Finally tanggal yang ditunggu-tunggu tiba juga, berlong-weekend ria di Kuala Lumpur (KL) (lho kok lagi? Iya soalnya yang February kemarin dadakan tapi yang ini emang udah di planning lama, dari December 2010 neh beli tiketnya). Group ini berisikan 4 orang (benernya 5 sih tapi yang satu batal karena alasan domestik hehe), 2 cowok dan 2 cewek yang mana karena belinya pas promo walhasil tiket yang didapat ga bisa barengan berangkatnya, kloter cowok berangkat 3 jam lebih awal.
DAY ONE
Pagi jam 4 subuh terseok-seok sudah bagun untuk siap-siap. Eh buset barusan bangun en “nginceng” sedikit ke BB saya, kok terdengar orang ketok2 pager, setelah ditengok … hiyaaaa sopir taksi yang saya pesen jam 05.15 WIB sudah nongol dengan senyum ceria. Hadooohhh … akhirnya Pak Sopirnya di”setrap” buat nungguin sampe jam 05.05 WIB (kalo ga bisa bengong nggondes di airport).
Setelah menjemput teman saya dulu, yang kediamannya juga deket daerah kediaman saya, melajulah kita dengan selancar-lancarnya menuju Soekarno Hatta International Airport (Soetta). Untuk penumpang maskapai AA dengan no baggage bisa langsung self check in meskipun tetap dibantu mbak AA-nya plus ngasih duit airport tax (Rp150.000,-), beda dengan di Malaysia tempat asal muasal maskapai AA ini, kita bisa langsung check in sendiri baik dengan baggage maupun no baggage and ga perlu repot bayar airport tax lagi karena harga sudah include airport tax di negara terkait. Berhubung kami tidak membawa baggage, so proses check in bisa kami lakukan dengan cepat begitu pula dengan antri dan proses di imigrasi juga kami lalui dengan lancar dan relative cepat.
Masih ada 2 jam sebelum boarding time, teman saya punya salah satu Credit Card (CC) yang memberikan falisitas free 1 drink and meal di Starbuck, so tanpa babibu “nemplok”lah kami ke gerai starbuck (minum dan meal nya dibagi 2 sih). Lepas dari buaian aroma caramel latte and sandwich starbuck, kami mulai hajar fasilitas CC kami yang lain yang menawarkan free “ndeprok” di executive lounge-executive lounge, sempat 2 executive lounge kita “cicipi” sebelum akhirnya kita masuk ke ruang tunggu dengan perut kenyang dan puas (secara gratis-tis :P).
Tak lama menunggu kami sudah boarding (on schedule banget #love it) tapi karena sistem AA yang susah dimengerti, kami berdua duduk terpisah cukup jauh (padahal selama penerbangan ke KL, 2 bangku sebelah saya dan 1 bangku sebelah teman saya kosong, lha lho deh!). Penerbangan dari Jakarta ke KL ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam dengan perbedaan waktu 1 jam lebih cepat di KL. Pukul 11.20 WKL (Waktu Kuala Lumpur “kamsud”nya broh) mendarat di LCCT – KL (bukan KLIA yah huhuhuhu yah got what you pay lah) kami disambut dengan mesranya hawa panas KL dan antrian di imigrasi Malaysia yang aduhai panjangnya.
Berdasarkan pengamatan kasar dan per-sotoy-an saya, mostly banyak Warga Negara Indonesia-nya (secara long weekend getoh). Almost 1 jam antri di imigrasi Malaysia akhirnya “lolos” juga kami memasuki KL.
Melangkah menjauhi bagian imigrasi Malaysia, kami segera memelototkan mata buat cari counter penjualan tiket KLIA Transit to LCCT. Tidak sulit ditemukan dengan warna jreng ungu mudanya, kami segera membeli tiket return untuk KLIA Transit to LCCT – KL Sentral (secara broh, kalo belinya return lebih hemat aka murah dan tiket return-nya berlaku hingga 1 bulan kok) yang mana dalam tiket itu sudah ada tiket bus dan tiket train-nya.
Kenapa saya bilang train? Karena ini ke 3 kalinya saya ke KL tetapi tetep aja bingung mana yang namanya Monorel, Komuter, LRT, dsb dsb deh. Kalo di Spore kita taunya ada MRT, kalo di Bangkok kita taunya ada MRT dan BTS, kalau di KL wadoh banyak banget istilahnya jadi kita universal-kan aje yeh jadi train hihihihi.
Perjalanan dari LCCT ke KL kami tempuh cukup lama kurang lebih 30 sampai 45 menit karena memang LCCT letaknya jauh di pinggiran KL kayaknya broh. Memasuki Stesen KL Sentral yang padat (stesen bahasa malay broh) dan sibuk kami buru-buru mencari lokasi counter tiket bus ke Genting untuk acara besok harinya (dengan Genting Express Bus). Tanya sini Tanya situ belok sana belok sini akhirnya ketemu juga counternya tapi dewi fortuna ternyata ga “mrepet” ke kami, walhasil tiket dengan jam-jam keberangkatan dan kembali yang diincar sudah sold out.
Sedikit kebingungan juga, apa mau skip acara ke Genting atau paksain ambil schedule yang masih ada? Sedikit berunding kami memutuskan hengkang dari sana dan lanjut hunting tiket ke Puduraya Bus Terminal yang kondisinya sekarang jauh banget ama terminal bus di Indo, yang ini broh bagus banget, dengan ruang tunggu yang bersih dan pintu automatic. Sedangkan ruang penjualan locketnya juga full AC en berkarpet, sedikit kayak airport lounge.
Sedikit kendala menuju Puduraya dari KL Sentral karena masing-masing line train di KL tidak terhubung satu sama lain seperti MRT di Spore atau BTS dan MRT di Bangkok. Jadi dari KL Sentral kami harus jalan cukup jauh di trotoar umum (bukan tunnel antar train) menuju ke KL Monorel. Untuk biaya, kami harus membayar lagi jika mau berganti line, jadi tidak bisa beli langsung ke tujuan. Setelah berganti beberapa jenis train sampai juga kami di Puduraya Terminal (yang ternyata ga jauh dari Bukit Bintang aka bisa ditempuh dengan jalan kaki). Thanks God, perjuangan kami tidak sia-sia, tiket bus Genting Express yang kami inginkan tersedia (dengan harga lebih mahal MYR 1.00 jika berangkat dari Puduraya) dan memang Tuhan punya rencana yang terbaik, karena besok berangkat ga perlu susah-susah jauh ke KL Sentral dari Bukit BIntang (daerah lokasi guest house kami) cukup jalan kaki less than 30 minutes dari daerah Bukit Bintang. After got the tickets and had a little break (ke toilet -> bayar each MYR 30 cent ama beli cold drink botol dengan range MYR 1.00 sampai MYR 2.5), kami putuskan untuk balik ke KL Sentral alih-alih check in dulu di Hotel, buat jemput kloter cewek.
