Peluh mengalir dari
gumpalan rambut yang basah. Tarikan-tarikan pendek nafas menderu, berdengung di
gendang telinga. Degup jantung sangat cepat dan memacu memompa aliran oksigen.
Saya berkata pada diri
sendiri, “Ayo pasti bisa, ayo pasti kuat” dan pendakian saya berlanjut perlahan
menanjak, meninggalkan Pos Cacingan semakin di belakang. Perlahan bergerak
menuju puncak Gunung Prau.
Teriang celetuk teman
saya disela-sela pendakian kami, “Anak pantai menanjak gunung.”
Gunung Prau adalah
salah satu gunung di gugusan pegunungan yang terletak di Dataran Tinggi Dieng,
Wonosobo, Jawa Tengah dengan ketinggian puncaknya 2.565 meter di atas permukaan
laut. Dataran tinggi Dieng sendiri terletak di 2.100 meter di atas permukaan
laut. Penanjakan kami ke Gunung Prau tidaklah tinggi sebenarnya, hanya sekitar
465 meter saja dengan jalur yang menanjak terus. Konon bagi anak gunung, Gunung
Prau adalah jalur penanjakan untuk pemula. Sedangkan bagi saya yang seringnya
ke pantai dan tempat-tempat atau kota-kota heritage, Gunung Prau merupakan
tantangan tersendiri.
***
Hawa dingin menusuk
merambat dan menjangkau kulit kaki saya, menembus lapisan sepatu kulit dan 2
lembar kaos kaki. Perlahan dengan hati-hati saya tuang air panas mendidih dari
panci kecil, mengguyur mie instant sebagai menu makan malam.
Makan malam yang
sederhana di tengah kegelapan malam dengan kerlip ribuan bintang yang
bermunculan dari tabirnya, menghiasi langit gelap tanpa bulan. Makan malam yang
sederhana ditengah gelak tawa dan gelutuk gigi karena kedinginan dari
teman-teman seperjalanan.
Dinner time; pic credit: @velwijaya |
Pendakian selama 3 jam
menuju ke camping ground Gunung Prau tadi siang, menyisakan pegal dan tanpa
peluh. Menjelang mendekati camping ground, kami diserbu oleh kabut yang turun
dan udara sejuk yang menemani pendakian kami perlahan berubah menjadi dingin
yang menusuk. Sang pijar bumi juga sudah lama menghilang berserta sinar-sinar
biusnya, disela-sela pendakian kami yang sedikit molor dari jadwal yang
direncanakan.
“Kok ga ada bulan yah?”
tanya seorang teman yang dijawab dengan gumaman ketidaktahuan.
“Andai boleh bikin api
unggun, enak ini.” ujar saya, sesaat kemudian sambil tetap mencoba
menghangatkan kaki saya yang kedinginan.
“Tadi di basecamp sudah
ada larangan ga boleh ada api unggun dan melihat kondisinya memang banyak rumput-rumput
kering nih, bahaya” celetuk teman saya menimpali.
“Untung kalian
nge-camp-nya malam ini, palingan cuman 2 derajat. Coba kemarin malam, behh
minus 4 bro” info ranger yang menemani kami.
Hawa semakin dingin dan
dingin memaksa kami “tak betah” berada di luar tenda. Satu persatu, kami
memasuki tenda dan menyelinap ke dalam sleeping bag masing-masing.
kabut yang menyeruak |
sunset ditengah pendakian |
***
“Eh bulannya nongol
tuh, gede banget” pekik seorang teman dari tendanya.
“Iya cakep banget
bulannya” timpal yang lain.
Dengan sedikit enggan saya
menggeser tubuh, membuka resleting tenda dan saya menyaksikan pemandangan yang
sangat indah membius mata.
Saya mendesah dan dalam
hati berujar, ini mungkin adalah pemandangan bulan yang paling indah yang
pernah saya saksikan selama ini, so near, so big dan so bright. Sejenak saya
mematung dan beberapa kali mencoba memetakan moment itu di camera saya dan
gagal.
“Guys, bulannya bagus
banget!” pekik saya.
Super moon |
***
“Buset dingin banget,
kaki dingin banget neh” rutuk saya dalam hati dan memaksakan diri untuk
bergerak keluar tenda dengan sambutan sapuan angin yang cukup kencang dengan
hawa yang dingin sekali.
“Guys, ayo siap-siap
buat yang mau lihat sunrise” celoteh saya membangunkan teman-teman yang lain.
Perlahan dan pasti,
mulai terdengar suara-suara dari dalam tenda.
Tak lama, kami mulai
berjalan menembus ilalang gunung menuju spot yang tidak tertutup pohon demi
mencoba peruntungan akan sunrise yang istimewa.
sunrise |
sunrise |
***
“Laper ga sih?”
“Laper sih tapi males
makan mie.”
“Ya udah ini ada nugget
ama karage”
“Goreng gih.”
“Yah minyaknya beku.”
“Deketin ke panas
kompor aja”
Acara goreng nugget dan
karage pun dimulai disela-sela acara beberes buat persiapan perjalanan turun
gunung.
Nugget time; pic credit: @sankhyaadi |
***
Perjalanan
atas pendakian yang memiliki tantangan tersendiri buat saya. Perjalanan bersama
teman-teman baru dan sahabat lama. Perjalanan yang singkat dan seolah tak ada
yang dipandang kecuali sunset, sunrise dan pemandangan khas pegunungan yang
indah. Tak ada cerita unik dalam pendakian tetapi yakinnya penuh dengan
moment-moment indah antar jiwa selama perjalanan, pendakian dan kembali pulang.
Moment-moment yang tak terceritakan walau oleh sang bijaksana. Moment-moment
yang hidup karena hubungan dan perasaan pribadi-pribadi yang dipersatukan
dengan tujuan yang sama dan kesenangan yang sama. Moment-moment yang tentunya
ajan diingat dan akan terlupakan sejenak tetapi sejatinya kekal di jiwa dan
akan terceritakan kembali pada saatnya nanti.
abis sunrise-an wefie dulu; pic credit @cindyoctrivianti |
disela-sela peluh tanjakan |
sunrise |
telaga warna |
selfie-selfie |
lumayan curam track-nya |
ini yang bikin paru2 kembang kempis |
Dieng Plateau Village |
jalur pendakian Gn. Prau |
taking pictures |
after sunrise |
The Gimbals |
breaktime; pic credit @velwijaya |
going down after sunrise; pic credit @velwijaya |
No comments:
Post a Comment