Tanggal 25 November 2011 pukul 07.00 malam, kami ber-12 orang sudah stand by di depan pintu masuk utama dari Apartemen Mediterania 2 dan menyerbu masuk ke bus dari JJS Tour & Travel yang tak lama akan membawa kami ke Green Canyon – Pangandaran. Imipian ke Green Canyon ini akhirnya terwujud juga ketika ada teman yang heboh bilang ada penjualan tiket paket tour untuk ke Green Canyon dengan harga ekonomis yaitu sebesar Rp 507.000,- di disdus.com yang nantinya kami ketahui bekerjasama dengan JJS Tour & Travel (tidak termasuk biaya tip Rp 20.000,- per orang (peserta) - sudah untuk 2 Tour Leader dan 2 Driver).
Angan-angan untuk berweekend ria dengan santai buyar, ketika kami mengetahui bahwa jumlah peserta yang ikut membeludak hingga 59 orang (kirain paling jumlah peserta yang berangkat hanya 25 hingga 30 orang). Dengan banyaknya jumlah peserta yang banyak maka dijamin pasti nantinya lebih ribet dan jadinya less keabkraban dibandingkan jika berangkat dengan group yang hanya berjumlah tidak lebih dari 25 orang.
Memasuki bus yang terlihat lumayan dari depan, kami cukup shock dengan bagian dalamnya, memang sih bersih, ber-AC dan dilengkapi dengan TV LCD 2 buah (di depan dan di tengah bus), tetapi ternyata bus ini berkapasitas 65 orang, walhasil tempat duduknya mepet banget (jarak antara ujung depan alas duduk dengan ujung bawah sandaran depannya hanya kurang lebih 15 cm saja di bus bagian depan dan kurang lebih 20 cm di bus bagian belakang) yang dibagi menajdi 2 kolom yaitu 2 tempat duduk, isle (sempit banget lebar islenya) dan 3 tempat duduk.
Bus ini sungguh terlihat tidak nyaman untuk perjalanan jauh ke Green Canyon yang diperkirakan memakan waktu hingga 10 jam (termasuk 3 kali pemberhentian untuk quick break). Candaan yang ada di beberapa peserta adalah bahwa bus yang dipakai adalah bus AC Ekonomi hahahaha, cuman yang ini “dipoles” dengan beberapa pernak-pernik sehingga seperti normalnya bus pariwisata.
Menunggu waktu keberangkatan, beberapa peserta (termasuk kelompok saya) terlihat sibuk dengan aktifitasnya masing-masing, mulai dari bergerombol ngemil sambil berbincang-bincang, belanja cemilan di Indomaret terdekat, makan malam (karena tidak tersedia makan malam dari tour untuk malam keberangkatan), ganti baju, dll. Kelompok saya sendiri yang sebagian besar adalah teman sekantor, jelas sibuk makan malam dan ganti baju, karena meeting point yang cukup jauh dari kantor kami yang terletak di daerah Cikini dan ditambah dengan kemacetan jalur dari Cikini menuju ke Grogol pada hari Jumat jam pulang kerja, maka kami tidak berani untuk berhenti makan ataupun (beberapa) ganti baju karena takut terjebak macet dan telat tiba di meeting point.
Mendekati pukul 08.00 malam, kami semua peserta mulai memasuki bus dan duduk di tempat masing-masing dan segera memastikan bahwa perjalanan selama kurang lebih 10 jam ini tidaklah akan kami lewati dengan nyaman karena sempitnya tempat duduk dan ruang geraknya. Setahu saya rata-rata semua peserta mengeluhkan masalah ini. Jangankan untuk saya dengan tinggi badan 178 cm dengan tubuh montok (panjang pinggang ke kaki sekitar 110 cm), yang ukurun mini (baca: pendek dan tidak montok) saja mengeluhkan sempitnya ruang gerak di tempat duduk. Dengan badan tegak kaki tertekuk-tekuk, kami pun bertolak menuju ke Pangandaran dengan ditemani macetnya Kota Jakarta pada Jumat malam itu. Perjalanan ke Green Canyon kami tempuh dengan relative tenang dan lancar dengan ditemani alunan lagu dari Michael Learns To Rock sampai The Pambers. Sempat berhenti di rest area kilometer 57 dan satu resto yang saya lupa nama tapi lokasinya (diseberang waterbom-waterbom-an) untuk istirahat sejenak meluruskan kaki dan ke kamar kecil, serta berhenti di Masjid yang besar di daerah Pangandaran untuk Sholat bagi peserta yang beragama Islam, sebelum akhirnya kami berhenti di parking area yang cukup luas dan dilengkapi dengan 20 kamar mandi (per masuk kamar mandi Rp 2.000,- per orang) untuk refreshment (mandi, sikat gigi dan cuci muka).