After, again!, melalui perpindahan beberapa jenis train, kami kembali sampai di KL Sentral. Sambil menunggu kloter cewek-cewek datang kami memutuskan untuk menikmati late lunch di Mc Donald karena udah cape buat cari tempat makan lain, jadi yang kelihatan aja langsung dituju buat isi perut and ngelurusin kaki. Dari pengalaman di Mc D, KFC dan Mary Brown, chili sauce dan ketchup sauce di Malaysia rasanya kurang pas buat dilidah saya, untungnya dari Indo sudah bawa sauce sachet, high recommended buat bawa sauce sachet Indo kalo mo ke overseas karena biasanya sih rasa sauce-nya kurang pas di lidah orang Indo.
After a while menanti, kloter cewek nongol juga di Mc D KL Sentral dan ternyata mereka juga starving. Setelah kloter cewek sempet isi perut dan ke toilet, kami ber-4 memulai perjalanan ke Bukit Bintang buat check in di guest house yang sudah kita booking dulu sebelumnya by internet (mau go show kayak sebelumnya tapi ga berani karena musim liburan panjang).
Setelah menjemput teman saya dulu, yang kediamannya juga deket daerah kediaman saya, melajulah kita dengan selancar-lancarnya menuju Soekarno Hatta International Airport (Soetta). Untuk penumpang maskapai AA dengan no baggage bisa langsung self check in meskipun tetap dibantu mbak AA-nya plus ngasih duit airport tax (Rp150.000,-), beda dengan di Malaysia tempat asal muasal maskapai AA ini, kita bisa langsung check in sendiri baik dengan baggage maupun no baggage and ga perlu repot bayar airport tax lagi karena harga sudah include airport tax di negara terkait. Berhubung kami tidak membawa baggage, so proses check in bisa kami lakukan dengan cepat begitu pula dengan antri dan proses di imigrasi juga kami lalui dengan lancar dan relative cepat.
Masih ada 2 jam sebelum boarding time, teman saya punya salah satu Credit Card (CC) yang memberikan falisitas free 1 drink and meal di Starbuck, so tanpa babibu “nemplok”lah kami ke gerai starbuck (minum dan meal nya dibagi 2 sih). Lepas dari buaian aroma caramel latte and sandwich starbuck, kami mulai hajar fasilitas CC kami yang lain yang menawarkan free “ndeprok” di executive lounge-executive lounge, sempat 2 executive lounge kita “cicipi” sebelum akhirnya kita masuk ke ruang tunggu dengan perut kenyang dan puas (secara gratis-tis :P).
Tak lama menunggu kami sudah boarding (on schedule banget #love it) tapi karena sistem AA yang susah dimengerti, kami berdua duduk terpisah cukup jauh (padahal selama penerbangan ke KL, 2 bangku sebelah saya dan 1 bangku sebelah teman saya kosong, lha lho deh!). Penerbangan dari Jakarta ke KL ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam dengan perbedaan waktu 1 jam lebih cepat di KL. Pukul 11.20 WKL (Waktu Kuala Lumpur “kamsud”nya broh) mendarat di LCCT – KL (bukan KLIA yah huhuhuhu yah got what you pay lah) kami disambut dengan mesranya hawa panas KL dan antrian di imigrasi Malaysia yang aduhai panjangnya.
Berdasarkan pengamatan kasar dan per-sotoy-an saya, mostly banyak Warga Negara Indonesia-nya (secara long weekend getoh). Almost 1 jam antri di imigrasi Malaysia akhirnya “lolos” juga kami memasuki KL.
Melangkah menjauhi bagian imigrasi Malaysia, kami segera memelototkan mata buat cari counter penjualan tiket KLIA Transit to LCCT. Tidak sulit ditemukan dengan warna jreng ungu mudanya, kami segera membeli tiket return untuk KLIA Transit to LCCT – KL Sentral (secara broh, kalo belinya return lebih hemat aka murah dan tiket return-nya berlaku hingga 1 bulan kok) yang mana dalam tiket itu sudah ada tiket bus dan tiket train-nya.
Kenapa saya bilang train? Karena ini ke 3 kalinya saya ke KL tetapi tetep aja bingung mana yang namanya Monorel, Komuter, LRT, dsb dsb deh. Kalo di Spore kita taunya ada MRT, kalo di Bangkok kita taunya ada MRT dan BTS, kalau di KL wadoh banyak banget istilahnya jadi kita universal-kan aje yeh jadi train hihihihi.
Perjalanan dari LCCT ke KL kami tempuh cukup lama kurang lebih 30 sampai 45 menit karena memang LCCT letaknya jauh di pinggiran KL kayaknya broh. Memasuki Stesen KL Sentral yang padat (stesen bahasa malay broh) dan sibuk kami buru-buru mencari lokasi counter tiket bus ke Genting untuk acara besok harinya (dengan Genting Express Bus). Tanya sini Tanya situ belok sana belok sini akhirnya ketemu juga counternya tapi dewi fortuna ternyata ga “mrepet” ke kami, walhasil tiket dengan jam-jam keberangkatan dan kembali yang diincar sudah sold out.
Sedikit kebingungan juga, apa mau skip acara ke Genting atau paksain ambil schedule yang masih ada? Sedikit berunding kami memutuskan hengkang dari sana dan lanjut hunting tiket ke Puduraya Bus Terminal yang kondisinya sekarang jauh banget ama terminal bus di Indo, yang ini broh bagus banget, dengan ruang tunggu yang bersih dan pintu automatic. Sedangkan ruang penjualan locketnya juga full AC en berkarpet, sedikit kayak airport lounge.
Sedikit kendala menuju Puduraya dari KL Sentral karena masing-masing line train di KL tidak terhubung satu sama lain seperti MRT di Spore atau BTS dan MRT di Bangkok. Jadi dari KL Sentral kami harus jalan cukup jauh di trotoar umum (bukan tunnel antar train) menuju ke KL Monorel. Untuk biaya, kami harus membayar lagi jika mau berganti line, jadi tidak bisa beli langsung ke tujuan. Setelah berganti beberapa jenis train sampai juga kami di Puduraya Terminal (yang ternyata ga jauh dari Bukit Bintang aka bisa ditempuh dengan jalan kaki). Thanks God, perjuangan kami tidak sia-sia, tiket bus Genting Express yang kami inginkan tersedia (dengan harga lebih mahal MYR 1.00 jika berangkat dari Puduraya) dan memang Tuhan punya rencana yang terbaik, karena besok berangkat ga perlu susah-susah jauh ke KL Sentral dari Bukit BIntang (daerah lokasi guest house kami) cukup jalan kaki less than 30 minutes dari daerah Bukit Bintang. After got the tickets and had a little break (ke toilet -> bayar each MYR 30 cent ama beli cold drink botol dengan range MYR 1.00 sampai MYR 2.5), kami putuskan untuk balik ke KL Sentral alih-alih check in dulu di Hotel, buat jemput kloter cewek.
