah cerita atas beragam moment meski dalam waktu yang singkat. Sebuah cerita dari sebagian anggota sebuah komunitas pejalan yang memasukkan perbincangan tentang perjalanan hanya sebagai salah satu menu pada buku menu perbincangan dan cengkrama. Apa selain tema perjalanan? Ada kehidupan, ada gossip dan ragam omongan ngalor ngidul yang sama sekali tidak bermutu bagi orang lain tapi penting bagi kami.

Laugh, Peace and Love membuat our friendship stronger, tapi Tears, War and Hate membuat our friendship unbreakable.

Sebuah prasasti digital singkat atas sebuah cerita Travel Troopers di Situ Gunung, Sukabumi.

***
“Guys jalan bareng lah”
“Eh ke sini mau?” men-share sebuah foto kece di group whatsapp.
“Keren! Mau!”
“Dimana tuh?
“Situ Gunung, Sukabumi. Ga jauh, bisa weekend-an doang.”
“Hazek! Yuk cus!”

Segelintir percakapan yang terekam tak sempurna, yang menjadi pemicu perjalan Travel Tropers (TrTr) kali ini ke Situ Gunung.

“Kapan?”
“Terserah.”
“Bisa?” mengajukan tanggal tertentu.
“Wah ga bisa kalo tanggal segitu!” dan lagu lama berkumandang GITU AJA SAMPE KECOAK PAKE HEELS!

Untungnya dalam kasus kali ini, urusan kapan berakhir bahagia dengan tanggal yang telah ditetapkan dan disetujui oleh semua yang memang dari awal mengiyakan rencana ini.

***
“Ber-sebelas kita yah?”
“Yupe, Donal mendadak ga bisa cus.”
“Yo wis.”

Pukul 22:00 Jumat malam, pada tanggal 15 Juli kemarin, akhirnya kami berada di vantage point sejuta pejalan. Yupe! Dunkin Donuts Plasa Semanggi. Meskipun tempat ini merupakan tempat berkumpulnya beragam peserta open trip yang sangat marak dalam beberapa tahun terakhir ini, malam itu terlihat cukup lengang. Mungkin timing yang memang baru sejenak melewati masa libur panjang Lebaran.

“Ojie belom nongol nih”
“Udah on the way dia”

Dan dengan sebuah elf carteran pun akhirnya kami bergerak menembus pengapnya malam ibukota yang sarat dengan dengan kendaraan bermotor.
di elf carteran, dari cam Rozy
 ***
4 jam lebih dikit setelahnya,
Villa Cemara
dalemannya Villa Cemara, TKP 1 rusuh rusuh TrTr
“Woi bagun, nyampe nih!”
“Duh cakep oey villa-nya. apaan nih nama villa?”
“Villa Cemara.”
“Dingin juga yah.”
“Eh camera siapa nih jatuh?”
“Gueeee, kok bisa jatuh yah. Mungkin pas tadi buka tas jatuh.”
“Mau lanjut tidur ah.”
“Ntar mau ke situ, sunrise-annya jam berapa? Bangunin dong.”
“Jam 5 yo. Iya, ntar dibangunin semua deh. Gue ga tidur kok.” Dan kemudian dia terlelap.

2 jam lebih dikit setelahnya,

“Woi bangun, sunrise sunrise.”
“Jauh ga trekkingnya?”
“Katanya deket aja sih.”
“Pake sandal aja bisa ga?”
“Gue pake sandal kok.”

Dan berangkatlah kami dengan penerangan seadanya, menyusuri jalan setapak batu menuju ke Situ Gunung yang konon dalam kondisi memukau pada saat subuh.

20 menit lebih dikit setelahnya,

“Tuh udah kelihatan danaunya.”
“Wow keren yah. misterius-misterius gimana gitu.”