Tak lama kemudian, oleh tour leader, rombongan kami pun segera diarahkan ke satu restaurant tenda (restaurant) yang cukup luas di seberang parking area untuk beristirahat sejenak sambil menikmati makan pagi dengan menu nasi uduk, bihun, telor dadar dan kerupuk. Lepas makan pagi, kami segera berganti kostum dengan celana pendek dan kaos t-shirt, siap memulai petualangan ke Green Canyon.
Disarankan agar benda-benda yang tidak tahan air tidak dibawa karena nantinya kami akan totally basah dari ujung kepala sampai ujung kaki karena harus mengarungi sungai tanpa perahu. Sangat kami sayangkan karena tidak satu pun peserta dari kelompok kami yang mebawa camera waterproof. Ada teman yang menceritakan pengalamannya ngotot membawa cameranya dengan dibungkus plastic bening, hm… boleh juga tuh tapi tetap saja resikonya cukup besar.
Ternyata lokasi keberangkatan ke Green Canyon sangat dekat dengan restaurant kami bersantap pagi, jadi cukup ditempuh dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 100 sampai 150 meter saja. Petualangan ke Green Canyon kami mulai dengan menaiki perahu kayu dayung yang cukup besar dengan single motor berkanopi dengan kapasitas maksimal 6 orang penumpang (plus 1 orang pengemudi dan 1 orang pemandu). Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memakai Lifevest yang telah tersdia dan harus dipakai sebelum kami mulai menyusuri sungai yang akan membawa kami ke titik/lokasi start body rafting.
Sungai tersebut cukup lebar dan dipagari oleh tebing tanah, semak-semak dan pepohonan yang rimbun dengan airnya yang dingin sejuk berwarna kehijau karena kedalamannya. Oh yah sungai ini adalah sungai air tawar. Sempat terdengar info bahwa jikalau musim hujan maka air tidak berwarna kehijaunan tetapi kecoklatan yang membuat Green Canyon tidaklah se-Green yang seharusnya, jadi pertimbangkan musim jika ingin mengunjungi Green Canyon.
Kurang lebih 20 hingga 25 menit kami menyusuri sungai tenang tersebut sebelum akhirnya mulai tampak di depan mata tebing-tebing tanah dan karang yang tinggi dimana dari atasnya mengucurkan air rembesan tanah yang sangat sejuk dan bening serta sungai yang menyempit dengan tonjolan karang-karang besar di sana sini dengan arus yang kuat.
Tertatih-tatih kami turun dari perahu dan berdiri di atas karang-karang terjal dengan kaki telanjang (tidak disarankan memakai alas kaki apapun) dan dimulailah “peleburan” kami ke dalam sungai Green Canyon. Mengarungi arus sungai di Green Canyon tersedia tali-tali temapt kami bergayut, menarik tubuh dan akan memandu kami ke titik finish dari track body rafting untuk pemula ini. Sedikit panic juga (apalagi buat saya dan teman saya yang tidak bisa berenang) pada saat tali bantuan tersebut habis diujung dan tidak ada tali lainnya. Terpaksa kami mulai merembet dengan berpegangan pada tebing-tebing karang di pinggir sungai dan di beberapa tempat dimana karang yang ada terlalu licin untuk dibuat pegangan, maka kami harus belajar berenang hahaha dengan menjejak-jejakan kaki serta mengayunkan lengan – yang penting bisa membuat kami bergerak maju (lifevest jelas sangat membantu di lokasi ini). Meskipun track ini katanya untuk pemula tapi menurut kami sudah cukup susah dan menguras tenaga terutama dibagian dimana kami tidak bisa merembet berpegangan pada karang tetapi juga tidak bisa berenang karena arus yang sangat deras untuk menuju ke pemberhentian (karang) diseberang (untuk yang bisa berenang pun tidak disarankan untuk berenang memotong arus), sehingga kami pun hanya bisa pasrah berpegangan pada sisi tebing karang sambil menunggu pemandu datang membawa tali bantuan.