After, again!, melalui perpindahan beberapa jenis train, kami kembali sampai di KL Sentral. Sambil menunggu kloter cewek-cewek datang kami memutuskan untuk menikmati late lunch di Mc Donald karena udah cape buat cari tempat makan lain, jadi yang kelihatan aja langsung dituju buat isi perut and ngelurusin kaki. Dari pengalaman di Mc D, KFC dan Mary Brown, chili sauce dan ketchup sauce di Malaysia rasanya kurang pas buat dilidah saya, untungnya dari Indo sudah bawa sauce sachet, high recommended buat bawa sauce sachet Indo kalo mo ke overseas karena biasanya sih rasa sauce-nya kurang pas di lidah orang Indo.
After a while menanti, kloter cewek nongol juga di Mc D KL Sentral dan ternyata mereka juga starving. Setelah kloter cewek sempet isi perut dan ke toilet, kami ber-4 memulai perjalanan ke Bukit Bintang buat check in di guest house yang sudah kita booking dulu sebelumnya by internet (mau go show kayak sebelumnya tapi ga berani karena musim liburan panjang).
Green Hut Lodge - sedikit review untuk guest house ini cukup bagus, dari sisi kebersihan, keramahan receptionistnya sampai lokasinya (ga terlalu ramai tapi juga tidak terlalu sepi, jalanan tidak banyak yang menanjak, dekat dengan Carrefour dan Seven Eleven) dan di block sebelah berjajar penjualan makanan di jalan Alor (tapi buat yang tidak makan babi harus extra hati-hati buat pesen makan di tempat ini yah, karena kebanyakan mengandung babi). Green Hut Lodge menyediakan kamar-kamar standard and dormitory (bedanya sedikit sih jadi mending ambil yang kamar standar untuk ber 2) baik yang mixed dormitory atau yang female dormitory.
Alih-alih ambil kamar standard, cowok-cowok pengen merasakan sensasi tidur di dormitory meanwhile yang cewek-cewek keukeuh pake kamar standard. Singkat kata kami check in, explore kondisi guest house dan kamar, mandi dan dalam kurang lebih 1 jam kami sudah siap kembali di lobby guest house buat menghabiskan malam ini ke pusat Cocoa Boutique/Galery yang bersebelahan dengan Beryl’s near to Bukit Bintang di jalan Kemuning.
Setelah kembali tanya sana situ dan berjalan kaki sekitar 30 minutes ketemu juga nih toko dengan tulisan “CLOSED” ihiks ternyata yang di jalan ini cuman buka dari jam 9 pagi sampai 6 petang aja. Huh lesu deh. Tanpa buang waktu kami putuskan untuk dinner di daerah sana juga. Pilihan kami jatuh pada Chinese food karena yang tersedia banyak pilihan dimana-mana Chinese food semua. Jujur menurut saya daerah bukit bintang lebih di dominasi orang Chinese Malay dan Indian Malay, jadi untuk menu melayu jarang ada, paling yah fastfood lagi or fine dining dengan harga yang cukup mahal.
Dalam menu makanan rata-rata ada pilihan ukuran menu yang dipesan dari S untuk porsi small, M untuk porsi medium sampai L untuk porsi Large. Nah hati-hati yah karena saya sempet almost salah pesen. Pengenya pesen yang porsi M tapi kok ga terlalu lapar, lagian tadi lunchnya kan terlambat, akhirnya saya putusin untuk pesen porsi S dan ternyata yang keluar ukurannya gede juga, sampai 2 kali saya pastikan ke waitress-nya apakah ini porsi S hahahahaha. Untuk cewek-cewek yang porsi makan ga banyak ukuran porsi S ini bisa buat berdua lho.
Selesai dinner kami lanjutkan dengan menghabiskan waktu jalan-jalan sebentar di Sungai Wang Plaza dan di Bukit Bintang “Time Square” hahaha nama aslinya kalo ga salah Golden Triangle tapi bagi saya sepintas terlihat seperti mini New York Time Square, makanya saya kasih julukan Bukit Bintang Time Square yang pada malam itu cukup ramai dengan dimeriahkan beberapa seniman indie yang menunjukkan kebolehannya dalam bermain music. Melanjutkan perjalanan ke arah guest house, kami sempatkan mampir ke “langganan” lama untuk menikmati segarnya ice cream Turki seharga MYR 5 (untuk 2 rasa) di tengah gerahnya hawa KL. Sedang asyik-asyiknya saya menikmati ice cream saya, eh ada cowok nyapa “hi how are you?” sambil tersenyum ramah, sedikit curiga saya pun membalas ramah-tamah itu dengan sedikit cuek. Dan ternyata bener juga ga taunya nawarin “pijet” plus plus hahaha (saya nolak lho).
Malam semakin larut (11.20 pm waktu setempat) dan setelah nongkrong sebentar di teras guest house kami memutuskan untuk istirahat, recharge tenaga buat besok.
Alih-alih ambil kamar standard, cowok-cowok pengen merasakan sensasi tidur di dormitory meanwhile yang cewek-cewek keukeuh pake kamar standard. Singkat kata kami check in, explore kondisi guest house dan kamar, mandi dan dalam kurang lebih 1 jam kami sudah siap kembali di lobby guest house buat menghabiskan malam ini ke pusat Cocoa Boutique/Galery yang bersebelahan dengan Beryl’s near to Bukit Bintang di jalan Kemuning.
Setelah kembali tanya sana situ dan berjalan kaki sekitar 30 minutes ketemu juga nih toko dengan tulisan “CLOSED” ihiks ternyata yang di jalan ini cuman buka dari jam 9 pagi sampai 6 petang aja. Huh lesu deh. Tanpa buang waktu kami putuskan untuk dinner di daerah sana juga. Pilihan kami jatuh pada Chinese food karena yang tersedia banyak pilihan dimana-mana Chinese food semua. Jujur menurut saya daerah bukit bintang lebih di dominasi orang Chinese Malay dan Indian Malay, jadi untuk menu melayu jarang ada, paling yah fastfood lagi or fine dining dengan harga yang cukup mahal.
Dalam menu makanan rata-rata ada pilihan ukuran menu yang dipesan dari S untuk porsi small, M untuk porsi medium sampai L untuk porsi Large. Nah hati-hati yah karena saya sempet almost salah pesen. Pengenya pesen yang porsi M tapi kok ga terlalu lapar, lagian tadi lunchnya kan terlambat, akhirnya saya putusin untuk pesen porsi S dan ternyata yang keluar ukurannya gede juga, sampai 2 kali saya pastikan ke waitress-nya apakah ini porsi S hahahahaha. Untuk cewek-cewek yang porsi makan ga banyak ukuran porsi S ini bisa buat berdua lho.