Sebuah danau dengan bentuk sedikit seperti kacang yang sebagiannya dibatasi dengan tanggul rendah dan sebagiannya lagi menyatu dengan ilalang dan semak yang tumbuh di pinggir danau. Pada sebuah sisi terlihat background pepohonan besar yang menjulang tinggi menggapai langit. Sementara di sisi satunya dipenuhi dengan ilalang, pepohonan rendah dengan bentuk yang unik, beberapa reruntuhan bangunan dengan latar belakang kelamnya pegunungan tinggi, dimana sinaran surya pagi mulai menggapai lewat sayap sayap cahayanya.
sunrise tipis-tipis banget
Sisi 1 dari Situ Gunung
Sisi 2 dari Situ Gunung
Secara perlahan sinaran mentari mulai menyibak kekelaman bayangan malam dan menunjukkan keindahan lanskap Situ Gunung. Terpampang di seberang kami berdiri sebuah pemandangan panoramic yang terkesan mistis dan misterius dengan kabut-kabut yang dengan enggan mulai meninggalkan permukaan air dan ilalang yang menjadi tempat rehatnya semalam. Sangat indah dan syahdu sekali, seolah membius penikmatnya untuk memandangnya lebih dalam dan meresapi semua kesunyian yang hanya terpecahkan oleh bunyi beburungan dan hewan hutan lain yang mulai tersadar dari dunia mimpinya dan bersiap menyambut satu hari lagi karunia dariNya.

Cukup lama kami menghabiskan waktu di sini dengan mecoba menangkap dan mengabadikan keindahan Situ Gunung melalui perekam digital kami. Foto sesi yang seolah tak akan terhenti sebelum kecoak jadi pink pun terselenggara dari sendiri, berdua, bertiga, gerombolan kecil sampe ke foto “keluarga” dari sudut sini, situ, tengah, samping dan tak terhingga gitulah istilah lebaynya.
foto-foto, dari cam entah?
foto-foto, dari cam Rozy
 ***
Pagi itu di Situ gunung sangat lengang, hanya ada segelintir penikmat pagi yang berkeliaran. Mungkin karena kami mengambil moment sunrise pada hari Sabtu pagi. Jaminan mutu Minggu pagi tempat ini akan banyak dipenuhi pecinta-pecinta mentari pagi.

“Balik yuk, kata ibu villa sarapannya soto ayam nih. laper banget.”
“Yuk, yuk. Eh tapi mampir bentar dong nengok Tanakita dong, pumpung masih belum ada yang check in.”

10 menit lebih dikit setelahnya,

“Lucu juga yah tenda-tendanya.”
“Kayaknya nyaman juga tuh kasur yang di dalam tenda.”
“Itu bale-bale apaan?”
“Mushola.”

Dan sesi foto dan video mini pun berlanjut di area Tanakita yang cukup menarik.

“Sotoooooo, ayo nyotoooo. Laper banget nih.”

10 menit lebih dikit setelahnya,

Dalam diam … em ga juga sih, tetep aja ribut. Kami menikmati sebuah sajian sarapan dengan menu soto ayam dari Villa Cemara yang enak, diiringi celoteh ngalor-ngidul dari indahnya Situ Gunung dan plan mau ke Curug dan sunsetan.
sarapan ceria, dari cam Rozy
Sebuah curug bernama Sawer ada di area Situ Gunung. Untuk mencapainya penikmat curug diharuskan trekking terlebih dahulu melewati jalan setapak batu dengan durasi kurang dari 1 jam. Curug Sawer tidaklah terlalu tinggi dan mempunyai kolam yang cukup dalam (setinggi dada laki-laki dewasa) dengan air bening yang dingin segar, khas air air pegunungan.

Perjalanan ke Curug Sawer kali ini hanya diikuti oleh 8 orang saja, sementara 3 orang (termasuk saya) lebih memilih berleha-leha bermalasan di villa saja dengan secangkir kopi susu, teh, pop mie, buku dan selimut.

Menilik cerita dan foto dari tim curug, terlihat cukup mengasyikan lho.

***
Senja datang dan hujan. Tamat sudah rencana kami bersunset ria. Alih-alih bengong, kami mengeluarkan peralatan bermain kami dan gegap gempita tawa, teriakan pun berkumandang tanpa filter dari Villa Cemara. Please jangan ditiru! Untungnya Villa Cemara cukup jauh dari pemukiman dan kamar-kamar di bagian bawah villa juga sedang kosong jadi, semoga, gegap gempita tawa dan teriakan kami tidak mengganggu yang lain.