Sedikit tips, bagi yang pakai celana dengan tali karet harus hati-hati karena arus yang kuat sempat hampir menghanyutkan celana saya dan teman saya hahaha.
Kurang lebih 1 hingga 1.5 jam kami arungi sungai dan karang-karang terjal sebelum akhirnya kami sampai juga di titik finish.
Duduk di bebatuan dan karang-karang besar untuk menarik nafas dan menikmati sejuknya air rembesan tanah yang mengucur turun bak hujan dengan pemandangan yang spektakuler. Air “hujan” rembesan tanah yang jatuh dalam ratusan titik bergabung dengan kilau hijau jamrud dari aliran sungai Green Canyon yang dipagari dengan tebing-tebing tanah dan karang dengan beberapa akar dan cabang pohon yang menjuntai dinaungi rindangnya payungan jutaan kelopak daun, membuat suasana menjadi breath taking dan almost like in fairyland.
Jika tidak disebabkan sempitnya space untuk duduk di batu dan karang yang ada sedangkan puluhan orang terus datang dari arah hilir, mungkin saya bisa berjam-jam mengamati dan menikmati detail dari tempat yang mengagumkan ini.
Menurut pemandu kami, sebenarnya titik finish kami bukanlah akhir dari Green Canyon ini (bukan bagian dari Hulunya), tetapi medannya sangat berat dan cukup berbahaya serta masih jauh jaraknya dari titik kami berhenti. Track yang kami ambil adalah track untuk pemula dengan jarak tempuh sekitar 1.5 sampai 2 jam (mengarungi arus, merembet di tebing dan naik turun karang). Bagi yang sudah professional bisa lanjut hingga beberapa jam lagi jauhnya lagi sehingga sampai ke terowongan atau gua, menurut bapak pemandu kami.
Perjalan balik ke hilir hanya kami tempuh tidak lebih dari 15 menit karena kami tinggal mengapung dan hanyut mengikuti arus ke hilir. Kami memilih “hanyut” with style hahaha aka kami saling berpegangan satu sama lain membentuk garis (ular-ularan). It’s very freaking fun, tapi hati-hati yah siap-siap kaki kita menabrak batu atau karang di dasar-dasar dangkal aliran sungai ini.
Kembali ke titik start kami segera “digiring” menaiki satu kapal yang sudah dibuka kanopinya dan dimuat bukan hanya 6 orang seperti pada saat berangkat tetapi dimuat sebanyak mungkin orang yang bisa masuk. Setelah kapal penuh kami pun segera berolak kembali tetapi tidak langsung ke dermaga kedatangan, melainkan ke semacam dermaga persinggahan, dimana dari dermaga tersebut baru kami kembali bergabung dengan kelompok perahu yang sama dengan keberangkatan kami. Well memang cukup banyak kelompok perahu yang terpencar hehehe termasuk salah satu peserta di kelompok perahu kami terpisah dan kami harus menunggu cukup lama di dermaga persinggahan sebelum kembali menggunakan perahu berkanopi yang sama dengan keberangkatan tadi, kembali ke dermaga keberangkatan yang sekaligus menjadi dermaga kedatangan ke dan dari Green Canyon.
