Keinginan berkunjung ke Kawah Putih di Kabupaten Bandung Jawa
Barat akhirnya terealisasi juga weekend kemarin. Tanggal 28 April 2012, pukul
05.00 WIB, kami berempat (saya dan ketiga teman saya) dengan menggunakan mobil
pribadi teman saya, siap melaju ke Kawah Putih dan nantinya akan menikmati sore
dan petang hari serta menginap semalam di Kota Bandung. Pagi sekali? Yupe, kami
memang sengaja berangkat subuh untuk menghindari macet yang mungkin terjadi.
Perjalanan kami tempuh dengan lancar yang diwarnai kepadatan dan kemacetan di
beberapa titik-titik tertentu. 4 jam kemudian (pukul 08.53 WIB) kami memasuki
area parkir dari Kawah Putih (Area Parkir Bawah).
Note: Kami
berangkat dari Grogol (Tanjungduren).
TIPS:
Batas
akhir tol ke Kawah Putih adalah Pintu Tol KOPO, selanjutnya harus melalui jalan
raya biasa. Keluar dari Pintu Tol Kopo, belok kanan dan lurus saja mengikuti
jalan besar (relative).
Perlu
dicermati papan petunjuk yang memang jarang sekali ada sehingga GPS dan rajin
bertanya kepada orang setempat sangat membantu dalam mencapai Kawah Putih tanpa
salah jalan.
Kesan:
Sangat
disayangkan pada pengelolah Kawah Putih bahwa papan petunjuk ke Kawah Putih
dari Pintu Tol KOPO sangat jarang sekali. Kami hanya menemui 1 atau 2 papan
petunjuk, itupun tidak informative, sehingga cukup menyulitkan bagi wisatawan
yang datang dengan cara independent (tidak ikut tour).
Memasuki area parkir yang luas tersebut, tampak keadaannya masih
cukup lengang meskipun beberapa
kendaraan pribadi dan bus pariwisata sudah ada di sana. Tampak pula beberapa
warung/depot mulai “menggeliat” menawarkan ragam menu makan yang baru saja
matang dan membuat kami menyempatkan sedikit waktu untuk sarapan terlebih
dahulu di warung/depot yang menyajikan makanan rumahan serta mie ayam dan mie
kocok.
Perut kenyang, kami pun siap untuk menengok Kawah Putih yang cukup
mempunyai reputasi keindahannya. Alih-alih menggunakan mobil pribadi untuk naik
ke Kawah Putih (Area Parkir Atas), kami memutuskan untuk menggunakan
Ontang-Anting untuk mencapai Kawah Putih.
Kondisi hawa di Kawah Putih saat kami tiba (begitu pula juga pada
saat pulang) tampaknya tidak membutuhkan pakaian tebal/jacket. Hawa memang
sejuk dengan kisaran suhu 22º C tidak berangin bahkan sinar matahari cukup
terik.
Note:
Ontang-Anting
adalah kendaraan (kalo ga salah semacam mobil Carry) modifikasi yang memuat
hingga 14 orang plus sopir. Kondisi tempat duduk yang dibagi menjadi 4 baris
cukup sempit, meghadap ke depan dan tanpa pintu aka terbuka semua hanya beratap
saja (kecuali bagian depan). Seperti ini:
TIPS:
Mobil
pribadi bisa langsung mencapai Area Parkir Atas dengan menempuh jalanan cukup
sempit dan menanjak serta lengkap dengan liuk-liukan khas jalanan di daerah
pegunungan. Kondisi jalannya beraspal dan bagus.
Untuk
membawa mobil pribadi sampai ke Area Parkir Atas, wisatawan diharuskan membayar
ticket mobil pribadi seharga Rp 150.000,- per mobil.
Selain
menawarkan pengalaman tersendiri, Ontang-Anting juga jauh lebih murah karena
hanya menarik biaya Rp 10.000,- per orang (sudah pulang pergi), tetapi memang
jalannya Ontang-Anting ini menunggu hingga minimal sekitar 13 penumpang.
Biaya
masuk ke kawasan wisata Kawah Putih adalah Rp 15.000,- per orang (baik
menggunakan mobil pribadi maupun dengan Ontang-Anting)
Jam
operasional Kawah Putih adalah pukul 07.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB.
Perjalanan asik dengan Ontang-Anting kami tempuh sekitar 15 menit
saja (ngebut Ontang-Antingnya) dan kami pun memasuki Area Parkir Atas.
Dari Area Parkir Atas, kami hanya perlu berjalan kaki menuruni
jalanan bertangga landai, sekitar 100 meter dan Kawah Putih pun membentang di
hadapan kami.
Kawah Putih yang katanya bisa berubah warna tersebut kali ini
berwarna putih kapur dengan semburat hijau muda dan biru muda di beberapa titik
dengan asap belerang yang sedikit, bahkan hampir tidak tercium bau khas
belerang yang menusuk sehingga membuat kunjungan kami ini semakin asik. Kawah
Putih ini tidaklah seluas bayangan saya tetapi keindahannya tampak tenang dan
memukau, membuat kami betah untuk berfoto ria ataupun hanya memandang air yang
seolah-olah menyimpan banyak misteri.