“Tomat” “Tomat” “Selada” “Kec…”
“HAHHHHHHH ambillll!”
“HAHAHAHA”
“Selada” “Kol” “Kol” “Tomat” “Paprika” “Kecoak” “Paprika” “Seladra”
“HAHAHAHA Apaan tuh Seladra” “HAHAHAHA” “Ambil!”
salah satu ronde! tegang kan!, dari cam entah?
Dan begitu terus selama beberapa saat. Sebuah permainan kartu yang unik dan lucu tapi seru banget karena tegang dan butuh konsentrasi tinggi. Permainan kartu yang baru kami (sebagian besar) kenal, bernama Zhanglang Shala. Yupe, permainan kartu ini ditemukan dan berasal dari China Mainland, yang jika diterjermahkan ke Bahasa Indonesia menjadi Salad Kecoak. Tuh! Nama kartunya saja sudah lucu kan, Agak PR juga menterjemahkan cara dan aturan main dari kartu ini, karena petunjuk hanya tersedia dalam bahasa Mandarin (kebetulan teman belinya tidak di Indonesia, karena mahal).

Permainan ini selain membuat sakit perut, mata berair-mata, puas tertawa dan juga membuat kami bisa berkeringat meski dikelilingi hawa sejuk dingin pegunungan.

***
“Hai mates.”
“Haw ar you todaaay.”
“AUSTRALIAN!”
“BENER!”
“Hmm hmm hum hum.”
“Apaan sih?”
“Hum hum hom hom.”
“PASS!”

Dan itulah permainan kedua kami, Heads Up! Bisa diunduh di Play Store. Entah dari mana asalnya tetapi saya sendiri sering melihat di Ellen DeGeneres Show. Seru! Bisa memilih beberapa kategori dan otomatis merekam memakai camera depan aksi beberapa teman yang sedang bergaya atau memberikan clue untuk menggambarkan kata yang harus ditebak oleh teman yang memeagang hp di dahi.

***
“Huruf pertama, R.”
“Ring ring, kisah cinta.”
“Ring ring! Ring ring!” “Ring ring!” “1,2,3… Romeo!”
“HAHAHA, hayo mana huruf ke dua?”
“Huruf kedua A.”
“Ring ring, ring ring!” “Taste.”
“Ring ring!” “1,2,3…RASA, RACUN!” “Ah kok racun sih, WOI taste!”

Yah kurang lebih begitulah permainan ketiga kami. Permainan pengisi waktu setelah makan malam. Disertai dengan jagung bakar yang terhidang, gelak tawa dan suara stereo kembali membahana di Villa Cemara. Again, untung waktu itu kondisi sepi dan cukup jauh dari pemukiman. Sedangkan ibu-ibu dan bapak-bapak baik hati yang menjaga villa nampaknya sudah mati rasa terhadap keributan kami.
menu makan siang, entah foto yang sarapan ama yang dinner kemana
snack sore
***
Malam semakin larut dan kelopak mata semakin tak kuat menahan daya gravitasi kantuk. Perlahan satu persatu, kami mulai terlelap dalam nyenyak. Perlahan satu persatu, kami beranjak ke dalam dunia mimpi masing-masing. Alam tampak tenang membuai dengan bahasa alam yang dikumandangkan serangga malam. Dalam dekapan hawa dinginnya, sang ibu bumi di bagian ini mulai menina-bobokan kami.

“Ah…” saya menghela nafas panjang, merasa nyaman dalam balutan selimut. Merasakan jemari hawa dingin kadang menyelinap masuk dalam lipatan-lipatan selimut mencoba menggelitik indra-indra yang setengah sadar.
Rindu akan tawa lepas akhirnya terobati, terpuaskan dan tergenapi. Esok mungkin akan membawa kami kembali ke jalan kami masing-masing dan entah kapan lagi kami bisa berkumpul seperti ini lagi.

“Kapan lagi yah kita bisa kumpul bareng lagi kayak gini?”
“Never! Maksudku ga akan bisa sama seperti ini.”

Teringat akan cuplikan percakapan saya dengan Sony. Saya tersenyum dalam kantuk yang semakin memabukkan dan terbersit kalimat “Jika memang moment seperti ini tak akan terulang lagi, well at least kami masih punya kenangan akan moment ini. Jelas tak kan mudah untuk dilupakan.”

***

No comments:

Post a Comment