Selesai dinner kami lanjutkan dengan menghabiskan waktu jalan-jalan sebentar di Sungai Wang Plaza dan di Bukit Bintang “Time Square” hahaha nama aslinya kalo ga salah Golden Triangle tapi bagi saya sepintas terlihat seperti mini New York Time Square, makanya saya kasih julukan Bukit Bintang Time Square yang pada malam itu cukup ramai dengan dimeriahkan beberapa seniman indie yang menunjukkan kebolehannya dalam bermain music. Melanjutkan perjalanan ke arah guest house, kami sempatkan mampir ke “langganan” lama untuk menikmati segarnya ice cream Turki seharga MYR 5 (untuk 2 rasa) di tengah gerahnya hawa KL. Sedang asyik-asyiknya saya menikmati ice cream saya, eh ada cowok nyapa “hi how are you?” sambil tersenyum ramah, sedikit curiga saya pun membalas ramah-tamah itu dengan sedikit cuek. Dan ternyata bener juga ga taunya nawarin “pijet” plus plus hahaha (saya nolak lho).
Malam semakin larut (11.20 pm waktu setempat) dan setelah nongkrong sebentar di teras guest house kami memutuskan untuk istirahat, recharge tenaga buat besok.
Special note buat hari ini:
Bukit Bintang Area: kami khususnya saya, sangat menikmati Bukti Bintang Area ini, environment-nya pas banget. Kenapa yah di Jakarta (sepengetahuan saya yah) ga ada tempat kayak gini. Konsep dari area ini pretty cool baik bagi turis, seniman indie maupun local resident. Ramai tapi nyaman dan ga kayak Walking Street Pattaya atau Legian Bali yang ramai karena banyak bar dan night club.
Rokok: bagi perokok bawa deh rokok dari Indo karena di sini rokok cukup mahal even ga semahal di Spore. Rata-rata harga rokok di sini berkisar di MYR 7 sampai MYR 11.
Green Hut Lodge: bagi tamu di sini diharuskan untuk membayar uang jaminan kunci (bisa lho setiap orang punya kunci sendiri-sendiri meski kamarnya satu) sebesar MYR 20 per kunci tapi refundable kok pada saat check out nanti, asal kunci balik uang balik deh. Di guest house ini juga disediain locker yang bisa disewa gratis hanya dengan membayar uang jaminan kunci MYR 10 per locker yang refundable juga. Selain itu kita bisa juga nitip luggage kita di sana after check out, gratis jika dalam hari yang sama kita sudah ambil kembali, tetapi ada biayanya jika nitipnya sampai lewat hari.
DAY TWO
Pagi ini saya mulai dengan kecerobohan classic, lupa kalau waktu KL satu jam lebih cepat dari Jakarta pas pasang alarm semalem, walhasil gubrak-gabruk deh siap-siap pagi ini. Tapi tidak molor terlalu lama dari schedulenya, kami ber-4 sudah siap di depan lobby guest house buat memulai hari ke 2 ini. 1st stop pagi ini adalah tempat sarapan, cukup banyak pilihan, tapi mengingat kami tidak tahu sejauh apa waktu yang dibutuhkan dari guest house ke Puduraya Terminal dengan berjalan kaki maka kami memutuskan untuk sarapan di sekitar atau dekat-dekat Puduraya Terminal saja.
Setelah kurang lebih 30 menit berjalan, ketemu juga deh Puduraya Terminal-nya. Eh pas banget di depannya ada yang jual Nasi Lemak (makan khas tradisional satu-satunya yang saya temui di area ini selain Chinese and Indian food yang bertebaran dimana-mana). Dengan keputusan bulat kami masuk ke resto itu dan pesen 4 nasi lemak dan minuman masing-masing, saya sih coba minum teh susu-nya, sementara ada yang milo panas dan ada yg selera asal aka es teh tawar (di Malay disebuy Teh O Kosong dengan Es gitu, panjang bener dah). Puas dengan santapan pagi ini, kami “ndoprok” di ruang tunggu bus di Puduraya yang bersih dan cukup nyaman.
Tak menunggu cukup lama, karena busnya bener-bener on time (rata-rata jadwal bus dan train di KL sangat tepat waktu) kami segera menaiki bus yang nyaman dan dingin untuk perjalan selama 1 jam dengan sedikit jalan menanjak yang berkelok ke Genting Skyway Station-nya. Dalam perjalanan ke Genting yang paling menarik adalah pada saat menaiki Cable Car ke Genting Resort World (RW)-nya, seru banget dengan panjang sekitar 3 km lebih yang menanjak dan menurun cukup curam dengan pemandangan hutan hujan dan tebing-tebingnya.
Memakan waktu sekitar 30 menit, kami sampai juga di Genting RW-nya. Selain casino-casino dan mall, juga tersedia indoor dan outdoor theme park serta permainan-permainan ala “timezone” dan permainan ketangkasan ala pasar malam.
Untuk tiket di area permainan indoor dan outdoor tersedia tiket terusan (kayak Dufan gitu), untuk area indoor sebagian besar pangsa pasarnya adalah anak-anak meski ada juga yang buat dewasa tetapi sedikit sekali (untuk dewasa yang indoor cobain deh Sky Venture dengan biaya per orang sekitar MYR 30 sampai MYR 40) sedangkan untuk outdoor persis banget kayak Dufan deh dengan biaya tiket terusan MYR 46 per kepala, tapi signature gamenya adalah Flying Coaster (seperti roller coaster tapi posisi kita bukan duduk tapi berbaring ala superman gitu) tapi untuk signature game ini tidak masuk dalam tiket terusan outdoor theme park yah, jadi harus bayar lagi MYR 10 per kepala.
Setelah menikmati suasana Genting RW dan mencoba beberapa permainan di outdoor theme park, kami memutuskan untuk kembali ke Genting Skyway Station untuk turun gunung mengejar bus yang akan membawa kami kembali ke Puduraya Terminal.
Sesampai kembali ke Puduraya Terminal kami lanjut melangkahkan kaki ini ke tempat wisata selanjutnya yang tidak jauh dari Puduraya Terminal yaitu Kasturi Walk, Central Market dan Petaling Street (jalan kaki semua dengan alur bukit bintang – puduraya – petaling – central market/kasturi). Kami putuskan untuk menuju destinasi yang terjauh dulu yaitu Central Market dan Kasturi Walk (sebelahan nih tempatnya).
Sedikit belanja ini itu dan melihat sana sini, coba ini itu. Dalam Central Market juga terdapat Choc Boutique yang menjual aneka ragam coklat dengan harga yang relative murah. Perjalanan berlanjut ke Petaling Street yang ternyata ramai banget kayak Bugis Walking Street di Spore.