Sembari kembali mengarungi sungai menuju ke hilir kami berbincang dengan bapak pengemudi dan pemandu kami tentang biaya sewa perahu dan pemandu, jikalau kami pergi tanpa menggunakan jasa tour. Biaya perahu dari dermaga keberangkatan ke titik start body rafting Rp 75.000,- (maksimal 6 orang penumpang) untuk pulang dan pergi (jadi hitungannya sekali jalan Rp 37.500,-). Biaya pemandu body rafting Rp 150.000,- per orang (biasanya memandu 1 kapal). Jika rombongannya banyak bisa ditawar hingga Rp 120.000,- per orang.
Tugas pemandu selain memandu peserta menuju ke titik finish dari body rafting dan menuntun kembali ke lokasi kapal yang akan membawa peserta kembali ke dermaga kedatangan, juga membantu peserta dalam mengarungi derasnya aliran sungai yang kadang hanya bisa ditempuh dengan berpegangan dan menarik diri dengan tali yang ditahan oleh pemandu. Hanya perenang yang kuat yang kemungkinan bisa melawan arus kuat dari sungai ini, tapi hal itu pun tetap tidak dianjurkan oleh pemandu, yang ditegaskan kembali oleh salah seorang penduduk di Laut Batuhiu yang menyatakan ada juga beberapa orang yang nekad akhirnya tenggelam terseret arus dan tidak bisa ditemukan tubuhnya karena memang pada titik-titik terdalam dari sungai tersebut ternyata memiliki bentuk kerucut dengan semacam palung di ujung terkecilnya.
Sedangkan jarak dari dermaga keberangkatan sampai ke titik start body rafting kurang lebih sepanjang 3 km dengan waktu tempuh sekitar 25 menit, begitu pula sebaliknya.
Sampai di dermaga kedatangan, kami berjalan kaki kembali ke tempat parking area bus kami, sebagian perserta memilih untuk membilas diri di kamar mandi yang tersedia denga biaya Rp 2.000,- per orang, tetapi saya dan teman saya memutuskan untuk tidak berbilas diri, karena air di sungai Green Canyon adalah air tawar sedangkan air di kamar mandi adalah air payau (yupe, berasa asin dan lengket), jadi kami membiarkan pakaian kami mengering dengan sendirinya karena panas matahari yang terik.
Sembari menunggu pakaian kami kering, kami segera beranjak ke restaurant tempat kami makan pagi tadi untuk menyantap makan siang kami. Well agak terlalu dini tetap setelah menguras tenaga di Green Canyon rasa lapar jelas merong-rong perut kami. Menu makan siang kali ini bertema seafood dengan hidangan ikan bakar, cumi masak asam manis (kayaknya) dan oseng kangkung. Restaurant pun kembali penuh dengan rombongan bus kami yang bercampur dengan rombongan bus lain yang baru datang. Di restaurant ini pula beberapa teman dan peserta lain tampak berebut stop kontak untuk men-charge baterai Blackberry mereka sembari menikmati kelapa muda yang disajikan beserta batoknya (bayar sendiri nih, tidak termasuk dalam menu makan siang seharga Rp 8.000,-).
Singkat cerita perjalan kami lanjutkan ke Pantai Batukaras yang terletak tak jauh dari Green Canyon, kurang lebih 45 menit dengan bus. Pantainya terletak di teluk yang tidak panjang dan berpasir hitam yang notabene kurang menarik perhatian, jadi kami putuskan untuk leyeh-leyeh di pantai dengan menyewa tikar seharga Rp 10.000,- hingga Rp 15.000,- per tikar (ditawar yah). Tak lama kami duduk-duduk di tikar secara bergantian pedagang-pedagang makanan ringan mulai datang menghampiri menawarkan sajian mereka dari kacang rebus, ice cream, pecel, cimol, siomay sampai rujak. Seperti tidak ada kata kenyang, kami pun menjajal satu per satu dagangan tersebut sementara beberapa teman menyempatkan diri untuk bermain dilaut, surfing (Rp 10.000,- per papan pemula) dan berburu foto di tepian batas pantai yang berkarang.
Cukup lama kami menghabiskan waktu di Pantai Batukaras, sampai beberapa teman sempat tertidur di tikar dengan sapuan lembut angin laut dan payungan rindangnya pohon-pohon besar yang berjajar di pantai.