Pada sisi depan Kawah Putih terdapat gua belanda yang mana tidak
bisa dimasuki karena mulut gue terpalang banyak kayu dan terdapat tulisan
peringatan bahwa dilarang berdiri terlalu lama di depan mulut gua yang
sayangnya tanpa ada penjelasannya.
Di area yang sama juga, dapat dibaca pada spanduk besar yang
menceritakan history dari Kawah Putih ini, dengan diiringi lantunan kecapi yang
dimainkan oleh penduduk lokal pada sebuah gubug yang berada di samping spanduk.
Tidaklah dibutuhkan waktu yang lama untuk memutari “kolam kecil”
ini sebelum kami putuskan untuk menyudahi kunjungan kami dan kembali ke Area
Parkir Bawah dan segera bertolak ke Kota Bandung untuk menghabiskan weekend
kami kali ini.
TIPS:
Makan,
minum dan merokok di area Kawah Putih sangat tidak disarankan karena alasan
kesehatan, jadi jangan kaget jika di Area Parkir Atas dan Kawah Putih tidak
ditemukan satupun penjaja makanan/minuman. Yang tampak beberapa orang
menjajakan masker dan belerang.
Kembali ke Area Parkir Bawah, mata kami terpaku pada gundukan buah
strawberry dengan ukurannya yang besar-besar berwarna merah menyala yang sangat
menggoda. Tawar-menawar akhirnya kami memperoleh harga Rp 30.000,- per kilo (yakin
bisa lebih murah jika belinya agak banyakan) dan dimulailah pesta strawberry
kami. Yummy banget dengan rasa asam manis dan sedikit juicy, seolah tak pernah
cukup kami menyikat strawberry tersebut rame-rame.
Note:
Selain
buah strawberry segar yang bisa dipilih sendiri (harga yang kami peroleh Rp
30.000,- per kilo), dijual pula strawberry segar yang telah terkemas rapi (tapi
biasanya ukuran buah relative lebih kecil), sirop strawberry, selai strawberry,
krupuk strawberry, jenang strawberry, dll.
Tiba di Kota Bandung (Bandung) kami segera mengarah ke hotel untuk
check in, sesudah terlebih dahulu berhenti di Cabe Rawit untuk mengisi perut
yang sudah keroncongan sedari tadi (mendekati pukul 14.00 WIB). Ini bukan
merupakan kunjungan kami yang pertama ke Cabe Rawit yang terletak di Jalan
Teuku Umar no 7 Bandung dan tentunya bukan yang terakhir pula. Saya pribadi
punya menu favorite di sini yaitu Nasi Timbel Cabe Rawit dan untuk minumannya
adalah Old Jersey yang merupakan jus sayuran dengan jeruk, coba deh. Cabe Rawit
tentunya juga menyediakan menu-menu lainnya yang sangat beragam dari ala carte
personal sampai ke menu-menu sharing seperti Buncis Cabe Garam yang mak krenyes
banget, dll.
Note:
Cabe
Rawit dapat ditemukan jika dari perempatan Dago, lurus saja hingga pertigaan ke
2 (kalo ga salah) dimana ada Outlet Up Town dan Jetset, belok kanan, nah Cabe
Rawit ada di sebelah kiri jalan.
After late lunch, kami segera menuju ke hotel (daerah Dago juga) yang
cukup dekat dengan Cabe Rawit. Berhubung plan kami ke Kawah Putih dan Bandung
mepet, maka ketika akan booking hotel, pada kehabisan aka pada full booked
semua untuk hotel dengan range harga yang kami inginkan. Untung saja
detik-detik terakhir masih ada 2 kamar kosong di Hotel Puri Gardenia di Jalan
Dipati Ukur No. 30 Bandung.
Pukul 17.00 WIB kami sudah segar kembali dan siap menjelajahi
outlet-outlet di Jalan RE Martadinata (Riau). Ga sah kan kalo ke Bandung ga ke
outlet hehe… ga juga sih, tapi memang kami berempat sedang ada butuh membeli
beberapa jenis barang dan siapa tahu dapat model dan harga yang pas di
outlet-outlet Bandung.
Meluncur ke Jalan Riau kondisi jalan rupanya tidak semacet yang
saya kira dan dengan cepat saya telah sampai di Jl Riau. Beruntung saya
mendapat space di salah satu area parkir outlet besar dan kami pun mulai
menjelajahi outlet-outlet tersebut dengan nyaman karena di luar dugaan,
shopping pada petang hari lebih asik, karena pengunjungnya sudah tidak penuh
sesak lagi (khususnya karena weekend) dan pramuniaga di beberapa outlet lebih
sigap membantu, ga pengap dan umpel-umpelan, tetapi memang waktu shoppingnya
jelas relative lebih singkat dari pada pada pagi/siang hari (khususnya bagi
yang demen shopping).
Lepas dari Jalan Riau dan sempat terhenti sebentar di Jalan Ir. H.