Di Petaling ini juga kita dinner dan menjajal jajanan Chestnut yang rasanya enak banget, a lil sweet and soft banget teksturnya (kudu coba nih range harga MYR 7 sampai MYR 10 tergantung berapa ratus gram belinya). Lha kok sambil ngemil chestnut kok jadi lapar, langsung deh “mrepet” ke warung makan terdekat dan having dinner di sono (Chinese food again broh, secara di sono pilihan yang terlihat semua Chinese food hiks).
Selesai menikmati dinner kami memutuskan untuk kembali ke guest house dan beristirahat. Mendekati guest house kami melewati Carrefour, lha tapi kok kecil? Seven Eleven di indo memang adalah seven eleven ter-cool dibandingkan dengan Seven Eleven di KL dan Spore hahahaha yang ukurannya lebih kecil dari Indomaret atau Alfamart dengan lorong-lorong sempit dan barang berjejalan dan ternyata Carrefour satu ini (lokasi di jalan Tengkat Tong Shin – Bukit Bintang) juga imut banget (seukuran hanya 2 sampai 3 kali dari Indomaret di Indo) jika dibandingkan dengan konsep Carrefour di Indo yang merupakan mega supermarket. Iseng-iseng deh mau beli air minum di sini setelah kerap belinya selalu di Seven Eleven dengan harga range MYR 2 untuk ukuran 1.5lt dan MYR 1.30 untuk ukuran 600ml serta di guest house dengan range harga MYR 3 untuk ukuran 1.5lt. Di sinilah kami menemukan air mineral dengan harga paling murah so far, merk-nya Carrefour juga dengan harga hanya MYR 1 untuk ukuran 1.5lt dan hanya MYR 70 cent untuk ukuran 600ml hahahaha. Nice langsung deh borong air mineral dan jujur rasanya pun lumayan, ga beda dengan merk lain dengan harga berkali lipat.
Kaki berasa capek banget karena sesorean ini jalan mulu, pengen hati sih kembali menikmati suasana malam di Bukit Bintang di sekitaran Sungai Wang Plaza, tapi apa daya, kaki sudah ga mau kompromi lagi. So kami menghabiskan malam itu dengan nongkrong-nongkrong aja di halaman guest house yang memang disediakan meja-meja bundar dengan kursi-kursi dan ditemani iringan music RnB dari Pool Café sebelah hehehe not bad actually, it was relaxing.
Setelah kurang lebih 30 menit berjalan, ketemu juga deh Puduraya Terminal-nya. Eh pas banget di depannya ada yang jual Nasi Lemak (makan khas tradisional satu-satunya yang saya temui di area ini selain Chinese and Indian food yang bertebaran dimana-mana). Dengan keputusan bulat kami masuk ke resto itu dan pesen 4 nasi lemak dan minuman masing-masing, saya sih coba minum teh susu-nya, sementara ada yang milo panas dan ada yg selera asal aka es teh tawar (di Malay disebuy Teh O Kosong dengan Es gitu, panjang bener dah). Puas dengan santapan pagi ini, kami “ndoprok” di ruang tunggu bus di Puduraya yang bersih dan cukup nyaman.
Tak menunggu cukup lama, karena busnya bener-bener on time (rata-rata jadwal bus dan train di KL sangat tepat waktu) kami segera menaiki bus yang nyaman dan dingin untuk perjalan selama 1 jam dengan sedikit jalan menanjak yang berkelok ke Genting Skyway Station-nya. Dalam perjalanan ke Genting yang paling menarik adalah pada saat menaiki Cable Car ke Genting Resort World (RW)-nya, seru banget dengan panjang sekitar 3 km lebih yang menanjak dan menurun cukup curam dengan pemandangan hutan hujan dan tebing-tebingnya.
Memakan waktu sekitar 30 menit, kami sampai juga di Genting RW-nya. Selain casino-casino dan mall, juga tersedia indoor dan outdoor theme park serta permainan-permainan ala “timezone” dan permainan ketangkasan ala pasar malam.
Untuk tiket di area permainan indoor dan outdoor tersedia tiket terusan (kayak Dufan gitu), untuk area indoor sebagian besar pangsa pasarnya adalah anak-anak meski ada juga yang buat dewasa tetapi sedikit sekali (untuk dewasa yang indoor cobain deh Sky Venture dengan biaya per orang sekitar MYR 30 sampai MYR 40) sedangkan untuk outdoor persis banget kayak Dufan deh dengan biaya tiket terusan MYR 46 per kepala, tapi signature gamenya adalah Flying Coaster (seperti roller coaster tapi posisi kita bukan duduk tapi berbaring ala superman gitu) tapi untuk signature game ini tidak masuk dalam tiket terusan outdoor theme park yah, jadi harus bayar lagi MYR 10 per kepala.
Setelah menikmati suasana Genting RW dan mencoba beberapa permainan di outdoor theme park, kami memutuskan untuk kembali ke Genting Skyway Station untuk turun gunung mengejar bus yang akan membawa kami kembali ke Puduraya Terminal.
Sesampai kembali ke Puduraya Terminal kami lanjut melangkahkan kaki ini ke tempat wisata selanjutnya yang tidak jauh dari Puduraya Terminal yaitu Kasturi Walk, Central Market dan Petaling Street (jalan kaki semua dengan alur bukit bintang – puduraya – petaling – central market/kasturi). Kami putuskan untuk menuju destinasi yang terjauh dulu yaitu Central Market dan Kasturi Walk (sebelahan nih tempatnya).
Sedikit belanja ini itu dan melihat sana sini, coba ini itu. Dalam Central Market juga terdapat Choc Boutique yang menjual aneka ragam coklat dengan harga yang relative murah. Perjalanan berlanjut ke Petaling Street yang ternyata ramai banget kayak Bugis Walking Street di Spore.
Di Petaling ini juga kita dinner dan menjajal jajanan Chestnut yang rasanya enak banget, a lil sweet and soft banget teksturnya (kudu coba nih range harga MYR 7 sampai MYR 10 tergantung berapa ratus gram belinya). Lha kok sambil ngemil chestnut kok jadi lapar, langsung deh “mrepet” ke warung makan terdekat dan having dinner di sono (Chinese food again broh, secara di sono pilihan yang terlihat semua Chinese food hiks).