Puas dengan menikmati pemandangan Pantai Batukaras, bus kami melanjutkan perjalanan menuju ke Pantai Batuhiu (kami akan bermalam di penginapan di Batuhiu area). Menempuh jarak yang cukup jauh dari Batukaras dengan waktu tempuh sekitar 1 hingga 1.5 jam dengan bus menuju ke Pantai Batuhiu.
Pantai Batuhiu yang mendapatkan namanya karena ada karang di laut bagian dangkalnya yang konon dulunya mirip dengan hiu (sekarang hanya berupa karang biasa karena terkena erosi hempasan ombak) yang muncul dari deburan ombak, memiliki pasir yang hitam pula tetapi dengan garis pantai yang panjang dan memiliki ombak yang cukup besar. Di area pantai ini pula terdapat tempat penangkaran penyu laut dengan berbaga jenis penyu laut. Tak memakan waktu yang cukup lama untuk mengunjungi dan melongok ke dalam penangkaran penyu yang bebas biaya masuk ini karena memang ukurannya yang kecil (di dekat pintu masuk ada kotak sumbangan bagi pengunjung yang mau memberikan sumbangan seiklasnya). Pantai yang merupakan bagian dari pantai selatan ini, menurut saya pribadi juga kurang menarik meskipun jelas lebih menarik daripada Pantai Batukaras.
Pantai ini menjadi lebih menarik karena ada semacam bukti kecil yang rindang dan nyaman dimana kami bisa duduk sambil menikmati sunset dengan tenang (pantai ini relative sepi dari pengunjung) yang mana menurut saya, sunsetnya juga biasa saja tidak seperti sunset di Tanah Lot Bali misalnya.
Lepas sunset, oleh tour leader, kami diarahkan ke penginapan masing-masing. Masing-masing? Yupe karena tidak ada penginapan di Pantai Batuhiu yang bisa menampung semua peserta yang berjumlah 59 orang ditambah dengan crew dari pihak tour-nya. Lucky us, kami sekelompok (12 orang) mendapatkan 1 penginapan sendiri dengan 3 kamar dan 3 kamar mandi serta 1 ruang tamu (yang dijadikan kamar tidur pula dengan tambahan kasur dan bantal) yang dilengkapi dengan TV dan kipas angin.
Kondisi dari penginapannya sendiri cukup bagus dengan catatan, ini adalah type losmen atau rumah yang disewakan, bukan hotel ataupun hostel dan air pada kamar mandi juga sepenuhnya tawar meskipun agak keruh warnanya. The best part adalah air keruh tersebut sangat-sangat sejuk, jadi betah deh mandi lama-lama karena angin hangat lengket yang berhembus dari pantai (penginapan kami hanya berjarak tidak lebih dari 100 meter ke pantai). Kami harus berbagi kasur dengan ukuran king size untuk bertiga, karena hanya tersedia 4 kasur untuk kami ber-12 dan memang tidak ada space lagi untuk menambah extra bed. Well salah satu tour leader untungnya sangat membantu dengan menyediakan bantal extra sehingga kami ber-12 mendapat bantal 1 orang 1 bantal, meskipun bantalnya sangat-sangat keras hehehe.
Pada petang dan malam harinya tidak ada acara apa pun dari pihak tour sehingga kami hanya bengong-bengong di penginapan menonton TV, ngemil dan bercakap-cakap saja. Makan malam petang itu pun diantar ke masing-masing penginapan dalam bentuk kotakan dengan menu yang lumayan yaitu ayam goreng, mie dan nasi putih beserta segelas air mineral. Malam semakin larut dan kami pun mencoba untuk beristirahat.
