Taman Nasional Gunung Halimun |
Alunan musik Sunda
terdengar mengalun dikejauhan, dari nada syahduh hingga keceriaan denyut musik
jaipong. Angin lembut bertiup menebaskan hawa sejuknya membelai kulit,
menimang-ayunkan jiwa. Sepasang mata telanjang ini terbiasa melihat horizon
hilang di bawah atap-atap rumah dan gedung pencakar langit dan saat ini tak
bosan-bosannya menikmati, menyerap pemandangan pegunungan, sawah, kebun teh,
hutan tropis dan sungai yang tersaji. Ah … sungguh mendamaikan hati.
Bersantai menikmati
sajian makan siang di atas panggung sederhana semi terbuka dengan teman-teman
seperjalanan. Berbagi kisah dan tawa, layaknya teman lama, dengan teman-teman
baru, tanpa ada penilaian dan hanya mengalir santai kemana pun arah cengkrama
ini berlalu.
Inilah selingan yang
saya butuhkan dari rutinitas perkantoran dan segala apa yang biasa merong-rong,
memudarkan goresan lengkung gembira di wajah saya. Di sini sekarang, garis
lengkung itu kembali menguat riang memancarkan sejatinya arti senyuman itu
sendiri.
Berdua-belas kami,
hasil “teman mengajak teman”, akhirnya menjejakkan langkah kami di Taman
Nasional Gunung Halimun - Desa Malasari (Gunung Halimun). Umro, Setyawan, Erin,
Chiss, Tika, Octa, Adi, Dian, Nat-Nat, Eka, Inda dan saya. Inilah cerita kami
dari pandangan mata hati saya.