Juanda (Dago) untuk menengok outlet-outlet di Jalan Dago dengan singkat, maka
kami pun melaju ke Warung Ngebul yang terletak di Jalan Dago juga, tetapi agak
ke atas dikit, no 230 Bandung.
Ini merupakan kunjungan pertama kami ke Warung Ngebul (tahun kemarin
pas ke sini tutup libur Lebaran) yang hanya buka pada petang hari (sekitar
pukul 17.00 WIB) hingga pukul 24.00 WIB.
http://travelinseven.com/2012/02/02/menu-rahasia-yang-bikin-ketagihan-di-warung-ngebul/ |
Warung yang kecil ini adalah semacam rumah tinggal yang dimodifikasi
menjadi depot sederhana tetapi dengan konsep yang cukup menarik. Secara
personal saya merasa bahwa konsep dari Warung Ngebul lebih kearah tempat
nongkrong dan bersantai dibanding tempat makan berat. Hidangan yang ditawarkan
juga cukup beragam dengan porsi-porsi (relative) mini, dari hidangan ala
Indonesia hingga European seperti pasta. Harga dari menu-menu tersebut jelasnya
sangat-sangat terjangkau (rata-rata hanya belasan ribu rupiah saja). Dari
berbagai hidangan yang kami pesan, favorite saya adalah Nasi Tongset Ayam Suwir
(pedas) dan untuk minumannya so far adalah Es Susu Kurma Madu, mantap banget.
http://www.iradiofm.com/intermezzo/makan-dimana/239-bandung |
Sayangnya pelayanan cukup lama, tetapi tidak perlu kuatir di
Warung Ngebul juga disediakan macam-macam permainan dari Dakon sampai monopoli.
Note:
Warung
Ngebul dapat ditemukan jika dari perempatan Dago, lurus saja sampai ketemu Mc
Donald dan terus dikit terus memutar balik dan Warung Ngebul ada di sebelah
kiri jalan sebelum (atau hampir pas) pertigaan.
Kembali ke hotel untuk beristirahat dan menyambut pagi dengan ceria
haha. Hari kedua ini kami isi dengan sedikit bermalasan di hotel terlebih
dahulu sebelum tepat pukul 10.00 WIB kami check out dan segera menuju ke Prima
Rasa yang berada di Jalan Kemuning No 20 Bandung (akses melalui Jalan Riau).
Impian untuk berburu penganan Prima Rasa hampir pupus ketika mendapati Prima
Rasa begitu ramai sekali sampai susah sekali bergerak dalam outlet. Plus
outletnya jadi pengap dan bau keringat. Secepat kilat kami ambil penganan yang
diinginkan dan segera membayar. Cukup lama juga kami di sini karena untuk bayar
antrinya pun luar biasa.
Bebas dari umpel-umpelan di Prima Rasa, kami meluncur ke Café Bali
di Jalan. Riau No 215 Bandung, untuk menikmati makan siang. Di Café Bali yang
luas ini bukan hanya dijual menu-menu khas Bali, tetapi saya lihat lebih
cenderung menawarkan menu western yang di lengkapi dengan menu-menu Indonesia
(termasuk khas Bali seperti ayam betutu, sate lilit, dll). Café tersebut dibagi
menjadi 2 area (terhubung) untuk ala carte dan untuk prasmanan.
Pesanan saya adalah Nasi Bali yang berisi plecing kangkung. ayam
betutu dan sate lilit serta untuk beverage saya pesan O Campur Bali yang berisi
ragam buah, jelly dan pacar cina disajikan dengan saus (jus) alpokat. Lepas
dari ke-yummy-an makanan dan minuman yang saya pesan, favorite saya adalah
sambel mentah yang disajikan di menu Nasi Bali, pedas segar dan bikin ketagihan
deh.
Note:
Jika
dari Cascade (area outlet) maka lurus saja di sebelah kiri jalan.
Setelah makan siang maka kami pun harus segera balik ke Jakarta
karena beberapa teman masih ada acara lain sore harinya.
Turun dari Jembatan Pasupati menuju ke arah Pintu Tol Pasteur,
kami menepi sebentar di sebelah kiri jalan untuk membeli sale pisang rasa merk
Putri, sebelum akhirnya mengucapkan perpisahan pada Bandung - The Paris Van
Java.
katanya motor gak bisa naek sampai deket kawah putih ya? padahal pengen naek motor saja nantinya, kalau ada waktu maen ke bandung.
ReplyDeletehm memang sih ga pernah lihat motor naik sampai ke parkiran atas mas, tetapi medannya sih kalo buat motor cowok mah ga berat tuh en dijamin naik tuh tp naik ontang anting juga seru lho mas (duduk yang di belakang pinggir) :)
DeleteAlamat Detail dari kawah putih ? Bsa?
ReplyDeleteHi Dian,
Deletekalo untuk alamat detailnya saya kurang tahu yah, sorry ga bisa bantu untuk yang ini, tahunya cuman Ciwidey - Bandung :(
thanks sudah mampir ke blog ini yah
cheers,
harry