Selesai menikmati dinner kami memutuskan untuk kembali ke guest house dan beristirahat. Mendekati guest house kami melewati Carrefour, lha tapi kok kecil? Seven Eleven di indo memang adalah seven eleven ter-cool dibandingkan dengan Seven Eleven di KL dan Spore hahahaha yang ukurannya lebih kecil dari Indomaret atau Alfamart dengan lorong-lorong sempit dan barang berjejalan dan ternyata Carrefour satu ini (lokasi di jalan Tengkat Tong Shin – Bukit Bintang) juga imut banget (seukuran hanya 2 sampai 3 kali dari Indomaret di Indo) jika dibandingkan dengan konsep Carrefour di Indo yang merupakan mega supermarket. Iseng-iseng deh mau beli air minum di sini setelah kerap belinya selalu di Seven Eleven dengan harga range MYR 2 untuk ukuran 1.5lt dan MYR 1.30 untuk ukuran 600ml serta di guest house dengan range harga MYR 3 untuk ukuran 1.5lt. Di sinilah kami menemukan air mineral dengan harga paling murah so far, merk-nya Carrefour juga dengan harga hanya MYR 1 untuk ukuran 1.5lt dan hanya MYR 70 cent untuk ukuran 600ml hahahaha. Nice langsung deh borong air mineral dan jujur rasanya pun lumayan, ga beda dengan merk lain dengan harga berkali lipat.
Kaki berasa capek banget karena sesorean ini jalan mulu, pengen hati sih kembali menikmati suasana malam di Bukit Bintang di sekitaran Sungai Wang Plaza, tapi apa daya, kaki sudah ga mau kompromi lagi. So kami menghabiskan malam itu dengan nongkrong-nongkrong aja di halaman guest house yang memang disediakan meja-meja bundar dengan kursi-kursi dan ditemani iringan music RnB dari Pool Café sebelah hehehe not bad actually, it was relaxing.
Special Note:
Hari yang menyedihkan untuk saya guys. Abis mandi kok ditelapak tangan sebelah luar kanan ada benjolan warna merah sekitar 4 biji berjajar, saya kira mungkin di gigit serangga ga taunya semakin siang kok semakin banyak menyebar di lengan dan end of the day menyebar juga di lengan kiri. Dugaan kedua alergi karena memang makan malam sebelumnya ada udangnya dan kayaknya ga terlalu fresh dan sempet termakan 2 ekor. Mau beli norit atau incidal ga ada di Malay, akhirnya di kasih obat alergi atarax dosis rendah di Watson dan tidak bereaksi sama sekali. Dan keesok harinya semakin menyebar ke kaki dan tengkuk leher dan sempet kecil-kecil di sekitar dahi dan belakang telinga. Cari obat di apotik akhirnya dikasih obat zyrtec yang katanya komposisi sama dengan Incidal di Indo dan tetap tidak ada efek. Setelah pulang Indo baru ketahuan (ke dokter spesialis kulit) diduga keracunan supplement vitamin c dosis tinggi yang memang saya konsumsi pagi hari sebelumnya dan pagi hari ini, yang kemungkinan bentrok dengan makanan yang dikonsumsi dan kondisi tubuh drop aka ga fit gitu. Walhasil 3 hari jalan-jalan di KL dengan body in rock pink polka dot deh (malu kalo ada yang lihat tapi untungnya orang-orang kayaknya pada cuek juga) mana bawanya semua kaos lengan pendek lagi hadehhhh.
Central Market: mau belanja oleh-oleh dan pernak pernik lainnya, belanja di sini aja karena relative murah dan bisa serta harus ditawar yah (yang berani nawarnya ga usah malu-malu aka cuek aja) dan rata-rata bisa berbahasa Indo karena kayaknya memang ini salah satu pusat belanja favorit orang Indo. Untuk chocolate juga relative murah di Central Market.
Genting Skyway: best seat adalah menghadap atau di depan (menghadap ke tujuan cable carnya) baik dalam perjalan naik ataupun turun gunung.
Casino: untuk masuk ke casino buat cowok ga boleh pake celana pendek dan pakai sandal yah, sedangkan untuk cewek relative lebih flexible even tetep ga oleh pake sandal jepit kayaknya. Ransel juga ga boleh masuk dan harus dititipin dengan biaya MYR 3 per box-nya dan non refunable. Jadi bawa tas slempang aja.
DAY THREE
Selepas sarapan mie kuah (Chinese food lagi hiks), kami pagi ini langsung menuju ke KLCC Twin Tower sebelum kami menuju tempat wisata utama kami pada hari ini yaitu Batu Cave. Di KLCC as usual isinya cuman foto-foto doang terus cabut deh, well nothing special there except the building right!
Untuk mencapai ke Batu Cave kami harus menenuju Stesen Komuter terdekat (train milik pemerintah tapi kondisi bagus and bersih terawat almost sebagus MRT dan sejenisnya) yaitu KL Sentral dan hanya dengan MYR 1 saja kami sudah bisa mencapai Batu Cave dengan durasi perjalan sekitar 30 sampai 45 menit.
Ada kisah lucu di sini, pada saat antri beli tiket ke Batu Cave kami baca notice bahwa untuk tourist tujuan Batu Cave harus beli tiket di Sentul (jelas bukan Sentul Bogor, namanya doang sama). Walhasil pas di Stesen Sentul kita dengan PD-nya turun dari Komuter, lha kok kita doang yang turun dan komuter terus berjalan huhuhuhu ternyata salah kaprah maksud dari notice itu yang mau ke Batu Cave belinya tiket yang ke Sentul (dan memang di tiket tertulis tujuannya Sentul tetapi tetap berhenti di Stesen Batu Cave). Hiks akhirnya seperti anak-anak hilang kita duduk bengong di peron yang sepi sekali menunggu next komuter yang tiba setiap 30 menit.
Singkat cerita sampai juga ke di Batu Cave yang jelasnya di dominasi dengan temple-temple Hindustant dengan keindahan tebing batu dan cave-nya yang luar biasa. Untuk melihat cave-nya kita harus menaiki anak tangga yang jumlahnya lebih dari 200 anak tangga yang cukup curam (kayak di Kawah Bromo Jawa Timur). Selain main massive cave ada juga cave yang lebih kecil dengan nama Dark Cave yang menjadi hunian kelelawar, jadi siap-siap bau kotoran kelelawar yang cukup menyengat jika memasuki Dark Cave. Kami ber-4 meneguhkan hati untuk naik hingga ke puncaknya, dengan ngos-ngosan dan extra hati-hati karena kecuramannya ditambah kaki yang gemetaran sampai juga deh di main massive cave-nya, luar biasa even harusnya lebih dirawat dan diperhatikan kebersihannya, sedikit jorok di sana. Yang ga mau naik tangga sebanyak itu atau yang fobia ama kera-kera (KERA! Yupe kera-kera banyak juga bersliweran dengan bebasnya di sana terutama di tangganya untuk menerima makanan dari para pengunjung. Tapi ga usah kuatir ga nakal-nakal kayak di Uluwatu Bali kok) bisa juga naik ke cave-nya dengan cable car but musti nunggu yah, lagi di bangun soalnya hehehe. Puas dengan keindahan cave-nya kami kembali turun. Naik cape and gemeteran begitu pula ternyata dengan turunnya. Sampai di bawah juga tetep ngos-ngosan.
Akhirnya kami “melipir” dulu ke toko yang menjual minuman dingin sembari ngelonjorin kaki.