Pagi hari datang dan kami dikagetkan dengan serbuan katak-katak kecil yang entah datang dari mana menyerbu masuk ke dalam rumah, kamar tidur dan kamar mandi. Well serbuan katak-katak kecil tersebut tidaklah sampai menggangu aktifitas kami berbenah dan bersiap pulang ke Jakarta. Selesai mandi dan berbenah, sebagian dari kami kembali leyeh-leyeh di ruang tamu sambil menonton TV dan menikmati makan pagi (nasi goreng dan telur mata sapi yang diantar dalam bentuk kotakan dengan segelas air mineral) dan sebagian lagi menghabisan berburu foto dan main-main di pantai, menikmati kelapa muda sembari menunggu jam keberangkatan kembali ke Jakarta.
Perjalananan yang cukup panjang untuk mengunjungi Green Canyon tetapi sangat memuaskan saya dan teman-teman. Green Canyon sungguh merupakan salah satu dari hidden paradise di Indonesia. Saya sendiri sangat merekomendasikan untuk mengunjungi tempat wisata ini meskipun perjalanan darat yang ditempuh cukup lama.
Review untuk salah satu Tour Leader dari JJS:
Salah satu tour leader yang aktif terkait dengan itinerary, terlihat jelas cara kerjanya kurang profesional baik dari sikap, pilihan kata dalam berbicara maupun kemampuan untuk memimpin rombongan. Dari semua peserta di kelompok saya, tidak ada satu pun yang tidak mengeluhkan tour leader yang satu ini, termasuk juga yang saya dengar sendiri dari beberapa peserta dari kelompok lain.
Dalam tour kali ini dalam iklannya tertulis air mineral disediakan sepanjang perjalanan, tetapi ternyata hanya 1 botol air mineral ukuran 600ml setiap harinya ditambah dengan air yang disediakan bersamaan dengan makan pagi, siang dan malam. Dan ketika kami menanyakan itu ke tour leader ini, tentang asupan air mineral yang sangat kurang tersebut, yang bersangkutan hanya memberikan jawaban yang sangat menggelikan, yang secara garis besar, menurut dia jika kami seorang back packer maka kami bisa membuat air mineral 600ml tersebut cukup untuk asupan tubuh selama sehari. Saya dan beberapa teman adalah back packer dan kami sangat tidak setuju dan kami yakin tidak ada satu pun back packer di dunia yang bilang bahwa 600ml air mineral cukup untuk 1 hari, yang ada malah dehidrasi dan opname di rumah sakit terdekat.
Masih tour leader yang sama dengan jawaban yang tidak pro dan menjatuhkan JJS sendiri, dimana ketika ada peserta yang menanyakan sempitnya bus yang dipakai, yang dijawab dengan garis besar bahwa JJS bisa saja menyewa bus yang ada wifi dan sangat nyaman dengan harga sekitar Rp 8.000.000,- per hari tetapi untuk apa sewa bus semahal itu. Sepertinya pihak JJS harus memberikan training berdiplomasi pada tour leader yang setahu saya memang masih relative belia, jadi wajar jika masih banyak kurangnya.
Well penilaian ini jelas tercipta tanpa terlepas dari subyektifitas saya dan teman-teman saya tentunya. Beda orang mungkin beda penilaian.
Drama:
Pada hari ke 3 dimana kami bersiap untuk kembali ke Jakarta, bus yang sudah bersih kembali, ternyata sudah ada tempat duduk yang di-tagged dengan menaruh handuk ataupun tas di bangku masing-masing yang diinginkan. Tak luput dari tagged-tagged-an ini, beberapa tempat duduk kami pada hari sebelumnya telah di-tagged oleh orang lain. Well karena memang sebelumnya tidak ada aturan main bahwa tempat duduk berangkat harus sama dengan tempat duduk pulang maka kami pikir wajar saja jika terjadi kembali proses siapa cepat dia dapat seperti pada saat hari pertama saat masa keberangkatan dari Apartemen Mediterania 2. Kami memang terbiasa traveling secara mandiri (tidak ikut tour) seperti yang bisa dibaca dari artikel-artikel saya sebelumnya, tetapi saya juga pernah ikut beberapa tour baik domestic maupun international dan memang jika sudah berganti hari maka tempat duduk yang tersedia juga bebas digunakan oleh siapa saja kecuali jika memang telah diatur dan diinformasikan sebelumnya. Menimbang hal-hal tersebut maka kami pun menaruh barang kami di tempat duduk lain. Entah perasaan saya atau bagaimana, saya yakin pada saat akan berangkat pasti ada drama kurang enak yang akan terjadi nantinya dan betul saja, ketika kami beranjak dari warung tepi pantai untuk memasuki bus, drama itu pun terjadi. Ternyata beberapa barang kami sudah raib dari tempat duduk baru kami, yang ternyata tanpa menunggu kami, beberapa barang kami dan juga peserta dari kelompok lain di “buang” ke bangku belakangnya oleh peserta dari kelompok lain yang merasa tempat duduk itu adalah tempat duduk kelompoknya, sehingga kami sempat kebingungan mencari barang kami.