Kembali ke KL Sentral kami tempuh dengan komuter yang sama, lha tapi harga baliknya ternyata lebih mahal 2 kali lipat yaitu MYR 2 ???
Hal lucu pun terjadi di sini, baru aja ngejogrokin pantat eh ada mbak-mbak protes ama kami cowok-cowok, kok duduk di gerbong tersebut, waduh ternyata yang kami masuki adalah gerbong khusus cewek broh, hadeh malunya. Sangking malunya and sedikit panic kami langsung keluar dari gerbong dan mencari gerbong umum lainnya tanpa sadar kalo ada pintu antar gerbong yang bisa dipakai untuk lewat ke gerbong umum, jiah.
Perjalan kami tempuh dengan damai sejuk dan tenang karena banyak (including us) yang ketiduran karena kecapean kali yah, apalagi hawa di Batu Cave luar biasa panasnya. Sampai di KL Sentral kami segera celingukan cari tempat lunch karena perut sudah protes minta diisi, sedikit kompromi akhirnya kami putuskan lunch di food hall-nya KL Sentral yang letaknya di lantai 3 kalau tidak salah ingat. Lumayan ga makan Chinese food lagi and pilihan kami mostly jatuh ke nasi campur ala Malay nih, yah konsepnya kayak warteg Jakarta tapi taste-nya berbeda banget.
Dari KL Sentral kami menuju ke Stesen Kelana Jaya karena pengen ke IKEA yang katanya lebih gede dari yang di Spore. Dari Kelana Jaya kami akan naik Shuttle Bus yang disediakan FREE untuk ke IKEA dan sekitarnya. Tapi nasib sial nih, saat kita sampai di waiting point, next Shuttle Bus baru nyampai 1 jam lagi. Akhirnya diputuskan untuk naik taxi saja dengan harga kurang lebih MYR 12 (kami ber-4 jadi each MYR 3). Untung juga kami putuskan naik taxi karena tidak lama ternyata turun hujan gede banget. Dalam tempo 20 menit kami sampai juga di IKEA yang super ramai dan super hectic. Memang harus diakui IKEA KL ini memang gede banget sampai sempet lost bentar pas mau cari jalan keluarnya hehehe.
Kembali ke Kelana Jaya kami numpang lagi Shuttle Bus (asyik gratis neh dan nyaman) untuk balik ke KL Sentral dan segera menuju Bukit Bintang buat menikmati malam terakhir di KL. Di daerah Bukit Bintang ada namanya jalan Alor (yang letaknya di block sebelah jalan Tengkat Tong Shin), di sana berjajar sepanjang ratusan meter kedai-kedai makanan dengan konsep outdoor (jadi kalau sampai ujan bubar deh ini) sekali lagi almost semuanya adalah Chinese food and bagi yang tidak makan babi kudu extra cerewet nanya ke penjualnya.
Lepas dinner kami putuskan untung nongkrong di halaman depan guest house aja ama pesta chestnut lagi hehehe, karena selain ternyata cape Batu Cave tadi masih berasa banget (faktur U neh), di dekat Golden Triangle Bukit Bintang lagi ada konser apaan gitu, jadi padat dan ruame banget desek-desekan gitu.
Untuk mencapai ke Batu Cave kami harus menenuju Stesen Komuter terdekat (train milik pemerintah tapi kondisi bagus and bersih terawat almost sebagus MRT dan sejenisnya) yaitu KL Sentral dan hanya dengan MYR 1 saja kami sudah bisa mencapai Batu Cave dengan durasi perjalan sekitar 30 sampai 45 menit.
Ada kisah lucu di sini, pada saat antri beli tiket ke Batu Cave kami baca notice bahwa untuk tourist tujuan Batu Cave harus beli tiket di Sentul (jelas bukan Sentul Bogor, namanya doang sama). Walhasil pas di Stesen Sentul kita dengan PD-nya turun dari Komuter, lha kok kita doang yang turun dan komuter terus berjalan huhuhuhu ternyata salah kaprah maksud dari notice itu yang mau ke Batu Cave belinya tiket yang ke Sentul (dan memang di tiket tertulis tujuannya Sentul tetapi tetap berhenti di Stesen Batu Cave). Hiks akhirnya seperti anak-anak hilang kita duduk bengong di peron yang sepi sekali menunggu next komuter yang tiba setiap 30 menit.
Singkat cerita sampai juga ke di Batu Cave yang jelasnya di dominasi dengan temple-temple Hindustant dengan keindahan tebing batu dan cave-nya yang luar biasa. Untuk melihat cave-nya kita harus menaiki anak tangga yang jumlahnya lebih dari 200 anak tangga yang cukup curam (kayak di Kawah Bromo Jawa Timur). Selain main massive cave ada juga cave yang lebih kecil dengan nama Dark Cave yang menjadi hunian kelelawar, jadi siap-siap bau kotoran kelelawar yang cukup menyengat jika memasuki Dark Cave. Kami ber-4 meneguhkan hati untuk naik hingga ke puncaknya, dengan ngos-ngosan dan extra hati-hati karena kecuramannya ditambah kaki yang gemetaran sampai juga deh di main massive cave-nya, luar biasa even harusnya lebih dirawat dan diperhatikan kebersihannya, sedikit jorok di sana. Yang ga mau naik tangga sebanyak itu atau yang fobia ama kera-kera (KERA! Yupe kera-kera banyak juga bersliweran dengan bebasnya di sana terutama di tangganya untuk menerima makanan dari para pengunjung. Tapi ga usah kuatir ga nakal-nakal kayak di Uluwatu Bali kok) bisa juga naik ke cave-nya dengan cable car but musti nunggu yah, lagi di bangun soalnya hehehe. Puas dengan keindahan cave-nya kami kembali turun. Naik cape and gemeteran begitu pula ternyata dengan turunnya. Sampai di bawah juga tetep ngos-ngosan.
Akhirnya kami “melipir” dulu ke toko yang menjual minuman dingin sembari ngelonjorin kaki.
Kembali ke KL Sentral kami tempuh dengan komuter yang sama, lha tapi harga baliknya ternyata lebih mahal 2 kali lipat yaitu MYR 2 ???
Hal lucu pun terjadi di sini, baru aja ngejogrokin pantat eh ada mbak-mbak protes ama kami cowok-cowok, kok duduk di gerbong tersebut, waduh ternyata yang kami masuki adalah gerbong khusus cewek broh, hadeh malunya. Sangking malunya and sedikit panic kami langsung keluar dari gerbong dan mencari gerbong umum lainnya tanpa sadar kalo ada pintu antar gerbong yang bisa dipakai untuk lewat ke gerbong umum, jiah.
Perjalan kami tempuh dengan damai sejuk dan tenang karena banyak (including us) yang ketiduran karena kecapean kali yah, apalagi hawa di Batu Cave luar biasa panasnya. Sampai di KL Sentral kami segera celingukan cari tempat lunch karena perut sudah protes minta diisi, sedikit kompromi akhirnya kami putuskan lunch di food hall-nya KL Sentral yang letaknya di lantai 3 kalau tidak salah ingat. Lumayan ga makan Chinese food lagi and pilihan kami mostly jatuh ke nasi campur ala Malay nih, yah konsepnya kayak warteg Jakarta tapi taste-nya berbeda banget.
Dari KL Sentral kami menuju ke Stesen Kelana Jaya karena pengen ke IKEA yang katanya lebih gede dari yang di Spore. Dari Kelana Jaya kami akan naik Shuttle Bus yang disediakan FREE untuk ke IKEA dan sekitarnya. Tapi nasib sial nih, saat kita sampai di waiting point, next Shuttle Bus baru nyampai 1 jam lagi. Akhirnya diputuskan untuk naik taxi saja dengan harga kurang lebih MYR 12 (kami ber-4 jadi each MYR 3). Untung juga kami putuskan naik taxi karena tidak lama ternyata turun hujan gede banget. Dalam tempo 20 menit kami sampai juga di IKEA yang super ramai dan super hectic. Memang harus diakui IKEA KL ini memang gede banget sampai sempet lost bentar pas mau cari jalan keluarnya hehehe.
Kembali ke Kelana Jaya kami numpang lagi Shuttle Bus (asyik gratis neh dan nyaman) untuk balik ke KL Sentral dan segera menuju Bukit Bintang buat menikmati malam terakhir di KL. Di daerah Bukit Bintang ada namanya jalan Alor (yang letaknya di block sebelah jalan Tengkat Tong Shin), di sana berjajar sepanjang ratusan meter kedai-kedai makanan dengan konsep outdoor (jadi kalau sampai ujan bubar deh ini) sekali lagi almost semuanya adalah Chinese food and bagi yang tidak makan babi kudu extra cerewet nanya ke penjualnya.
Lepas dinner kami putuskan untung nongkrong di halaman depan guest house aja ama pesta chestnut lagi hehehe, karena selain ternyata cape Batu Cave tadi masih berasa banget (faktur U neh), di dekat Golden Triangle Bukit Bintang lagi ada konser apaan gitu, jadi padat dan ruame banget desek-desekan gitu.
Special note :
Food court/food hall: banyak tersebar di KL, ada yang sistem prasmanan dan harus bayar di depan dan ada juga yang pesan dulu dan pada saat pesanan datang kita harus langsung bayar dulu, kalau ga! tuh masbro/mbaksis tetep nongkrong di sebelah kita sambil nagih terus hehehe.
DAY FOUR
Pagi hari ini, setelah check out dan nitip luggage, kami mulai dengan berjalan kaki ke Cocoa Boutique/Galery dan Beryl’s yang letaknya tak jauh dari Bukit Bintang area. Di 2 tempat ini memang surganya pecinta coklat. Semua jenis coklat ada di sini. Dari coklat biasa sampai coklat durian, coklat kelapa dan coklat cabe ada semua. Saya penasaran gimana yah rasa coklat cabe, ternyata pada saat dimakan lebih berasa dark chocolate-nya dan semakin lama baru akan terasa pedasnya, hm unik dan enak juga hehe.
Untuk harga di 2 toko ini memang relative lebih mahal (bisa 2 sampai 3 kali lipat dari yang di Central Market) karena memang kualitas dan rasanya lebih okay yah. Pagi dan siang ini tak terasa berlalu juga dan kami harus segera balik ke guest house untuk ambil backpack kami dan segera menuju ke KL Sentral lagi buat naik train ke LCCT kembali dan terbang kembali ke Jakarta tercinta hehehe. Karena barang bawaan bertambah dan tenaga juga sudah terkuras maka kami putuskan ke KL Sentral by taxi. Kebetulan juga dapet sopir taxi yang baik, meskipun maunya borongan tapi harga ga mukul (untuk kami ber-4 hanya di hargai MYR 15 dari Tengkat Tong Shin ke KL Sentral) plus orangnya juga baik, ramah and sopan.
Untuk harga di 2 toko ini memang relative lebih mahal (bisa 2 sampai 3 kali lipat dari yang di Central Market) karena memang kualitas dan rasanya lebih okay yah. Pagi dan siang ini tak terasa berlalu juga dan kami harus segera balik ke guest house untuk ambil backpack kami dan segera menuju ke KL Sentral lagi buat naik train ke LCCT kembali dan terbang kembali ke Jakarta tercinta hehehe. Karena barang bawaan bertambah dan tenaga juga sudah terkuras maka kami putuskan ke KL Sentral by taxi. Kebetulan juga dapet sopir taxi yang baik, meskipun maunya borongan tapi harga ga mukul (untuk kami ber-4 hanya di hargai MYR 15 dari Tengkat Tong Shin ke KL Sentral) plus orangnya juga baik, ramah and sopan.
Special note:
Taxi: di KL setiap mau naik taxi kami biasakan untuk bertanya dulu, ada yang maunya hitung per kepala, ada yang maunya borongan dan ada yang maunya keukeuh paka argo.
DFS di LCCT: khususnya bagian parfume pelayanannya kurang bagus, cuek dan asal aja jawabnya bahkan saya sempet bengong menunggu untuk dilayani dan tetap akhirnya ga dilayani (akhirnya jadi saya yang pro aktif tanya-tanya yang dijawab sekenanya. Apa mungkin muka saya yang muka susah yah hiks), jauh banget ama pelayanan sopir taxi yang antar kami ke KL Sentral.
Ulasan secara umum : Untuk kesekian kalinya saya visit ke KL baru kali ini saya sempet memperhatikan sedikit culture-nya. Diversity di sini antara Melayu, Chinese dan Indian sungguh luar biasa, perbedaan ancestor di sini hanya tampak pada bahasa yang mereka gunakan saja sehingga kalau kita tidak lihat secara luas maka akan terlihat mereka hidup dalam kelompoknya masing-masing dengan bahasanya masing-masing. Saya sempat bertanya-tanya bahasa utama di sekolah-sekolah pakai bahasa apa yah? karena sejauh yang saya amati sebagai turis yang hanya beberapa hari tinggal di KL dan di tempat area turis, Melayu akan berbahasa Melayu, Indian akan berbahas Indian, Chinese akan berbahasa Manadarin atau Cantonese, Hokkian dan lainnya. Tidak seperti di Indonesia yang diversity-nya memang masih harus dikembangkan dan diperbaiki lagi (karena sedihnya sebagian orang memilih untuk menolak) tetapi semua WNI dari suku apa pun pasti bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan lancar-kan (mengabaikan WNI yang tinggalnya di tempat terpencil yah). Hehehe love Indonesia, beda-beda tapi tetap satu juga.
No comments:
Post a Comment