Tidak mau banyak berdebat, kami mengalah saja dan mengambil barang kami untuk pindah ke tempat duduk lain yang kami rasa kosong. Tak berhenti di sana 2 orang dari kelompok tersebut lanjut menyindir beberapa peserta lain yang dianggap memulai “acara” tukar-tukar tempat duduk dengan berkata “kayaknya yang mulai tukar tempat duduk, belakang-belakang ini” (peserta lain tersebut duduk di tempat duduk paling belakang dan 2 peserta cowok yang marah-marah ini duduk di baris ke 2 dari belakang) yang segera ditanggapi dengan tenang “tempat duduk kami juga sudah diambil orang lain” dan di jawab dengan penuh emosi “yah jangan mau dong, bla bla bla”. Salah satu dari 2 peserta cowok yang marah-marah itu sempat juga meneriakan kata cemoohan “kampungan” entah yang ditujukan kepada siapa, tapi yang jelas kata tersebut lebih tepat jika ditujukan pada dirinya sendiri. 2 peserta cowok kelompok tersebut marah karena kelompok mereka akhirnya tidak bisa bergerombol, karena beberapa peserta cewek dari kelompok mereka harus duduk agak di bagian depan bus tersebut alih-alih bergerombol dengan mereka di bagian belakang, yang mana sangat mengherankan saya karena saya lihat peserta cewek-cewek tersebut jelas terlihat tidak keberatan untuk duduk di depan. Takjubnya saya tour leader yang ada tidak bisa menangani situasi tersebut dan hanya berkata lemah yang intinya menganjurkan untuk tidak pindah tempat duduk yang tidak digubris oleh siapapun sedangkan 2 peserta cowok yang marah-marah ini tetap meneriakan “yel-yel” nya untuk balik ke tempat duduk sebelumnya dan sempat juga memperlakukan peserta cewek dari kelompok saya dan kelompok lain dengan kata-kata yang cukup kasar.
Yang saya sayangkan dari mereka (2 peserta yang marah-marah tersebut), mereka adalah orang-orang yang terlihat cukup menyenangkan dalam perjalanan ini tetapi mengapa tidak bisa meghargai dan menghormati privasi orang lain malahan bertindak dengan ego yang tinggi dan emosi yang meluap-luap hanya karena masalah tempat duduk, hal yang sangat sepele menurut saya. Saya yakin jika hal sepele tersebut dibicarakan dengan baik-baik hasilnya akan lebih baik tanpa menimbulkan sakit hati pada pihak tertentu dan pastinya tidak mempermalukan dirinya sendiri dan kelompoknya. Jika memang ingin selalu bersama-sama dengan kelompoknya tentunya sangat disarankan untuk mengambil private tour bukan? Inilah tidak enaknya ikut public tour karena harus berhadapan dengan beragam kepribadian orang-orang yang berbeda dan sama sekali asing yang belum tentu bisa kita tolerir.
Itinerary Realisasi dari tour ini:
Hari 1
08:00 pm heading to Green Canyon
Hari 2
06.00 am arrived at Green Canyon
Breakfast
Green Canyon
Lunch
Batukaras Beach
Penangkaran Penyu
Batuhiu Beach
Sunset
Dinner
Hari 3
09:00 am heading back to Jakarta
08:00 pm arrived at Jakarta (meeting point)
No comments:
Post a Comment